Dalam pembagian harta warisan, khususnya yang diatur dalam hukum Islam, setiap ahli waris memiliki hak yang telah ditentukan berdasarkan kedekatan hubungan nasab dengan pewaris. Besaran bagian waris ini bervariasi, namun ada beberapa bagian yang sering muncul dalam berbagai skenario, salah satunya adalah bagian sebesar 1/6 (seperenam). Pengertian dan siapa saja yang berhak menerima bagian seperenam ini menjadi krusial bagi umat Muslim agar pelaksanaan pembagian warisan berjalan adil dan sesuai syariat.
Bagian seperenam ini bukanlah hak mutlak bagi sembarang ahli waris, melainkan diberikan kepada beberapa golongan tertentu dalam kondisi spesifik. Penting untuk dipahami bahwa penentuan besaran warisan tidak hanya melihat satu faktor saja, melainkan melibatkan analisis menyeluruh terhadap seluruh ahli waris yang ada. Dalam ilmu Fara'idh (ilmu waris), terdapat kaidah-kaidah rinci yang mengatur hal ini, termasuk bagaimana bagian-bagian ini bisa saling mempengaruhi.
Secara umum, ada beberapa kategori ahli waris yang berpotensi mendapatkan bagian seperenam dari harta warisan. Golongan-golongan ini biasanya termasuk dalam kategori ahli waris yang memiliki kedekatan kuat dengan pewaris, namun keberadaan ahli waris lain yang memiliki kedudukan lebih tinggi atau sama dapat menyebabkan porsi mereka menjadi seperenam.
Seorang anak perempuan berhak mendapatkan bagian warisannya sebesar setengah (1/2) dari harta warisan apabila ia adalah satu-satunya anak perempuan dan tidak ada anak laki-laki. Namun, jika terdapat anak laki-laki bersamaan dengan anak perempuan, maka anak perempuan tersebut akan mendapatkan bagian sebesar 2/3 dari total warisan yang dibagi di antara semua anak (dengan prinsip 'ashabah bagi anak laki-laki, di mana anak laki-laki mendapatkan dua kali bagian anak perempuan). Dalam kasus di mana ada anak laki-laki dan anak perempuan, dan jumlah anak perempuannya lebih dari satu, mereka secara kolektif akan mendapatkan bagian 2/3. Namun, ada skenario lain terkait anak perempuan tunggal. Jika seorang anak perempuan tunggal tidak memiliki saudara laki-laki, ia mendapat 1/2. Jika ada lebih dari satu anak perempuan dan tidak ada anak laki-laki, mereka mendapat 2/3. Nah, di sinilah peran 1/6 muncul. Jika anak perempuan tunggal menerima 1/2, dan kemudian ada ahli waris lain yang juga berhak, porsi 1/2 tersebut bisa dipecah atau dikurangi menjadi 1/6 dalam situasi tertentu, terutama jika melibatkan orang tua pewaris atau kakek. Prinsip yang sering diterapkan adalah untuk mencegah kemiskinan bagi ahli waris utama seperti orang tua, atau untuk melengkapi hak ahli waris lain.
Ayah dari pewaris memiliki hak waris yang signifikan. Ia berhak mendapatkan 1/6 dari harta warisan apabila pewaris memiliki anak (baik laki-laki maupun perempuan). Jika pewaris tidak memiliki anak, maka sang ayah akan mendapatkan bagian yang lebih besar. Dengan adanya anak, bagian ayah menjadi 1/6. Namun, jika pewaris memiliki anak laki-laki, ayah juga berhak mendapatkan sisa harta warisan setelah bagian-bagian fardhu (bagian yang sudah ditentukan) dibagikan, yang dikenal sebagai 'ashabah bi al-ghair. Jika hanya ada anak perempuan, ayah tetap mendapat 1/6 dan kemudian mendapatkan sisa harta warisan.
Sama seperti ayah, ibu dari pewaris juga berhak mendapatkan bagian waris sebesar 1/6 dari harta warisan jika pewaris memiliki anak (baik laki-laki maupun perempuan). Jika pewaris tidak memiliki anak, ibu akan mendapatkan bagian yang lebih besar, yaitu 1/3 dari harta warisan. Keberadaan anak secara otomatis mengurangi porsi ibu menjadi 1/6.
Kakek memiliki kedudukan yang sama dengan ayah dalam urutan ahli waris. Jika pewaris memiliki ayah, kakek tidak mendapatkan warisan. Namun, jika ayah pewaris sudah meninggal dunia, maka kakek berhak menggantikan posisi ayah. Kakek akan mendapatkan bagian 1/6 dari harta warisan apabila pewaris memiliki anak (laki-laki atau perempuan). Sama seperti ayah, jika tidak ada anak, kakek mendapatkan bagian yang lebih besar.
Nenek juga bisa berhak mendapatkan bagian waris sebesar 1/6. Namun, nenek tidak mendapatkan warisan jika ada ibu pewaris yang masih hidup. Ada beberapa tingkatan nenek yang berhak, namun pada umumnya nenek dari pihak ayah dan ibu memiliki hak yang sama. Nenek berhak mendapatkan 1/6 dari harta warisan, namun porsinya bisa berkurang menjadi 1/6 apabila ada ibu pewaris. Ada beberapa aturan terkait nenek, di mana nenek dari pihak ayah memiliki prioritas lebih tinggi.
Dalam kondisi tertentu, suami atau istri yang ditinggalkan bisa mendapatkan bagian 1/6.
Terdapat dua skenario utama di mana ahli waris bisa mendapatkan bagian 1/6:
Pemahaman yang mendalam mengenai ilmu Fara'idh sangatlah penting. Keputusan pembagian warisan yang tidak tepat dapat menimbulkan masalah hukum dan sosial di antara keluarga. Oleh karena itu, sangat disarankan untuk berkonsultasi dengan ahli hukum waris Islam atau lembaga keagamaan yang terpercaya untuk memastikan setiap pembagian dilaksanakan dengan benar dan adil sesuai dengan ajaran agama.
Dengan memahami siapa saja yang berhak atas bagian 1/6 dan dalam kondisi apa, umat Muslim dapat lebih tenang dan yakin dalam menjalankan kewajiban syariat terkait pembagian harta warisan, memastikan keadilan dan keridhaan bagi semua pihak yang terlibat.