An Nasr Adalah Surat yang Ke-110 dalam Al-Qur'an

Ilustrasi abstrak pertolongan dan kemenangan ilahi yang bersinar

Dalam samudra hikmah Al-Qur'an, setiap surat memiliki keistimewaan dan pesan yang mendalam. Salah satu surat yang singkat namun sarat makna adalah Surat An-Nasr. Menjawab pertanyaan mendasar, An-Nasr adalah surat yang ke-110 dalam urutan mushaf Al-Qur'an. Surat ini tergolong sebagai surat Madaniyah, yakni surat yang diturunkan setelah hijrahnya Nabi Muhammad ﷺ ke Madinah. Terdiri dari tiga ayat, An-Nasr menjadi salah satu surat terakhir yang diwahyukan, membawa kabar gembira sekaligus sebuah pertanda agung yang dipahami oleh para sahabat utama.

Nama "An-Nasr" sendiri berarti "Pertolongan". Nama ini diambil dari kata pertama pada ayat pembukanya. Surat ini juga dikenal dengan nama lain, yaitu "Surat At-Taudi'" yang berarti "Perpisahan". Penamaan ini bukanlah tanpa sebab, karena kandungan surat ini secara implisit mengisyaratkan bahwa tugas kerasulan Nabi Muhammad ﷺ telah mendekati puncaknya, dan perpisahan dengan umatnya sudah semakin dekat. Memahami surat ini bukan hanya sekadar mengetahui urutannya, tetapi menyelami lautan makna tentang hakikat kemenangan, adab dalam menyikapi kesuksesan, dan persiapan menuju akhir sebuah perjalanan mulia.

Konteks Sejarah dan Asbabun Nuzul (Sebab Turunnya Surat)

Untuk memahami kedalaman Surat An-Nasr, kita harus menengok kembali ke panggung sejarah yang melatarbelakangi turunnya wahyu ini. Mayoritas ulama tafsir sepakat bahwa surat ini turun berkaitan erat dengan peristiwa Fathu Makkah (Penaklukan Kota Mekkah), sebuah momen klimaks dalam sejarah perjuangan dakwah Islam. Peristiwa ini bukanlah kemenangan yang diraih melalui pertumpahan darah yang masif, melainkan sebuah kemenangan moral dan spiritual yang gemilang.

Selama lebih dari dua dekade, Nabi Muhammad ﷺ dan para pengikutnya mengalami berbagai macam tekanan, intimidasi, pengusiran, hingga peperangan dari kaum Quraisy di Mekkah. Kota Mekkah, yang merupakan tanah kelahiran Nabi dan pusat Ka'bah, justru menjadi tempat di mana beliau dan kaum muslimin paling banyak dianiaya. Hijrah ke Madinah menjadi titik balik, di mana komunitas Islam mulai terbangun dan menguat. Namun, kerinduan untuk kembali ke Mekkah dan membersihkan Ka'bah dari berhala selalu ada di hati kaum muslimin.

Janji Allah tentang kemenangan ini telah disebutkan dalam surat-surat sebelumnya. Fathu Makkah adalah realisasi dari janji tersebut. Ketika Nabi Muhammad ﷺ bersama ribuan pasukan muslimin memasuki kota Mekkah, hampir tidak ada perlawanan berarti. Penduduk Mekkah yang dahulu memusuhi beliau dengan keras, kini takluk di hadapannya. Namun, apa yang dilakukan oleh Rasulullah ﷺ? Beliau menunjukkan akhlak termulia dengan memberikan pengampunan massal. "Pergilah kalian semua, kalian semua bebas," sabda beliau.

