Ali bin Abi Thalib, sepupu sekaligus menantu Nabi Muhammad SAW, dikenal sebagai salah satu tokoh paling berilmu dan bijaksana dalam sejarah Islam. Ucapan dan nasihatnya mengenai hakikat kehidupan, etika, dan moralitas tetap relevan hingga kini, menjadi penerang bagi mereka yang mencari makna sejati.
Ilmu adalah pelita dalam kegelapan dunia.
Ali bin Abi Thalib sering mengingatkan umat manusia agar tidak terperangkap dalam gemerlap dunia yang fana. Baginya, dunia hanyalah ladang penanaman untuk kehidupan abadi di akhirat. Kehidupan di bumi adalah ujian yang menentukan nasib seseorang di hari pembalasan.
Dunia ini adalah tempat persinggahan, bukan tempat tinggal abadi. Barangsiapa yang memandangnya dengan pandangan yang benar, ia akan melihat betapa cepatnya ia berlalu.
Pesan ini menekankan pentingnya perspektif jangka panjang. Kesibukan mengejar kekayaan dan kemuliaan duniawi seringkali mengalihkan fokus dari persiapan spiritual. Beliau mengajarkan bahwa kemuliaan sejati terletak pada ketakwaan dan amal saleh, bukan pada gelar atau harta benda yang akan ditinggalkan saat kematian menjemput.
Kebijaksanaan Ali juga terpusat pada nilai ilmu. Beliau memandang ilmu sebagai harta yang tidak akan pernah habis, bahkan bertambah nilainya saat dibagikan. Ilmu yang diamalkan adalah kunci untuk membedakan antara yang benar dan yang salah, antara jalan kebahagiaan dan kesesatan.
Ilmu adalah lebih baik daripada harta. Ilmu menjagamu, sedangkan harta harus kamu jaga. Ilmu mendatangkan manfaat tanpa diminta, sementara harta bisa diambil pemiliknya.
Ali mendorong setiap individu untuk haus akan pengetahuan. Bukan hanya ilmu agama, tetapi juga pengetahuan tentang kehidupan, manusia, dan alam semesta, karena semua itu adalah ayat-ayat Allah yang patut direnungkan. Kegelapan kebodohan jauh lebih berbahaya daripada kemiskinan materi.
Kehidupan selalu dihiasi dengan pasang surut. Dalam menghadapi kesulitan, Ali bin Abi Thalib memberikan teladan kesabaran yang luar biasa. Kesulitan dilihatnya bukan sebagai hukuman, melainkan sebagai mekanisme penyucian jiwa.
Kesabaran adalah perisai dari berbagai bencana.
Lebih lanjut, beliau menekankan bahwa karakter sejati seseorang terlihat jelas bukan saat ia berada di puncak kejayaan, melainkan saat ia diuji oleh cobaan. Mengendalikan emosi di saat marah dan berbuat adil saat memiliki kekuasaan adalah ujian terbesar bagi integritas moral seseorang.
Ali sangat memperhatikan pentingnya menjaga lisan. Lisan yang tidak terkontrol dapat membawa kehancuran yang lebih besar daripada pedang yang terhunus. Bijak berkata berarti menimbang manfaat dan mudharat dari setiap ucapan sebelum diucapkan.
Jauhkan lidahmu dari perkataan yang keji, karena kata-kata buruk akan menjadi racun bagi jiwamu sendiri.
Dalam konteks sosial, beliau mengajarkan tentang pentingnya integritas. Seseorang harus menepati janji dan tidak menyebarkan keburukan orang lain. Kehidupan sosial yang sehat dibangun di atas kepercayaan yang hanya bisa dipelihara melalui kejujuran yang tanpa kompromi.
Secara keseluruhan, ajaran Ali bin Abi Thalib tentang kehidupan adalah panggilan untuk hidup secara sadar—sadar akan tujuan akhir, sadar akan pentingnya ilmu, dan sadar akan tanggung jawab moral terhadap diri sendiri dan sesama. Filosofi hidupnya menuntut keseimbangan antara dunia dan akhirat, antara perbuatan dan niat.