Ilustrasi pembagian harta waris dalam kerangka hukum Islam.
Dalam sistem hukum Islam, pembagian harta waris merupakan aspek krusial yang mengatur bagaimana kekayaan seseorang yang telah meninggal dunia dialihkan kepada ahli warisnya. Konsep ahli waris dan penentuannya seringkali merujuk pada prinsip-prinsip yang ditetapkan dalam Al-Qur'an dan Sunnah. Salah satu istilah penting yang berkaitan erat dengan penentuan ahli waris adalah hajib (penghalang). Memahami peran hajib sangat vital untuk memastikan pembagian waris yang adil dan sesuai syariat.
Secara etimologis, "hajib" berasal dari bahasa Arab yang berarti penghalang, penutup, atau pembatas. Dalam konteks ilmu fara'id (ilmu waris dalam Islam), hajib merujuk pada seseorang atau beberapa orang dari kalangan ahli waris yang dapat mengurangi bagian waris ahli waris lain, atau bahkan menghalangi mereka sama sekali untuk mendapatkan warisan, meskipun secara nasab (keturunan) mereka berhak.
Penting untuk dicatat bahwa hajib bukanlah ahli waris yang tidak berhak sama sekali. Mereka adalah ahli waris yang sebenarnya berhak atas warisan, namun keberadaan ahli waris lain yang lebih dekat hubungan nasabnya, atau memiliki kedudukan yang lebih kuat, dapat menyebabkan bagian mereka berkurang atau bahkan terhalang.
Seorang hajib hurman adalah individu yang keberadaannya secara total menghalangi ahli waris lain yang berjarak lebih jauh untuk mendapatkan bagian waris. Contoh klasiknya adalah:
Dalam kasus hajib hurman, ahli waris yang terhalang tidak akan menerima bagian waris sedikit pun selama hajib hurman tersebut masih hidup atau menjadi ahli waris yang sah.
Seorang hajib nuqsan adalah individu yang keberadaannya tidak menghalangi ahli waris lain untuk mendapatkan warisan, namun mengurangi besaran bagian waris mereka. Contoh umum dari hajib nuqsan adalah:
Hajib nuqsan ini lebih bersifat penyesuaian dalam pembagian, memastikan proporsi yang sesuai dengan tingkat kedekatan dan peran dalam keluarga.
Pemahaman yang akurat mengenai siapa saja yang termasuk ahli waris hajib, baik sebagai hajib hurman maupun hajib nuqsan, sangat fundamental dalam proses pembagian harta waris. Kesalahan dalam menentukan kedudukan hajib dapat menyebabkan ketidakadilan, perselisihan antar ahli waris, dan bahkan bertentangan dengan ketentuan syariat.
Dalam praktiknya, penentuan ahli waris dan peran hajib seringkali memerlukan kajian mendalam terhadap silsilah keluarga pewaris. Berbagai mazhab fikih mungkin memiliki sedikit perbedaan dalam detail penerapan, namun prinsip dasarnya tetap sama: memastikan harta waris dibagi secara adil berdasarkan kedekatan hubungan nasab dan ketentuan syariat.
Oleh karena itu, bagi umat Muslim yang menghadapi urusan pembagian warisan, sangat dianjurkan untuk berkonsultasi dengan pihak yang memiliki pengetahuan mendalam tentang hukum waris Islam, seperti para ulama, penghulu, atau ahli hukum Islam yang kompeten. Hal ini demi terciptanya ketenangan, keadilan, dan keberkahan dalam distribusi harta pusaka.