Kumpulan 40 Doa Rabbana dalam Al-Qur'an

Al-Qur'an bukan hanya kitab petunjuk, tetapi juga sumber doa-doa terindah. Di dalamnya, terdapat serangkaian doa yang diawali dengan seruan "Rabbana" (Wahai Tuhan kami). Doa-doa ini diajarkan langsung oleh Allah melalui lisan para nabi, rasul, dan orang-orang saleh. Setiap doa memiliki kedalaman makna, konteks sejarah, dan relevansi abadi bagi kehidupan setiap Muslim. Berikut adalah 40 di antaranya, lengkap dengan teks Arab, transliterasi Latin, terjemahan, serta penjelasan maknanya.

1. Doa Sapu Jagat (QS. Al-Baqarah: 201)

رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

Rabbanā, ātinā fid-dun-yā ḥasanataw wa fil-ākhirati ḥasanataw wa qinā ‘ażāban-nār.

"Wahai Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat, dan lindungilah kami dari azab neraka."

Konteks dan Makna Mendalam

Ini adalah salah satu doa yang paling sering dipanjatkan oleh umat Islam di seluruh dunia, dikenal sebagai "Doa Sapu Jagat". Ayat ini menggambarkan kelompok orang beriman yang tidak hanya memikirkan kehidupan dunia, tetapi menyeimbangkannya dengan tujuan akhir di akhirat. Konteks ayat sebelumnya membicarakan tentang orang-orang yang doanya hanya terbatas pada urusan duniawi. Doa ini menjadi koreksi dan teladan sempurna.

Makna "hasanah" (kebaikan) di dunia sangatlah luas, mencakup kesehatan, rezeki yang halal, keluarga yang harmonis, ilmu yang bermanfaat, dan lingkungan yang baik. Sementara "hasanah" di akhirat adalah ampunan Allah, kemudahan di hari hisab, dan puncaknya adalah surga. Permohonan untuk dilindungi dari api neraka adalah pengakuan atas kelemahan diri dan pengakuan bahwa hanya rahmat Allah yang bisa menyelamatkan. Doa ini mengajarkan prinsip keseimbangan (tawazun) dalam Islam, yaitu mengejar kebaikan dunia sebagai sarana untuk mencapai kebahagiaan akhirat.

2. Doa Agar Diberi Kesabaran (QS. Al-Baqarah: 250)

رَبَّنَا أَفْرِغْ عَلَيْنَا صَبْرًا وَثَبِّتْ أَقْدَامَنَا وَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ

Rabbanā afrig ‘alainā ṣabraw wa ṡabbit aqdāmanā wanṣurnā ‘alal-qaumil-kāfirīn.

"Wahai Tuhan kami, limpahkanlah kesabaran kepada kami, kukuhkanlah langkah kami, dan menangkanlah kami atas kaum yang kafir."

Konteks dan Makna Mendalam

Doa ini dipanjatkan oleh tentara Talut ketika mereka akan menghadapi pasukan Jalut yang jauh lebih besar dan kuat. Mereka menyadari bahwa kemenangan tidak hanya bergantung pada kekuatan fisik, tetapi juga pada kekuatan mental dan spiritual. Mereka memohon "kesabaran yang melimpah" (afrigh 'alaina shabran), seolah-olah meminta kesabaran itu dituangkan hingga memenuhi jiwa mereka.

Permintaan untuk "mengukuhkan langkah" (tsabbit aqdāmanā) adalah metafora untuk keteguhan hati, agar tidak goyah, ragu, atau lari dari medan perjuangan. Terakhir, mereka meminta pertolongan (kemenangan) atas musuh. Doa ini mengajarkan bahwa dalam menghadapi tantangan hidup yang berat, langkah pertama adalah memohon kesabaran dan keteguhan hati kepada Allah, sebelum meminta hasil akhir berupa kemenangan. Ini adalah doa para pejuang sejati, baik di medan perang fisik maupun di medan perjuangan melawan hawa nafsu.

3. Doa Agar Tidak Dihukum Jika Lupa (QS. Al-Baqarah: 286)

رَبَّنَا لَا تُؤَاخِذْنَا إِنْ نَسِينَا أَوْ أَخْطَأْنَا

Rabbanā lā tu'ākhiżnā in nasīnā au akhṭa'nā.

"Wahai Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami melakukan kesalahan."

Konteks dan Makna Mendalam

Doa ini merupakan bagian dari penutup Surah Al-Baqarah, ayat-ayat yang memiliki keutamaan besar. Doa ini adalah pengakuan tulus akan sifat manusia yang pelupa (nasīnā) dan sering berbuat salah (akhṭa'nā). Ini adalah bentuk kerendahan hati di hadapan Allah, memohon agar kesalahan yang tidak disengaja tidak dicatat sebagai dosa yang membebani.

Islam adalah agama yang realistis. Allah Maha Tahu bahwa manusia tidak sempurna. Doa ini mengajarkan kita untuk selalu memohon belas kasihan Allah atas kelemahan kita. Perbedaan antara "lupa" dan "salah" di sini penting. "Lupa" adalah ketidaksengajaan murni karena kealpaan, sementara "salah" bisa mencakup kekeliruan dalam ijtihad atau tindakan yang tidak tepat sasaran meski niatnya baik. Dengan berdoa seperti ini, seorang hamba menunjukkan ketergantungannya yang total kepada ampunan dan rahmat Allah.

4. Doa Agar Tidak Diberi Beban Berat (QS. Al-Baqarah: 286)

رَبَّنَا وَلَا تَحْمِلْ عَلَيْنَا إِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِنَا

Rabbanā wa lā taḥmil ‘alainā iṣran kamā ḥamaltahū ‘alal-lażīna min qablinā.

"Wahai Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau pikulkan kepada orang-orang sebelum kami."

Konteks dan Makna Mendalam

Masih dari ayat yang sama, doa ini merupakan permohonan agar syariat dan ujian yang diberikan kepada umat Nabi Muhammad SAW diringankan. "Beban berat" (ishran) di sini merujuk pada hukum-hukum yang sangat ketat atau ujian yang teramat dahsyat yang pernah diberikan kepada umat-umat terdahulu (seperti Bani Israil) sebagai akibat dari pembangkangan mereka.

Doa ini adalah ekspresi syukur atas risalah Islam yang datang dengan kemudahan (yusr) dan menghilangkan kesulitan ('usr). Sekaligus, ini adalah permohonan agar kita dijauhkan dari perbuatan dosa yang bisa mengundang murka Allah sehingga Dia menimpakan ujian berat. Ini mengajarkan kita untuk tidak sombong dan selalu memohon keringanan dari Allah, karena kita sadar akan keterbatasan dan kelemahan diri dalam menanggung beban dan ujian.

5. Doa Memohon Kekuatan dan Ampunan (QS. Al-Baqarah: 286)

رَبَّنَا وَلَا تُحَمِّلْنَا مَا لَا طَاقَةَ لَنَا بِهِ ۖ وَاعْفُ عَنَّا وَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا ۚ أَنْتَ مَوْلَانَا فَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ

Rabbanā wa lā tuḥammilnā mā lā ṭāqata lanā bih, wa‘fu ‘annā, wagfir lanā, warḥamnā, anta maulānā fanṣurnā ‘alal-qaumil-kāfirīn.

"Wahai Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tidak sanggup kami memikulnya. Maafkanlah kami, ampunilah kami, dan rahmatilah kami. Engkaulah pelindung kami, maka tolonglah kami menghadapi orang-orang kafir."

Konteks dan Makna Mendalam

Ini adalah puncak dari rangkaian doa di akhir Surah Al-Baqarah. Setelah memohon keringanan, hamba memohon agar tidak diberi cobaan di luar batas kemampuannya. Meskipun ada ayat lain yang menyatakan Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai kesanggupannya, doa ini menunjukkan adab seorang hamba yang tetap memohon belas kasihan, tidak mengandalkan kekuatannya sendiri.

Tiga permohonan inti berikutnya sangat indah: "Maafkanlah kami" (wa'fu 'annā) yang berarti penghapusan catatan dosa, "Ampunilah kami" (waghfir lanā) yang berarti menutupi aib dari dosa tersebut, dan "Rahmatilah kami" (warhamnā) yang merupakan permohonan curahan kasih sayang Allah untuk masa depan. Doa ditutup dengan penegasan tauhid bahwa Allah adalah satu-satunya Pelindung (Maulā), dan hanya kepada-Nya pertolongan diminta.