Di tengah euforia kemenangan inilah Surat An-Nasr diturunkan. Sebagian riwayat menyebutkan surat ini turun di Mina pada saat Haji Wada' (Haji Perpisahan), beberapa waktu setelah Fathu Makkah. Turunnya surat ini menjadi konfirmasi ilahi atas apa yang telah terjadi. Kemenangan besar telah datang, dan sebagai hasilnya, orang-orang dari berbagai kabilah Arab mulai melihat kebenaran Islam. Mereka yang tadinya ragu-ragu atau takut dengan kekuatan Quraisy, kini tidak memiliki halangan lagi. Mereka pun berbondong-bondong menyatakan keislaman mereka. Surat ini menjadi penanda bahwa misi utama penyampaian risalah di Jazirah Arab telah paripurna.

Teks, Transliterasi, dan Terjemahan Surat An-Nasr

بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ

Bismillahirrahmanirrahim

Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang.


(١) إِذَا جَاءَ نَصْرُ اللَّهِ وَالْفَتْحُ

Idzaa jaa-a nashrullahi wal fat-h

1. Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan,

(٢) وَرَأَيْتَ النَّاسَ يَدْخُلُونَ فِي دِينِ اللَّهِ أَفْوَاجًا

Wa ra-aitan naasa yadkhuluuna fii diinillahi afwaajaa

2. dan engkau melihat manusia berbondong-bondong masuk agama Allah,

(٣) فَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ وَاسْتَغْفِرْهُ ۚ إِنَّهُ كَانَ تَوَّابًا

Fasabbih bihamdi rabbika wastaghfir-h, innahuu kaana tawwaabaa

3. maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan mohonlah ampunan kepada-Nya. Sungguh, Dia Maha Penerima tobat.

Tafsir Mendalam Ayat per Ayat

Meskipun singkat, setiap kata dalam Surat An-Nasr memiliki makna yang sangat luas. Mari kita selami lebih dalam makna yang terkandung dalam setiap ayatnya.

Ayat 1: إِذَا جَاءَ نَصْرُ اللَّهِ وَالْفَتْحُ (Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan,)

Ayat ini dibuka dengan kata "إِذَا" (Idzaa), yang dalam bahasa Arab adalah kata keterangan waktu untuk masa depan yang menunjukkan kepastian terjadinya sesuatu. Ini bukan "jika" yang bersifat pengandaian, melainkan "ketika" atau "apabila" yang bersifat penegasan. Allah menegaskan bahwa momen ini pasti akan tiba.

Kemudian frasa "جَاءَ نَصْرُ اللَّهِ" (Jaa-a nashrullahi), yang berarti "telah datang pertolongan Allah". Kata "Nashr" bukan sekadar bantuan biasa. Ia adalah pertolongan yang membawa kemenangan telak atas musuh. Penyandaran kata "Nashr" kepada "Allah" (Nashrullah) adalah poin krusial. Ini mengajarkan kita bahwa kemenangan hakiki, sehebat apa pun usaha manusia, hanya datang dari Allah. Pasukan muslimin mungkin memiliki strategi dan kekuatan, tetapi faktor penentu kemenangan adalah pertolongan dari Allah. Ini adalah pengingat untuk menanggalkan kesombongan dan menyandarkan segala keberhasilan hanya kepada-Nya.

Selanjutnya, kata "وَالْفَتْحُ" (Wal fat-h), yang berarti "dan kemenangan" atau lebih spesifiknya "penaklukan/pembukaan". Para ulama tafsir hampir seluruhnya sepakat bahwa "Al-Fath" di sini merujuk pada Fathu Makkah. Mengapa disebut "pembukaan"? Karena dengan ditaklukkannya Mekkah, terbukalah pintu-pintu dakwah yang sebelumnya tertutup rapat. Mekkah adalah pusat spiritual dan politik Jazirah Arab. Ketika pusatnya berhasil dikuasai oleh Islam, maka kabilah-kabilah lain di sekitarnya pun ikut terbuka hatinya untuk menerima Islam. Penaklukan ini membuka jalan bagi tersebarnya Islam secara masif.

