Ilustrasi: Status AJB tanpa sertifikat induk.
Dalam transaksi properti di Indonesia, kepemilikan tanah seringkali diikat dengan dokumen berupa Akta Jual Beli (AJB) yang dibuat di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Namun, kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa tidak semua tanah yang telah memiliki AJB sudah memiliki sertifikat hak milik yang dikeluarkan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN). Transaksi AJB tanah belum bersertifikat menimbulkan serangkaian risiko dan implikasi hukum yang perlu dipahami secara mendalam oleh pembeli maupun penjual.
Secara hukum pertanahan Indonesia, sertifikat tanah adalah bukti kepemilikan terkuat dan sah secara hukum. AJB, meski merupakan bukti peralihan hak dari penjual kepada pembeli, belum secara otomatis menjadikan pembeli sebagai pemegang hak penuh di mata negara sebelum proses balik nama sertifikat dilakukan di BPN. Inilah letak kerumitan saat melakukan transaksi dengan objek yang statusnya masih berupa AJB tanpa sertifikat induk yang jelas.
Ada beberapa alasan umum mengapa sebuah bidang tanah yang diperjualbelikan hanya memiliki AJB dan belum tersertifikat:
Membeli tanah dengan status AJB tanah belum bersertifikat meningkatkan potensi sengketa dan kerugian finansial. Pembeli harus sangat berhati-hati terhadap hal-hal berikut:
Lebih lanjut, risiko tersebut meliputi:
Jika Anda tetap ingin melanjutkan transaksi AJB tanah belum bersertifikat, pastikan langkah-langkah mitigasi risiko ini ditempuh:
Wajib meminta salinan sertifikat induk (SHM/HGB) dari mana tanah tersebut akan dipecah. Periksa apakah sertifikat induk tersebut masih berlaku dan tidak sedang diagunkan atau diblokir.
Telusuri rantai AJB dari pemilik terakhir yang terdaftar di sertifikat induk hingga penjual saat ini. Pastikan setiap peralihan hak telah dibuat secara sah.
Dalam AJB yang dibuat, harus secara tegas disebutkan kewajiban penjual untuk mengurus pemecahan dan balik nama sertifikat hingga terbit SHM atas nama pembeli, termasuk batasan waktu dan konsekuensi finansial jika gagal.
Jangan melakukan pembayaran penuh di muka. Strukturkan pembayaran dalam beberapa tahap. Tahap akhir pembayaran (porsi terbesar) sebaiknya dilakukan setelah sertifikat individual atas nama Anda berhasil terbit dari BPN.
Gunakan jasa PPAT yang kredibel, bukan hanya notaris biasa. PPAT memiliki kompetensi khusus dalam proses pertanahan dan dapat membantu memitigasi masalah administrasi di BPN.
Transkasi AJB tanah belum bersertifikat adalah transaksi yang berisiko tinggi karena kepastian hak milik belum terjamin secara penuh oleh negara. Meskipun proses pemecahan sertifikat dan balik nama seringkali dapat dilakukan, proses ini membutuhkan waktu, biaya tambahan, dan sangat bergantung pada itikad baik penjual serta kelancaran administrasi di BPN. Prioritas utama dalam setiap pembelian properti harus selalu mengarah pada aset yang sudah memiliki Sertifikat Hak Milik (SHM) atas nama penjual yang sah.