6. Doa Agar Hati Tidak Condong pada Kesesatan (QS. Ali 'Imran: 8)

رَبَّنَا لَا تُزِغْ قُلُوبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً ۚ إِنَّكَ أَنْتَ الْوَهَّابُ

Rabbanā lā tuzig qulūbanā ba‘da iż hadaitanā wa hab lanā mil ladunka raḥmah, innaka antal-wahhāb.

"Wahai Tuhan kami, janganlah Engkau condongkan hati kami kepada kesesatan setelah Engkau berikan petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi-Mu, sesungguhnya Engkau Maha Pemberi."

Konteks dan Makna Mendalam

Doa ini dipanjatkan oleh "ulul albab" atau orang-orang yang berakal, yang kokoh ilmunya. Meskipun mereka sudah berilmu dan mendapat hidayah, mereka tetap khawatir hatinya akan berbelok dari kebenaran. Ini adalah pelajaran tentang kerendahan hati yang luar biasa. Hidayah adalah milik mutlak Allah, dan Dia bisa mencabutnya kapan saja.

Permintaan agar hati tidak "condong pada kesesatan" (lā tuzigh qulūbanā) adalah permohonan istiqamah yang paling mendasar. Setelah itu, mereka memohon "rahmat dari sisi-Mu" (rahmatan min ladunka), yaitu rahmat spesial yang menjaga hidayah tersebut. Doa ini ditutup dengan menyebut nama Allah "Al-Wahhab" (Maha Pemberi), yang menunjukkan keyakinan penuh bahwa hanya Allah yang bisa menganugerahkan keteguhan iman tanpa henti.

7. Doa Pengakuan Iman dan Mohon Ampunan (QS. Ali 'Imran: 16)

رَبَّنَا إِنَّنَا آمَنَّا فَاغْفِرْ لَنَا ذُنُوبَنَا وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

Rabbanā innanā āmannā fagfir lanā żunūbanā wa qinā ‘ażāban-nār.

"Wahai Tuhan kami, sesungguhnya kami telah beriman, maka ampunilah segala dosa kami dan peliharalah kami dari siksa neraka."

Konteks dan Makna Mendalam

Ayat ini menggambarkan ciri-ciri orang bertakwa, dan doa ini adalah salah satu ucapan mereka. Mereka menjadikan iman sebagai wasilah (perantara) untuk memohon ampunan. Ini adalah adab yang tinggi dalam berdoa. Mereka seakan-akan berkata, "Ya Allah, karena kami telah beriman kepada-Mu, maka terimalah permohonan ampun kami."

Doa ini sederhana namun sangat padat. Ia menghubungkan langsung antara pilar utama agama (iman) dengan kebutuhan paling mendesak seorang hamba (ampunan dan keselamatan dari neraka). Ini mengajarkan bahwa iman harus selalu dibarengi dengan istighfar. Sebesar apa pun iman seseorang, ia tidak lepas dari dosa dan kesalahan. Oleh karena itu, permohonan ampunan harus menjadi dzikir harian, sebagai bukti bahwa iman kita hidup dan kita senantiasa sadar akan kebutuhan kita kepada Allah.

8. Doa Agar Diwafatkan Bersama Orang Baik (QS. Ali 'Imran: 193)

رَبَّنَا فَاغْفِرْ لَنَا ذُنُوبَنَا وَكَفِّرْ عَنَّا سَيِّئَاتِنَا وَتَوَفَّنَا مَعَ الْأَبْرَارِ

Rabbanā fagfir lanā żunūbanā wa kaffir ‘annā sayyi'ātinā wa tawaffanā ma‘al-abrār.

"Wahai Tuhan kami, ampunilah bagi kami dosa-dosa kami dan hapuskanlah dari kami kesalahan-kesalahan kami, dan wafatkanlah kami beserta orang-orang yang berbakti."

Konteks dan Makna Mendalam

Ini adalah bagian dari serangkaian doa panjang yang dipanjatkan oleh ulul albab di akhir Surah Ali 'Imran. Doa ini menunjukkan betapa besar harapan mereka terhadap akhir hayat yang baik (husnul khatimah). Permintaan ini terdiri dari tiga tingkatan. Pertama, memohon ampunan (maghfirah) untuk dosa-dosa besar. Kedua, memohon penghapusan (takfir) untuk kesalahan-kesalahan kecil (sayyi'at).

Puncaknya adalah permohonan "wafatkanlah kami beserta orang-orang yang berbakti" (tawaffanā ma'al-abrār). Ini bukan hanya permintaan untuk mati dalam keadaan baik, tetapi juga untuk dikumpulkan bersama golongan orang-orang saleh dan pilihan di akhirat kelak. Doa ini mencerminkan kesadaran penuh bahwa kualitas hidup seseorang pada akhirnya dinilai dari bagaimana ia mengakhiri hidupnya. Ini adalah doa untuk istiqamah hingga akhir hayat.

9. Doa Memohon Janji Allah (QS. Ali 'Imran: 194)

رَبَّنَا وَآتِنَا مَا وَعَدْتَنَا عَلَىٰ رُسُلِكَ وَلَا تُخْزِنَا يَوْمَ الْقِيَامَةِ ۗ إِنَّكَ لَا تُخْلِفُ الْمِيعَادَ

Rabbanā wa ātinā mā wa‘attanā ‘alā rusulika wa lā tukhzinā yaumal-qiyāmah, innaka lā tukhliful-mī‘ād.

"Wahai Tuhan kami, berikanlah kami apa yang telah Engkau janjikan kepada kami melalui rasul-rasul-Mu, dan janganlah Engkau hinakan kami pada hari Kiamat. Sesungguhnya Engkau tidak pernah mengingkari janji."

Konteks dan Makna Mendalam

Melanjutkan doa ulul albab, permohonan ini adalah bentuk "penagihan" yang penuh adab dan keyakinan. Mereka tidak meragukan janji Allah, tetapi mereka berdoa agar janji-janji tersebut (berupa kemenangan, pertolongan, dan surga yang disampaikan para rasul) direalisasikan untuk mereka. Ini adalah cara menunjukkan betapa besar harapan dan kepercayaan mereka kepada firman Allah.

Permintaan "janganlah Engkau hinakan kami" (lā tukhzinā) pada hari kiamat adalah permohonan agar aib dan dosa mereka ditutupi, serta agar mereka tidak termasuk golongan yang merugi dan terhina di hadapan seluruh makhluk. Penutup doa, "Sesungguhnya Engkau tidak pernah mengingkari janji," adalah pujian dan penegasan iman yang menguatkan doa itu sendiri. Ini mengajarkan kita untuk berdoa dengan keyakinan penuh, sambil memuji Allah atas sifat-sifat-Nya yang sempurna.

10. Doa Nabi Adam dan Hawa (QS. Al-A'raf: 23)

رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ

Rabbanā ẓalamnā anfusanā wa illam tagfir lanā wa tarḥamnā lanakūnanna minal-khāsirīn.

"Wahai Tuhan kami, kami telah menzalimi diri kami sendiri, dan jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya pastilah kami termasuk orang-orang yang merugi."

Konteks dan Makna Mendalam

Ini adalah doa pertama yang diajarkan Allah kepada manusia, yaitu Nabi Adam AS dan Hawa, setelah mereka melanggar larangan-Nya di surga. Doa ini adalah prototipe dari taubat yang tulus (taubatan nasuha). Kalimat ini mengandung tiga elemen penting. Pertama, pengakuan dosa yang tulus ("kami telah menzalimi diri kami sendiri"), tanpa mencari kambing hitam atau alasan. Mereka sadar bahwa dosa pada hakikatnya merugikan diri sendiri.

Kedua, permohonan ampunan dan rahmat ("jika Engkau tidak mengampuni dan merahmati kami"). Ini menunjukkan kesadaran bahwa hanya Allah yang bisa menghapus dosa dan menyelamatkan mereka. Ketiga, pengakuan atas konsekuensi buruk jika tidak diampuni ("pastilah kami termasuk orang-orang yang merugi"). Doa ini adalah pelajaran abadi tentang bagaimana cara bertaubat: akui kesalahan, mohon ampunan dengan tulus, dan sadari betapa besarnya kerugian jika tidak diampuni oleh Allah.