Ayat 2: وَرَأَيْتَ النَّاسَ يَدْخُلُونَ فِي دِينِ اللَّهِ أَفْوَاجًا (dan engkau melihat manusia berbondong-bondong masuk agama Allah,)

Ayat kedua ini menggambarkan buah atau hasil dari pertolongan dan kemenangan yang disebutkan di ayat pertama. Kata "وَرَأَيْتَ" (Wa ra-aita), "dan engkau melihat", ditujukan langsung kepada Nabi Muhammad ﷺ. Ini menunjukkan bahwa beliau akan menyaksikan dengan mata kepala sendiri hasil dari perjuangan panjangnya. Ini adalah sebuah pemuliaan dari Allah kepada Rasul-Nya, memperlihatkan hasil dari kesabaran dan keteguhan beliau.

Siapakah "النَّاسَ" (An-Naas) atau "manusia" yang dimaksud? Mereka adalah suku-suku dan kabilah-kabilah Arab dari seluruh penjuru Jazirah. Sebelum Fathu Makkah, banyak dari mereka yang bersikap menunggu. Mereka berpikir, "Biarkan Muhammad dan kaumnya (Quraisy) berperang. Jika ia menang, berarti ia benar seorang nabi." Ketika Quraisy yang begitu kuat akhirnya takluk, keraguan mereka sirna.

Frasa "يَدْخُلُونَ فِي دِينِ اللَّهِ" (Yadkhuluuna fii diinillahi), "mereka masuk ke dalam agama Allah", menggambarkan proses konversi massal. Islam disebut sebagai "Agama Allah", menegaskan universalitas dan kebenarannya. Proses ini digambarkan dengan kata "أَفْوَاجًا" (Afwaajaa), yang berarti "berbondong-bondong" atau "dalam kelompok-kelompok besar". Ini adalah kontras yang luar biasa jika dibandingkan dengan awal dakwah di Mekkah, di mana orang masuk Islam secara sembunyi-sembunyi, satu per satu, dan penuh dengan risiko. Kini, satu kabilah beserta pemimpinnya bisa datang dan menyatakan keislaman bersama-sama. Ini adalah bukti nyata dari keberhasilan total misi kenabian.

Ayat 3: فَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ وَاسْتَغْفِرْهُ ۚ إِنَّهُ كَانَ تَوَّابًا (maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan mohonlah ampunan kepada-Nya. Sungguh, Dia Maha Penerima tobat.)

Ini adalah ayat puncak yang berisi instruksi dari Allah tentang bagaimana seharusnya seorang hamba menyikapi nikmat kemenangan dan keberhasilan. Respon yang diajarkan bukanlah pesta pora, arogansi, atau euforia duniawi. Respon yang diajarkan adalah kembali kepada Allah dengan penuh kerendahan hati.

Perintah pertama adalah "فَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ" (Fasabbih bihamdi rabbika), "maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu". Perintah ini menggabungkan dua hal:

Penggabungan tasbih dan tahmid adalah bentuk pujian yang sempurna. Kita mensucikan Allah dari segala sifat yang tidak layak bagi-Nya, sekaligus memuji-Nya dengan segala sifat kesempurnaan-Nya.

Perintah kedua adalah "وَاسْتَغْفِرْهُ" (Wastaghfir-h), "dan mohonlah ampunan kepada-Nya". Ini adalah bagian yang paling menyentuh dan sarat makna. Mengapa di puncak kemenangan justru diperintahkan untuk beristighfar? Para ulama memberikan beberapa penjelasan:

Istighfar di saat sukses adalah puncak dari kerendahan hati. Ia adalah pengakuan bahwa dalam setiap perjuangan dan keberhasilan kita, pasti ada kekurangan, kelalaian, atau bahkan niat yang tidak sepenuhnya lurus. Istighfar membersihkan semua itu, memastikan bahwa amal kita diterima dengan sempurna di sisi Allah.

Selain itu, perintah ini juga merupakan isyarat halus bahwa tugas Nabi Muhammad ﷺ telah selesai. Layaknya seorang pekerja yang telah menuntaskan proyek besar, langkah terakhirnya adalah melapor, menyerahkan hasilnya, dan memohon maaf atas segala kekurangan selama proses pengerjaan. Istighfar ini adalah persiapan untuk bertemu dengan Sang Pemberi Tugas, yaitu Allah SWT.