11. Doa Agar Dijauhkan dari Orang Zalim (QS. Al-A'raf: 47)

رَبَّنَا لَا تَجْعَلْنَا مَعَ الْقَوْمِ الظَّالِمِينَ

Rabbanā lā taj‘alnā ma‘al-qaumiẓ-ẓālimīn.

"Wahai Tuhan kami, janganlah Engkau tempatkan kami bersama-sama orang-orang yang zalim itu."

Konteks dan Makna Mendalam

Doa ini diucapkan oleh Ashabul A'raf, yaitu sekelompok orang yang amal baik dan buruknya seimbang, sehingga mereka berada di tempat tinggi antara surga dan neraka. Ketika pandangan mereka dialihkan ke arah penghuni neraka, mereka spontan berdoa memohon perlindungan agar tidak digolongkan bersama orang-orang zalim.

Doa ini sangat penting karena ia bukan hanya permohonan agar tidak disiksa bersama orang zalim, tetapi juga permohonan agar di dunia ini kita dijauhkan dari pergaulan, pemikiran, dan perbuatan zalim. Kezaliman bisa berupa syirik kepada Allah, menindas orang lain, atau menzalimi diri sendiri dengan maksiat. Berdoa agar tidak "bersama" (ma'a) mereka berarti meminta perlindungan dari lingkungan yang buruk dan pengaruh negatif yang bisa menyeret kita ke dalam kebinasaan. Ini adalah doa untuk menjaga integritas iman dan moral.

12. Doa Memohon Keputusan yang Adil (QS. Al-A'raf: 89)

رَبَّنَا افْتَحْ بَيْنَنَا وَبَيْنَ قَوْمِنَا بِالْحَقِّ وَأَنْتَ خَيْرُ الْفَاتِحِينَ

Rabbanaftaḥ bainanā wa baina qauminā bil-ḥaqqi wa anta khairul-fātiḥīn.

"Wahai Tuhan kami, berilah keputusan antara kami dan kaum kami dengan hak (adil) dan Engkaulah Pemberi keputusan yang sebaik-baiknya."

Konteks dan Makna Mendalam

Doa ini dipanjatkan oleh Nabi Syu'aib AS ketika kaumnya, penduduk Madyan, menolak dakwahnya dan mengancam akan mengusirnya. Setelah segala upaya dakwah tidak membuahkan hasil, Nabi Syu'aib menyerahkan perkaranya sepenuhnya kepada Allah. Ia memohon "keputusan" (fath) yang adil, yang akan memisahkan antara pihak yang benar dan yang salah.

Kata "fath" bisa berarti kemenangan, pertolongan, atau keputusan hukum. Dalam konteks ini, doa tersebut adalah permohonan agar Allah menunjukkan siapa yang berada di jalan kebenaran dengan cara-Nya yang paling adil. Ini adalah doa yang dipanjatkan ketika seseorang berada dalam posisi terzalimi atau ketika menghadapi konflik di mana dialog sudah buntu. Doa ini mengajarkan tawakal tingkat tinggi, meyakini bahwa Allah adalah "Pemberi Keputusan yang Sebaik-baiknya" (Khairul Fatihin).

13. Doa Nabi Musa Memohon Perlindungan (QS. Yunus: 85-86)

رَبَّنَا لَا تَجْعَلْنَا فِتْنَةً لِلْقَوْمِ الظَّالِمِينَ وَنَجِّنَا بِرَحْمَتِكَ مِنَ الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ

Rabbanā lā taj‘alnā fitnatal lil-qaumiẓ-ẓālimīn, wa najjinā biraḥmatika minal-qaumil-kāfirīn.

"Wahai Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan kami sasaran fitnah bagi kaum yang zalim, dan selamatkanlah kami dengan rahmat-Mu dari (tipu daya) orang-orang yang kafir."

Konteks dan Makna Mendalam

Doa ini diucapkan oleh para pengikut Nabi Musa AS yang beriman di tengah-tengah tekanan dan intimidasi dari Fir'aun dan para pengikutnya. Mereka bertawakal kepada Allah dan memanjatkan doa ini. Permintaan "jangan jadikan kami sasaran fitnah" memiliki makna yang dalam. Bisa berarti: (1) Jangan biarkan kami dikalahkan oleh mereka, sehingga mereka semakin sombong dan berkata, "Jika mereka benar, Tuhan mereka pasti menolong mereka." (2) Jangan biarkan kami disiksa oleh mereka hingga kami goyah imannya.

Doa ini pada intinya adalah permohonan agar keimanan mereka tidak menjadi bahan ujian yang terlalu berat. Mereka kemudian memohon keselamatan (najinā) secara fisik dan spiritual dari kaum kafir, dengan menyandarkan harapan hanya pada "rahmat Allah" (birahmatika). Ini menunjukkan bahwa keselamatan sejati dari segala bentuk kezaliman hanya datang dari kasih sayang Allah.

14. Doa Ashabul Kahfi (QS. Al-Kahfi: 10)

رَبَّنَا آتِنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً وَهَيِّئْ لَنَا مِنْ أَمْرِنَا رَشَدًا

Rabbanā ātinā mil ladunka raḥmataw wa hayyi' lanā min amrinā rasyadā.

"Wahai Tuhan kami, berikanlah rahmat kepada kami dari sisi-Mu dan sempurnakanlah bagi kami petunjuk yang lurus dalam urusan kami."

Konteks dan Makna Mendalam

Doa ini dipanjatkan oleh para pemuda Ashabul Kahfi ketika mereka melarikan diri dari kejaran raja yang zalim untuk menyelamatkan iman mereka. Mereka berlindung di dalam gua dan menyerahkan nasib mereka sepenuhnya kepada Allah. Doa ini sangat indah karena mereka tidak meminta hal-hal spesifik seperti makanan atau keamanan, melainkan dua hal yang paling fundamental.

Pertama, "rahmat dari sisi-Mu" (rahmatan min ladunka), yaitu rahmat khusus yang mencakup perlindungan, ketenangan, dan pertolongan ilahi. Kedua, "petunjuk yang lurus dalam urusan kami" (min amrinā rasyadā), yang berarti mereka memohon agar Allah membimbing setiap langkah mereka selanjutnya, memberikan solusi terbaik, dan menjadikan urusan mereka berakhir dengan kebaikan. Ini adalah doa yang sempurna untuk dibaca ketika kita menghadapi situasi yang sulit, tidak menentu, atau saat harus membuat keputusan penting.

15. Doa Agar Ditambahkan Ilmu (QS. Thaha: 114)

رَبِّ زِدْنِي عِلْمًا

Rabbi zidnī ‘ilmā.

"Wahai Tuhanku, tambahkanlah ilmu kepadaku."

Konteks dan Makna Mendalam

Meskipun doa ini diawali dengan "Rabbi" (Tuhanku) bukan "Rabbana" (Tuhan kami), ia sering dimasukkan dalam kumpulan doa-doa Qur'ani yang penting. Ini adalah perintah langsung dari Allah kepada Nabi Muhammad SAW untuk senantiasa memohon tambahan ilmu. Jika seorang Nabi yang paling berilmu saja diperintahkan untuk terus berdoa meminta ilmu, apalagi kita.

Doa ini sangat singkat namun maknanya luar biasa. Ia mengajarkan bahwa proses belajar tidak pernah berhenti. "Ilmu" di sini mencakup segala pengetahuan yang bermanfaat, baik ilmu agama maupun ilmu dunia, yang mendekatkan diri kepada Allah dan membawa maslahat bagi manusia. Doa ini adalah pengakuan bahwa sumber segala ilmu adalah Allah, dan kita sebagai manusia harus selalu merasa haus akan pengetahuan dan rendah hati untuk terus belajar sepanjang hayat.

16. Doa Agar Diterima Amal Ibadah (QS. Al-Baqarah: 127)

رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّا ۖ إِنَّكَ أَنْتَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ

Rabbanā taqabbal minnā, innaka antas-samī‘ul-‘alīm.

"Wahai Tuhan kami, terimalah dari kami (amalan kami), sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui."

Konteks dan Makna Mendalam

Doa agung ini dipanjatkan oleh Nabi Ibrahim AS dan putranya, Nabi Ismail AS, setelah mereka selesai meninggikan fondasi Ka'bah. Meskipun mereka telah melakukan amal yang sangat mulia atas perintah Allah, mereka tidak merasa sombong atau puas diri. Sebaliknya, mereka menutup amal tersebut dengan doa yang penuh kerendahan hati, memohon agar amal mereka diterima.

Ini adalah pelajaran penting bagi kita. Setelah melakukan ibadah atau perbuatan baik, jangan pernah merasa bahwa amal itu pasti diterima. Kita harus selalu mengiringinya dengan doa, memohon keridhaan Allah. Penyebutan sifat Allah "As-Sami'" (Maha Mendengar) dan "Al-'Alim" (Maha Mengetahui) menunjukkan keyakinan bahwa Allah mendengar doa mereka dan mengetahui ketulusan niat di dalam hati mereka. Doa ini sangat dianjurkan untuk dibaca setelah menyelesaikan ibadah apa pun.

17. Doa Agar Dijadikan Muslim yang Tunduk (QS. Al-Baqarah: 128)

رَبَّنَا وَاجْعَلْنَا مُسْلِمَيْنِ لَكَ وَمِنْ ذُرِّيَّتِنَا أُمَّةً مُسْلِمَةً لَكَ وَأَرِنَا مَنَاسِكَنَا وَتُبْ عَلَيْنَا ۖ إِنَّكَ أَنْتَ التَّوَّابُ الرَّحِيمُ

Rabbanā waj‘alnā muslimaini laka wa min żurriyyatinā ummatam muslimatal laka wa arinā manāsikanā wa tub ‘alainā, innaka antat-tawwābur-raḥīm.

"Wahai Tuhan kami, jadikanlah kami berdua orang yang tunduk patuh kepada Engkau dan (jadikanlah) di antara anak cucu kami umat yang tunduk patuh kepada Engkau dan tunjukkanlah kepada kami cara-cara dan tempat-tempat ibadah haji kami, dan terimalah taubat kami. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang."

Konteks dan Makna Mendalam

Melanjutkan doa Nabi Ibrahim dan Ismail, doa ini menunjukkan visi mereka yang jauh ke depan. Mereka tidak hanya berdoa untuk diri sendiri, tetapi juga untuk generasi setelahnya. Permintaan "jadikanlah kami muslimaini laka" (dua orang yang berserah diri kepada-Mu) adalah permohonan istiqamah dalam keislaman yang sejati. Mereka juga berdoa untuk keturunan mereka agar menjadi "ummatan muslimatan" (umat yang berserah diri).

Permintaan untuk ditunjukkan "manasik" (tata cara ibadah) menunjukkan semangat mereka untuk beribadah dengan benar sesuai petunjuk Allah. Terakhir, mereka memohon ampunan (taubat), sebuah tanda kerendahan hati yang luar biasa dari dua nabi mulia. Doa ini mengajarkan pentingnya kepedulian terhadap kesalehan generasi penerus dan semangat untuk selalu memperbaiki kualitas ibadah.

18. Doa Agar Diberi Hikmah (QS. Asy-Syu'ara: 83-85)

رَبِّ هَبْ لِي حُكْمًا وَأَلْحِقْنِي بِالصَّالِحِينَ وَاجْعَلْ لِي لِسَانَ صِدْقٍ فِي الْآخِرِينَ وَاجْعَلْنِي مِنْ وَرَثَةِ جَنَّةِ النَّعِيمِ

Rabbi hab lī ḥukmaw wa al-ḥiqnī biṣ-ṣāliḥīn, waj‘al lī lisāna ṣidqin fil-ākhirīn, waj‘alnī miw waraṡati jannatin-na‘īm.

"Ya Tuhanku, berikanlah kepadaku hikmah dan masukkanlah aku ke dalam golongan orang-orang yang saleh, dan jadikanlah aku buah tutur yang baik bagi orang-orang (yang datang) kemudian, dan jadikanlah aku termasuk orang-orang yang mewarisi surga yang penuh kenikmatan."

Konteks dan Makna Mendalam

Ini adalah doa komprehensif yang dipanjatkan oleh Nabi Ibrahim AS. Dimulai dengan "Rabbi," doa ini mencakup permohonan kebaikan di dunia dan akhirat. Pertama, ia memohon "hukm" yang bisa berarti hikmah, ilmu, atau kemampuan untuk memutuskan perkara dengan adil. Kedua, ia berdoa agar digolongkan bersama orang-orang saleh (alhiqni bish sholihin), menunjukkan kerinduannya untuk selalu berada dalam komunitas kebaikan.

Ketiga, permohonan yang unik: "jadikanlah aku buah tutur yang baik" (lisāna shidqin). Ini adalah doa agar ia dikenang dengan baik oleh generasi-generasi setelahnya, bukan karena popularitas, tetapi karena kebenaran dan keteladanan yang ia wariskan. Terakhir, tujuan utamanya adalah menjadi pewaris surga. Doa ini mengajarkan kita untuk memiliki cita-cita yang luhur, baik dalam hal ilmu, pergaulan, warisan nama baik, maupun tujuan akhirat.

19. Doa Nabi Zakaria Memohon Keturunan (QS. Ali 'Imran: 38)

رَبِّ هَبْ لِي مِنْ لَدُنْكَ ذُرِّيَّةً طَيِّبَةً ۖ إِنَّكَ سَمِيعُ الدُّعَاءِ

Rabbi hab lī mil ladunka żurriyyatan ṭayyibah, innaka samī‘ud-du‘ā'.

"Ya Tuhanku, berilah aku dari sisi Engkau seorang anak yang baik. Sesungguhnya Engkau Maha Pendengar doa."

Konteks dan Makna Mendalam

Nabi Zakaria AS memanjatkan doa ini di usianya yang sudah sangat senja dan istrinya mandul. Doa ini diucapkan setelah ia menyaksikan karomah yang Allah berikan kepada Maryam, di mana Maryam selalu mendapatkan rezeki (buah-buahan) yang tidak semestinya ada di mihrabnya. Melihat kekuasaan Allah yang tak terbatas, hatinya tergerak untuk memohon sesuatu yang menurut ukuran manusia mustahil.

Ia tidak hanya meminta anak (dzurriyyah), tetapi "anak yang baik" (thayyibah), yang saleh dan meneruskan perjuangan dakwah. Penutup doa "Sesungguhnya Engkau Maha Pendengar doa" adalah bentuk keyakinan total bahwa tidak ada yang mustahil bagi Allah dan Dia mendengar setiap bisikan hati hamba-Nya. Doa ini mengajarkan kita untuk tidak pernah putus asa dari rahmat Allah, bahkan dalam situasi yang paling mustahil sekalipun, dan untuk selalu meminta kualitas, bukan hanya kuantitas.

20. Doa Agar Terhindar dari Godaan Setan (QS. Al-Mu'minun: 97-98)

رَبِّ أَعُوذُ بِكَ مِنْ هَمَزَاتِ الشَّيَاطِينِ وَأَعُوذُ بِكَ رَبِّ أَنْ يَحْضُرُونِ

Rabbi a‘ūżu bika min hamazātisy-syayāṭīn, wa a‘ūżu bika rabbi ay yaḥḍurūn.

"Ya Tuhanku, aku berlindung kepada Engkau dari bisikan-bisikan setan. Dan aku berlindung (pula) kepada Engkau ya Tuhanku, dari kedatangan mereka kepadaku."

Konteks dan Makna Mendalam

Ini adalah doa perlindungan yang sangat kuat yang diajarkan Allah kepada Nabi Muhammad SAW. "Hamazāt" berarti bisikan, hasutan, atau provokasi jahat dari setan yang bisa memicu amarah, was-was, atau keinginan untuk berbuat maksiat. Doa ini memohon perlindungan dari sumber kejahatan itu sendiri.