Ayat ini ditutup dengan kalimat penegas "إِنَّهُ كَانَ تَوَّابًا" (Innahuu kaana tawwaabaa), "Sungguh, Dia Maha Penerima tobat". Kata "Tawwab" adalah bentuk superlatif yang menunjukkan bahwa Allah tidak hanya menerima tobat, tetapi sangat sering, terus-menerus, dan dengan tangan terbuka menerima tobat hamba-hamba-Nya. Ini adalah sebuah pintu harapan yang terbuka lebar, sebuah jaminan bahwa sebanyak apa pun kekurangan kita, ampunan Allah jauh lebih luas.

Isyarat Tersembunyi: Kabar Wafatnya Rasulullah ﷺ

Makna yang paling mendalam dari Surat An-Nasr, yang mungkin tidak langsung terlihat dari teksnya, adalah isyarat tentang dekatnya ajal Rasulullah ﷺ. Para sahabat senior yang memiliki pemahaman mendalam, seperti Abdullah bin Abbas dan Umar bin Khattab, memahami isyarat ini.

Logikanya sederhana: misi utama seorang nabi adalah menyampaikan risalah. Jika risalah tersebut telah tersampaikan dengan sempurna, ditandai dengan kemenangan Islam dan berbondong-bondongnya manusia memeluknya, maka tugas sang nabi di dunia telah selesai. Apa lagi yang tersisa bagi seorang utusan setelah tugasnya paripurna, selain kembali kepada Yang Mengutusnya?

Diriwayatkan bahwa ketika surat ini turun, banyak sahabat yang bergembira karena melihatnya sebagai kabar kemenangan. Namun, Ibnu Abbas, sepupu Nabi yang masih muda namun cerdas, justru menangis. Ketika ditanya, ia menjawab, "Ini adalah pertanda wafatnya Rasulullah ﷺ." Umar bin Khattab pun mengkonfirmasi pemahaman yang sama.

Sayyidah Aisyah, istri Nabi, juga meriwayatkan bahwa setelah turunnya surat ini, Rasulullah ﷺ memperbanyak membaca doa dalam rukuk dan sujudnya: "سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ رَبَّنَا وَبِحَمْدِكَ ، اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِي" (Maha Suci Engkau ya Allah, Tuhan kami, dan dengan memuji-Mu. Ya Allah, ampunilah aku). Beliau mengamalkan perintah dalam surat ini secara harfiah sebagai persiapan untuk menghadap Allah. Benar saja, tidak lama setelah itu, Rasulullah ﷺ jatuh sakit dan kemudian wafat, meninggalkan warisan abadi bagi seluruh umat manusia.

Pelajaran Abadi dari Surat An-Nasr untuk Kehidupan

Surat An-Nasr bukan hanya catatan sejarah. Ia adalah pedoman universal tentang bagaimana menyikapi nikmat, keberhasilan, dan penyelesaian sebuah tugas dalam kehidupan kita. Beberapa pelajaran penting yang bisa kita petik adalah:

Kesimpulan

An-Nasr adalah surat yang ke-110, sebuah mahkota penutup dari perjuangan dakwah Nabi Muhammad ﷺ. Ia adalah proklamasi kemenangan dari Allah, sebuah bukti nyata akan janji-Nya. Namun, lebih dari itu, ia adalah pelajaran adab dan spiritualitas tingkat tinggi. Ia mengajarkan bahwa puncak dari pencapaian duniawi adalah dengan merendahkan diri di hadapan Ilahi. Surat ini mengubah paradigma kemenangan dari sekadar euforia menjadi momen introspeksi, syukur, dan persiapan untuk kembali kepada-Nya. Dengan hanya tiga ayat, Surat An-Nasr merangkum esensi dari seluruh perjalanan seorang hamba: berjuang karena Allah, menang bersama Allah, dan kembali kepada Allah dengan pujian dan permohonan ampun.

🏠 Homepage