Permohonan kedua lebih dalam lagi: berlindung dari "kehadiran mereka" (an yahdhurūn). Ini berarti memohon agar setan tidak hanya gagal menggoda, tetapi bahkan tidak bisa mendekat sama sekali, baik dalam ibadah, pekerjaan, maupun dalam sakaratul maut. Doa ini mengajarkan kita untuk selalu waspada terhadap musuh yang tak terlihat ini dan menyadari bahwa satu-satunya benteng pertahanan kita adalah perlindungan dari Allah SWT.

21. Doa Mensyukuri Nikmat (QS. Al-Ahqaf: 15)

رَبِّ أَوْزِعْنِي أَنْ أَشْكُرَ نِعْمَتَكَ الَّتِي أَنْعَمْتَ عَلَيَّ وَعَلَىٰ وَالِدَيَّ وَأَنْ أَعْمَلَ صَالِحًا تَرْضَاهُ وَأَصْلِحْ لِي فِي ذُرِّيَّتِي ۖ إِنِّي تُبْتُ إِلَيْكَ وَإِنِّي مِنَ الْمُسْلِمِينَ

Rabbi auzi'nī an asykura ni'matakal-latī an'amta 'alayya wa 'alā wālidayya wa an a'mala ṣāliḥan tarḍāh(u), wa aṣliḥ lī fī żurriyyatī, innī tubtu ilaika wa innī minal-muslimīn.

"Ya Tuhanku, berilah aku petunjuk agar aku dapat mensyukuri nikmat-Mu yang telah Engkau limpahkan kepadaku dan kepada kedua orang tuaku dan agar aku dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau ridai; dan berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri."

Konteks dan Makna Mendalam

Ini adalah doa yang sangat lengkap, dianjurkan untuk dibaca oleh seseorang yang telah mencapai usia 40 tahun, usia kematangan. Doa ini mencakup semua aspek penting kehidupan seorang Muslim. Pertama, memohon ilham untuk bisa bersyukur (auzi'nī), karena syukur pun adalah hidayah dari Allah. Rasa syukur itu ditujukan atas nikmat untuk diri sendiri dan untuk kedua orang tua, sebuah pengakuan atas jasa mereka.

Kedua, memohon agar bisa beramal saleh yang diridai Allah, bukan sekadar beramal. Ketiga, memohon kesalehan untuk keturunan (ashlih lī fī dzurriyyatī), menunjukkan tanggung jawab orang tua. Doa ini ditutup dengan pernyataan taubat dan penegasan identitas sebagai seorang Muslim. Ini adalah doa introspeksi, rasa syukur, dan komitmen untuk menjadi lebih baik bagi diri sendiri, keluarga, dan di hadapan Allah.

22. Doa Agar Diberi Tempat yang Berkah (QS. Al-Mu'minun: 29)

رَبِّ أَنْزِلْنِي مُنْزَلًا مُبَارَكًا وَأَنْتَ خَيْرُ الْمُنْزِلِينَ

Rabbi anzilnī munzalam mubārakaw wa anta khairul-munzilīn.

"Ya Tuhanku, tempatkanlah aku pada tempat yang diberkahi, dan Engkau adalah sebaik-baik pemberi tempat."

Konteks dan Makna Mendalam

Doa ini diajarkan Allah kepada Nabi Nuh AS untuk dibaca ketika kapalnya telah berlabuh dengan selamat setelah banjir besar. Namun, makna doa ini bersifat universal. Ia bisa dibaca ketika memasuki rumah baru, memulai pekerjaan baru, tiba di kota baru, atau memulai fase baru dalam kehidupan.

Permintaan "tempat yang diberkahi" (munzalan mubarakan) tidak hanya berarti tempat yang aman dan nyaman secara fisik. Keberkahan (barakah) berarti adanya kebaikan ilahi yang terus bertambah di tempat tersebut. Tempat yang berkah adalah tempat yang di dalamnya kita bisa lebih taat kepada Allah, keluarga menjadi harmonis, rezeki menjadi halal, dan membawa ketenangan jiwa. Doa ini adalah permohonan agar setiap persinggahan kita di dunia ini dipenuhi dengan kebaikan dan ridha Allah.

23. Doa Memohon Ampunan Untuk Orang Tua (QS. Ibrahim: 41)

رَبَّنَا اغْفِرْ لِي وَلِوَالِدَيَّ وَلِلْمُؤْمِنِينَ يَوْمَ يَقُومُ الْحِسَابُ

Rabbanagfir lī wa liwālidayya wa lil-mu'minīna yauma yaqūmul-ḥisāb.

"Wahai Tuhan kami, ampunilah aku dan kedua ibu bapakku dan semua orang-orang mukmin pada hari terjadinya hisab (hari kiamat)."

Konteks dan Makna Mendalam

Ini adalah salah satu doa Nabi Ibrahim AS yang menunjukkan keluasan hatinya. Setelah berdoa untuk kebaikan duniawi (menjadikan Mekkah negeri yang aman), ia menutupnya dengan doa untuk akhirat. Doa ini memiliki tiga cakupan. Pertama, ia memohon ampunan untuk dirinya sendiri (lī), menunjukkan bahwa setiap orang, bahkan seorang nabi, butuh ampunan.

Kedua, ia mendoakan kedua orang tuanya (liwālidayya), sebuah bukti bakti seorang anak. Ketiga, dan ini yang luar biasa, ia mendoakan seluruh orang beriman (lil mu'minīn), lintas generasi hingga hari kiamat. Ini mengajarkan kita tentang pentingnya ukhuwah islamiyah dan kepedulian terhadap sesama mukmin. Doa ini adalah investasi akhirat yang tak ternilai, karena setiap kali kita membacanya, kita mendoakan jutaan Muslim dan semoga kita juga didoakan oleh mereka.

24. Doa Agar Diberi Pasangan dan Keturunan yang Menyenangkan Hati (QS. Al-Furqan: 74)

رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا

Rabbanā hab lanā min azwājinā wa żurriyyātinā qurrata a‘yuniw waj‘alnā lil-muttaqīna imāmā.

"Wahai Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami pasangan kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami pemimpin bagi orang-orang yang bertakwa."

Konteks dan Makna Mendalam

Doa ini adalah salah satu ciri dari 'Ibadurrahman (hamba-hamba Allah Yang Maha Pengasih) yang dijelaskan dalam Surah Al-Furqan. Ini adalah doa untuk kebahagiaan keluarga yang berlandaskan ketakwaan. "Qurrata a'yun" secara harfiah berarti "penyejuk pandangan mata". Ini adalah istilah yang menggambarkan kebahagiaan dan kebanggaan yang mendalam saat melihat pasangan dan anak-anak taat kepada Allah.

Permintaan kedua, "jadikanlah kami pemimpin bagi orang-orang yang bertakwa" (waj'alnā lil muttaqīna imāmā), bukanlah permintaan untuk menjadi penguasa. Ini adalah cita-cita luhur untuk menjadi teladan dalam kebaikan, sehingga keluarga kita menjadi contoh bagi keluarga lain dalam hal ketakwaan. Ini adalah doa untuk membangun keluarga yang tidak hanya saleh secara individual, tetapi juga menjadi agen kebaikan di tengah masyarakat.

25. Doa Agar Diberi Rahmat dan Ampunan (QS. Al-Mu'minun: 109)

رَبَّنَا آمَنَّا فَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا وَأَنْتَ خَيْرُ الرَّاحِمِينَ

Rabbanā āmannā fagfir lanā warḥamnā wa anta khairur-rāḥimīn.

"Wahai Tuhan kami, kami telah beriman, maka ampunilah kami dan berilah kami rahmat dan Engkau adalah Pemberi rahmat yang paling baik."

Konteks dan Makna Mendalam

Ayat ini mengisahkan tentang orang-orang mukmin di dunia yang sering diejek oleh orang-orang kafir karena keimanan mereka. Di akhirat, Allah mengingatkan para pengejek itu tentang doa yang selalu dipanjatkan oleh orang-orang mukmin ini. Doa ini mirip dengan doa di Surah Ali 'Imran, namun dengan penekanan yang berbeda.

Mereka menjadikan iman sebagai landasan permohonan ampunan (maghfirah) dan rahmat. Yang membedakan adalah penutupnya: "wa anta khairur-rāḥimīn" (dan Engkau adalah sebaik-baik Pemberi rahmat). Ini adalah pujian tertinggi kepada Allah, mengakui bahwa rahmat dari sumber lain tidak ada apa-apanya dibandingkan rahmat Allah. Ini mengajarkan bahwa dalam menghadapi cemoohan dan ujian karena iman, senjata utama seorang mukmin adalah kembali kepada Allah, memohon ampunan dan rahmat-Nya dengan keyakinan penuh.

26. Doa Agar Disempurnakan Cahaya (QS. At-Tahrim: 8)

رَبَّنَا أَتْمِمْ لَنَا نُورَنَا وَاغْفِرْ لَنَا ۖ إِنَّكَ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ

Rabbanā atmim lanā nūranā wagfir lanā, innaka ‘alā kulli syai'in qadīr.

"Wahai Tuhan kami, sempurnakanlah untuk kami cahaya kami dan ampunilah kami; Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu."

Konteks dan Makna Mendalam

Doa ini dipanjatkan oleh orang-orang beriman pada hari kiamat. Pada hari itu, setiap mukmin akan diberi cahaya sesuai dengan kadar amal mereka, yang akan menerangi jalan mereka saat melintasi jembatan (shirat) di atas neraka. Dalam suasana yang gelap gulita itu, mereka melihat cahaya orang-orang munafik padam. Khawatir cahaya mereka juga akan padam, mereka berdoa kepada Allah.

Permintaan "sempurnakanlah cahaya kami" (atmim lanā nūranā) adalah permohonan agar cahaya iman dan amal saleh yang mereka bawa dari dunia cukup untuk mengantarkan mereka dengan selamat sampai ke surga. Mereka juga memohon ampunan, karena mereka sadar bahwa dosa-dosa bisa mengurangi atau bahkan memadamkan cahaya tersebut. Doa ini mengajarkan kita untuk selalu memohon agar iman kita dijaga dan disempurnakan oleh Allah hingga akhir perjalanan kita di akhirat.

27. Doa Nabi Ibrahim Saat Membangun Mekkah (QS. Ibrahim: 37)

رَبَّنَا إِنِّي أَسْكَنْتُ مِنْ ذُرِّيَّتِي بِوَادٍ غَيْرِ ذِي زَرْعٍ عِنْدَ بَيْتِكَ الْمُحَرَّمِ رَبَّنَا لِيُقِيمُوا الصَّلَاةَ فَاجْعَلْ أَفْئِدَةً مِنَ النَّاسِ تَهْوِي إِلَيْهِمْ وَارْزُقْهُمْ مِنَ الثَّمَرَاتِ لَعَلَّهُمْ يَشْكُرُونَ

Rabbanā innī askantu min żurriyyatī biwādin gairi żī zar‘in ‘inda baitikal-muḥarrami rabbanā liyuqīmuṣ-ṣalāta faj‘al af'idatam minan-nāsi tahwī ilaihim warzuqhum minaṡ-ṡamarāti la‘allahum yasykurūn.

"Wahai Tuhan kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati. Wahai Tuhan kami, (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rezekilah mereka dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur."

Konteks dan Makna Mendalam

Ini adalah doa tulus Nabi Ibrahim AS ketika ia meninggalkan istrinya Hajar dan putranya Ismail di lembah Mekkah yang tandus, atas perintah Allah. Doa ini menunjukkan prioritas utamanya. Ia menjelaskan kepada Allah bahwa tujuannya menempatkan mereka di sana adalah "agar mereka mendirikan shalat" (liyuqīmush-shalāh). Ini menegaskan bahwa tujuan utama kehidupan adalah ibadah.

Setelah menetapkan tujuan spiritual, barulah ia memohon kebutuhan duniawi. Ia tidak meminta semua hati manusia, tapi "hati sebagian manusia" (af'idatan minan-nās) untuk cenderung kepada mereka, agar mereka tidak kesepian. Lalu ia memohon rezeki berupa "buah-buahan" (ats-tsamarāt) di lembah yang mustahil ditanami, menunjukkan keyakinan penuh pada kekuasaan Allah. Doa ini ditutup dengan tujuan akhir dari rezeki, yaitu "agar mereka bersyukur". Ini adalah masterclass dalam berdoa: menetapkan niat lillahi ta'ala, lalu memohon sarana, dan mengarahkan hasil akhir untuk bersyukur.

28. Doa Agar Diberi Kesabaran (QS. Al-A'raf: 126)

رَبَّنَا أَفْرِغْ عَلَيْنَا صَبْرًا وَتَوَفَّنَا مُسْلِمِينَ

Rabbanā afrig ‘alainā ṣabraw wa tawaffanā muslimīn.

"Wahai Tuhan kami, limpahkanlah kesabaran kepada kami dan wafatkanlah kami dalam keadaan berserah diri (kepada-Mu)."

Konteks dan Makna Mendalam

Doa ini dipanjatkan oleh para penyihir Fir'aun yang baru saja beriman kepada Nabi Musa AS. Setelah mereka dikalahkan oleh mukjizat Nabi Musa, mereka langsung bersujud dan menyatakan keimanan. Fir'aun marah besar dan mengancam akan menyalib dan memotong tangan dan kaki mereka secara bersilangan. Menghadapi ancaman siksaan yang mengerikan, iman mereka tidak goyah.

Mereka memanjatkan doa ini, memohon "kesabaran yang melimpah" (afrigh 'alainā shabran) agar mampu menahan siksaan fisik yang akan datang. Permintaan pamungkas mereka adalah "wafatkanlah kami dalam keadaan berserah diri" (tawaffanā muslimīn). Mereka tidak meminta untuk diselamatkan dari siksaan, tetapi meminta agar diwafatkan dalam kondisi iman yang kokoh. Ini adalah bukti iman yang luar biasa, di mana menjaga akidah hingga akhir hayat jauh lebih berharga daripada keselamatan fisik.

29. Doa Memohon Rahmat Allah (QS. Al-Isra: 24)

رَبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيرًا

Rabbirḥamhumā kamā rabbayānī ṣagīrā.

"Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil."

Konteks dan Makna Mendalam

Doa yang sangat populer ini adalah perintah Allah kepada setiap anak untuk mendoakan kedua orang tuanya. Konteks ayat ini adalah perintah untuk berbakti (birrul walidain). Doa ini menjadi puncak dari adab kepada orang tua. Kita memohon kepada Allah agar memberikan rahmat-Nya kepada mereka, sebagai balasan atas kasih sayang dan pengorbanan mereka dalam membesarkan kita.

Frasa "sebagaimana mereka mendidikku waktu kecil" (kamā rabbayānī shaghīrā) adalah pengingat yang kuat akan jasa orang tua. Saat kita kecil, kita lemah dan tak berdaya, dan mereka merawat kita dengan penuh cinta. Sekarang, ketika mereka mungkin sudah tua dan lemah, giliran kita untuk merawat dan mendoakan mereka. Doa ini adalah ekspresi terima kasih, bakti, dan permohonan balasan terbaik dari Allah untuk orang tua kita.

30. Doa Agar Dimasukkan ke Tempat yang Baik (QS. Al-Isra: 80)

رَبِّ أَدْخِلْنِي مُدْخَلَ صِدْقٍ وَأَخْرِجْنِي مُخْرَجَ صِدْقٍ وَاجْعَلْ لِي مِنْ لَدُنْكَ سُلْطَانًا نَصِيرًا

Rabbi adkhilnī mudkhala ṣidqiw wa akhrijnī mukhraja ṣidqiw waj‘al lī mil ladunka sulṭānan naṣīrā.

"Ya Tuhanku, masukkanlah aku secara masuk yang benar dan keluarkanlah (pula) aku secara keluar yang benar dan berikanlah kepadaku dari sisi Engkau kekuasaan yang menolong."

Konteks dan Makna Mendalam

Doa ini diajarkan kepada Nabi Muhammad SAW, kemungkinan besar saat menjelang hijrah dari Mekkah ke Madinah. Ini adalah doa untuk transisi. "Masuk yang benar" (mudkhala shidqin) berarti meminta agar permulaan suatu urusan (seperti memasuki kota Madinah, memulai proyek, atau menempati posisi baru) dilandasi dengan niat yang tulus, cara yang benar, dan membawa kebaikan.

"Keluar yang benar" (mukhraja shidqin) berarti meminta agar akhir dari suatu urusan (seperti meninggalkan Mekkah, menyelesaikan tugas) juga dilakukan dengan baik, terhormat, dan tanpa meninggalkan masalah. Permintaan "kekuasaan yang menolong" (sulthānan nashīrā) bukanlah kekuasaan politik, melainkan hujjah yang kuat, pertolongan, dan kekuatan dari Allah yang membantu dalam menjalankan kebenaran. Ini adalah doa yang sempurna untuk setiap awal dan akhir dari urusan penting dalam hidup.

31. Doa Agar Dilapangkan Dada (QS. Thaha: 25-28)

رَبِّ اشْرَحْ لِي صَدْرِي وَيَسِّرْ لِي أَمْرِي وَاحْلُلْ عُقْدَةً مِنْ لِسَانِي يَفْقَهُوا قَوْلِي

Rabbisyraḥ lī ṣadrī, wa yassir lī amrī, waḥlul ‘uqdatam mil lisānī, yafqahū qaulī.

"Ya Tuhanku, lapangkanlah untukku dadaku, dan mudahkanlah untukku urusanku, dan lepaskanlah kekakuan dari lidahku, supaya mereka mengerti perkataanku."

Konteks dan Makna Mendalam

Ini adalah doa Nabi Musa AS ketika diperintahkan Allah untuk menghadapi Fir'aun. Ia menyadari betapa berat tugas yang diembannya. Doa ini menunjukkan urutan prioritas yang cerdas. Pertama, ia memohon "kelapangan dada" (syarḥ al-ṣadr), yaitu ketenangan batin, kesabaran, dan keberanian untuk menghadapi tekanan. Ini adalah modal utama. Kedua, "kemudahan urusan" (taysīr al-amr), agar Allah menghilangkan rintangan-rintangan dalam misinya.

Ketiga, ia memohon "dilepaskan kekakuan lidah" (ḥall al-'uqdah min al-lisān). Sejarah menyebutkan Nabi Musa memiliki sedikit kendala dalam berbicara. Namun, ini juga bisa bermakna memohon kefasihan dan kejelasan dalam menyampaikan argumen agar pesannya "dipahami" (yafqahū qaulī) oleh audiens. Ini adalah doa yang sangat relevan bagi siapa saja yang akan menghadapi tugas berat, presentasi, negosiasi, atau dakwah.

32. Doa Agar Dijauhkan dari Neraka Jahannam (QS. Al-Furqan: 65)

رَبَّنَا اصْرِفْ عَنَّا عَذَابَ جَهَنَّمَ ۖ إِنَّ عَذَابَهَا كَانَ غَرَامًا

Rabbanaṣrif ‘annā ‘ażāba jahannam, inna ‘ażābahā kāna garāmā.

"Wahai Tuhan kami, jauhkanlah azab Jahannam dari kami, sesungguhnya azabnya itu adalah kebinasaan yang kekal."

Konteks dan Makna Mendalam

Satu lagi doa dari 'Ibadurrahman (hamba-hamba pilihan Allah). Meskipun mereka adalah orang-orang yang taat, mereka sangat takut akan azab neraka. Kata "ishrif" berarti "palingkan" atau "jauhkan", seolah-olah memohon agar azab itu tidak pernah mendekat atau bahkan mengarah kepada mereka.

Mereka menyertakan alasan mengapa mereka begitu takut, yaitu karena azabnya adalah "gharāmā", yang berarti sesuatu yang melekat erat, tidak terpisahkan, dan menjadi kebinasaan yang permanen. Doa ini menunjukkan bahwa rasa takut (khauf) kepada Allah dan azab-Nya adalah ciri orang bertakwa. Rasa takut inilah yang mendorong mereka untuk terus beramal saleh dan menjauhi maksiat, bukan karena merasa sudah aman.

33. Doa Iman yang Sempurna (QS. Al-Mumtahanah: 4)

رَبَّنَا عَلَيْكَ تَوَكَّلْنَا وَإِلَيْكَ أَنَبْنَا وَإِلَيْكَ الْمَصِيرُ

Rabbanā ‘alaika tawakkalnā wa ilaika anabnā wa ilaikal-maṣīr.

"Wahai Tuhan kami, hanya kepada Engkaulah kami bertawakal dan hanya kepada Engkaulah kami bertaubat dan hanya kepada Engkaulah kami kembali."

Konteks dan Makna Mendalam

Doa ini merupakan bagian dari ucapan Nabi Ibrahim AS dan para pengikutnya ketika mereka berlepas diri dari kaumnya yang musyrik. Kalimat ini merangkum tiga pilar utama hubungan seorang hamba dengan Tuhannya. Pertama, "Tawakal" ('alaika tawakkalnā), yaitu penyerahan diri dan penyandaran segala urusan hanya kepada Allah setelah berusaha.

Kedua, "Inabah" (ilaika anabnā), yang berarti kembali kepada Allah dengan taubat dan ketaatan. Ini adalah proses perbaikan diri yang terus-menerus. Ketiga, "Mashīr" (ilaikal-mashīr), yaitu keyakinan penuh bahwa tempat kembali terakhir adalah kepada Allah. Ini adalah pengakuan akan adanya hari akhir dan pertanggungjawaban. Doa ini adalah deklarasi iman yang total dan komprehensif.

34. Doa Agar Tidak Menjadi Ujian Bagi Orang Kafir (QS. Al-Mumtahanah: 5)

رَبَّنَا لَا تَجْعَلْنَا فِتْنَةً لِلَّذِينَ كَفَرُوا وَاغْفِرْ لَنَا رَبَّنَا ۖ إِنَّكَ أَنْتَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ

Rabbanā lā taj‘alnā fitnatal lillażīna kafarū wagfir lanā rabbanā, innaka antal-‘azīzul-ḥakīm.

"Wahai Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan kami (sasaran) fitnah bagi orang-orang kafir. Dan ampunilah kami wahai Tuhan kami. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana."

Konteks dan Makna Mendalam

Melanjutkan doa Nabi Ibrahim dan pengikutnya, doa ini mirip dengan doa pengikut Nabi Musa, namun dengan fokus yang sedikit berbeda. Memohon agar tidak menjadi "fitnah" bagi orang kafir bisa berarti: jangan biarkan kami kalah atau menderita di tangan mereka, sehingga mereka mengira bahwa mereka berada di atas kebenaran. Atau bisa juga berarti: jangan Engkau uji kami dengan cara membuat mereka berkuasa atas kami, yang dapat menggoyahkan iman kami.

Mereka kemudian memohon ampunan, menyadari bahwa musibah bisa jadi datang karena dosa-dosa mereka. Penutup doa dengan sifat Allah "Al-'Aziz" (Maha Perkasa) dan "Al-Hakim" (Maha Bijaksana) adalah pengakuan bahwa Allah memiliki kekuatan untuk melindungi mereka dan segala ketetapan-Nya pasti mengandung hikmah.

35. Doa Pengakuan Iman dan Mohon Disaksikan (QS. Ali 'Imran: 53)

رَبَّنَا آمَنَّا بِمَا أَنْزَلْتَ وَاتَّبَعْنَا الرَّسُولَ فَاكْتُبْنَا مَعَ الشَّاهِدِينَ

Rabbanā āmannā bimā anzalta wattaba‘nar-rasūla faktubnā ma‘asy-syāhidīn.

"Wahai Tuhan kami, kami telah beriman kepada apa yang telah Engkau turunkan dan telah kami ikuti rasul, karena itu masukkanlah kami ke dalam golongan orang-orang yang menjadi saksi (tentang keesaan Allah)."

Konteks dan Makna Mendalam

Doa ini dipanjatkan oleh Hawariyyun, para pengikut setia Nabi Isa AS. Ketika Nabi Isa merasakan pengingkaran dari Bani Israil, ia bertanya, "Siapakah yang akan menjadi penolongku (untuk menegakkan agama) Allah?" Para Hawariyyun menjawab, "Kamilah penolong-penolong (agama) Allah." Kemudian mereka memanjatkan doa ini.

Doa ini adalah sebuah ikrar. Mereka menyatakan dua hal: iman kepada wahyu ("bimā anzalta") dan ketaatan kepada rasul ("wattaba'nar-rasūl"). Ini adalah dua pilar keislaman: Al-Qur'an dan Sunnah. Permintaan mereka adalah "faktubnā ma'asy-syāhidīn", agar nama mereka dicatat bersama orang-orang yang menjadi saksi atas kebenaran risalah para nabi dan keesaan Allah. Ini adalah doa untuk diakui keimanannya dan digolongkan bersama para pembela kebenaran.

36. Doa Agar Terhindar dari Tipu Daya (QS. An-Nisa: 75)

رَبَّنَا أَخْرِجْنَا مِنْ هَٰذِهِ الْقَرْيَةِ الظَّالِمِ أَهْلُهَا وَاجْعَل لَنَا مِنْ لَدُنْكَ وَلِيًّا وَاجْعَل لَنَا مِنْ لَدُنْكَ نَصِيرًا

Rabbanā akhrijnā min hāżihil-qaryatiẓ-ẓālimi ahluhā waj‘al lanā mil ladunka waliyyaw waj‘al lanā mil ladunka naṣīrā.

"Wahai Tuhan kami, keluarkanlah kami dari negeri ini (Mekah) yang zalim penduduknya dan berilah kami pelindung dari sisi Engkau, dan berilah kami penolong dari sisi Engkau!"

Konteks dan Makna Mendalam

Ayat ini menggambarkan doa kaum Muslimin yang lemah (mustadh'afin) di Mekkah yang tertindas dan tidak bisa hijrah. Mereka memohon kepada Allah tiga hal. Pertama, agar dikeluarkan dari lingkungan yang zalim. Ini menunjukkan bahwa lingkungan yang buruk dapat merusak iman dan jiwa, sehingga keluar darinya adalah sebuah kebutuhan.

Kedua dan ketiga, mereka memohon "waliyyan" (pelindung) dan "nashīran" (penolong) yang datang langsung "dari sisi-Mu" (min ladunka). Ini menunjukkan kepasrahan total. Seorang pelindung (wali) mengurus urusan dan menjaga, sedangkan seorang penolong (nashir) memberikan bantuan dan kemenangan. Doa ini adalah seruan bagi mereka yang merasa tertindas dan terisolasi, memohon pertolongan dan perlindungan langsung dari Allah.

37. Doa Melawan Hawa Nafsu (QS. Yusuf: 53)

إِنَّ النَّفْسَ لَأَمَّارَةٌ بِالسُّوءِ إِلَّا مَا رَحِمَ رَبِّي

Innan-nafsa la'ammāratum bis-sū'i illā mā raḥima rabbī.

"Karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku."

Konteks dan Makna Mendalam

Meskipun ini bukan doa yang diawali "Rabbana", ini adalah pengakuan iman yang mendalam dari lisan istri Al-Aziz (atau Nabi Yusuf menurut tafsir lain) setelah kebenaran terungkap. Kalimat ini mengakui kekuatan hawa nafsu ("an-nafs") yang cenderung mendorong pada keburukan ("ammāratun bis-sū'").

Namun, yang terpenting adalah pengecualiannya: "kecuali yang diberi rahmat oleh Tuhanku". Ini adalah sebuah pelajaran tauhid yang luar biasa. Manusia tidak akan bisa mengalahkan hawa nafsunya dengan kekuatannya sendiri. Hanya dengan rahmat dan pertolongan Allah, seseorang bisa mengendalikan nafsunya dan terhindar dari kejahatan. Kalimat ini mengajarkan kita untuk tidak pernah sombong merasa mampu mengendalikan diri, dan harus selalu memohon rahmat Allah untuk menjaga kita dari keburukan jiwa kita sendiri.

38. Doa Agar Diberi Rumah di Surga (QS. At-Tahrim: 11)

رَبِّ ابْنِ لِي عِنْدَكَ بَيْتًا فِي الْجَنَّةِ وَنَجِّنِي مِنْ فِرْعَوْنَ وَعَمَلِهِ وَنَجِّنِي مِنَ الْقَوْمِ الظَّالِمِينَ

Rabbibni lī ‘indaka baitan fil-jannati wa najjinī min fir‘auna wa ‘amalihī wa najjinī minal-qaumiẓ-ẓālimīn.

"Ya Tuhanku, bangunkanlah untukku sebuah rumah di sisi-Mu dalam surga, dan selamatkanlah aku dari Fir'aun dan perbuatannya, dan selamatkanlah aku dari kaum yang zalim."

Konteks dan Makna Mendalam

Ini adalah doa Asiyah, istri Fir'aun, seorang wanita beriman yang hidup di tengah pusat kekufuran dan kezaliman terbesar. Ketika keimanannya terbongkar, ia disiksa dengan kejam oleh suaminya sendiri. Di puncak penderitaannya, ia memanjatkan doa ini.

Perhatikan urutannya. Ia tidak meminta diselamatkan dulu. Permintaan pertamanya adalah "bangunkanlah untukku sebuah rumah di sisi-Mu dalam surga". Ia mendahulukan akhirat. Kedekatan dengan Allah ('indaka) lebih ia dambakan daripada istana dunia. Baru setelah itu ia memohon diselamatkan dari Fir'aun, perbuatannya, dan kaumnya yang zalim. Doa ini adalah teladan tertinggi tentang kekuatan iman, keteguhan, dan prioritas seorang mukmin sejati yang visinya menembus batas dunia.

39. Doa Mendirikan Shalat untuk Diri dan Keturunan (QS. Ibrahim: 40)

رَبِّ اجْعَلْنِي مُقِيمَ الصَّلَاةِ وَمِنْ ذُرِّيَّتِي ۚ رَبَّنَا وَتَقَبَّلْ دُعَاءِ

Rabbij‘alnī muqīmaṣ-ṣalāti wa min żurriyyatī, rabbanā wa taqabbal du‘ā'.

"Ya Tuhanku, jadikanlah aku dan anak cucuku orang-orang yang tetap mendirikan shalat. Wahai Tuhan kami, perkenankanlah doaku."

Konteks dan Makna Mendalam

Satu lagi doa indah dari Nabi Ibrahim AS. Doa ini sangat fokus pada shalat, tiang agama. Ia memohon agar dijadikan "muqīm al-ṣalāh", yaitu orang yang bukan hanya sekadar shalat, tetapi menegakkannya dengan sempurna, khusyuk, dan konsisten.

Seperti doanya yang lain, ia tidak melupakan keturunannya ("wa min dzurriyyatī"), menunjukkan betapa pentingnya warisan kesalehan. Doa ini ditutup dengan permohonan yang penuh kerendahan hati: "Rabbanā wa taqabbal du'ā'" (Wahai Tuhan kami, kabulkanlah doaku). Ini menunjukkan adab yang tinggi, di mana setelah memanjatkan serangkaian permohonan, ia menyerahkan sepenuhnya kepada Allah untuk diterima atau tidak.

40. Doa Memohon Kemenangan Atas Kaum Perusak (QS. Al-'Ankabut: 30)

رَبِّ انْصُرْنِي عَلَى الْقَوْمِ الْمُفْسِدِينَ

Rabbinṣurnī ‘alal-qaumil-mufsidīn.

"Ya Tuhanku, tolonglah aku (dengan menimpakan azab) atas kaum yang berbuat kerusakan itu."

Konteks dan Makna Mendalam

Doa ini dipanjatkan oleh Nabi Luth AS setelah dakwahnya ditolak mentah-mentah oleh kaumnya yang melakukan perbuatan keji (homoseksualitas) yang belum pernah terjadi sebelumnya. Setelah segala upaya nasihat gagal dan mereka bahkan menantang untuk mendatangkan azab, Nabi Luth sampai pada titik di mana ia memohon pertolongan Allah secara langsung.

Ia menyebut kaumnya sebagai "al-qaum al-mufsidīn" (kaum pembuat kerusakan), karena perbuatan mereka merusak fitrah manusia, tatanan sosial, dan moralitas. Doa ini adalah permohonan kemenangan bagi kebenaran atas kebatilan, setelah semua jalan dakwah ditempuh. Ini mengajarkan bahwa ada saatnya seorang hamba harus menyerahkan urusannya kepada Allah untuk memberikan keputusan-Nya atas kaum yang melampaui batas.

🏠 Homepage