Memaknai Surat An-Nasr: Kemenangan, Kerendahan Hati, dan Isyarat Perpisahan

Ilustrasi Kemenangan dan Pertolongan Allah Sebuah gerbang terbuka yang melambangkan Fathu Makkah, dengan cahaya Ilahi bersinar dari dalamnya. Siluet orang-orang berdatangan dalam kelompok menuju cahaya tersebut, menggambarkan manusia yang berbondong-bondong masuk Islam.

Ilustrasi gerbang kemenangan dengan cahaya ilahi, melambangkan pertolongan Allah dan Fathu Makkah.

Di antara surat-surat pendek dalam Al-Qur'an, Surat An-Nasr menempati posisi yang sangat istimewa. Meskipun hanya terdiri dari tiga ayat, surat ke-110 ini mengandung makna yang luar biasa padat, merangkum puncak perjuangan dakwah, esensi kemenangan sejati, adab seorang hamba dalam menyikapi kesuksesan, serta sebuah isyarat halus akan berakhirnya sebuah tugas mulia. An-Nasr, yang berarti "Pertolongan", bukan sekadar kabar gembira tentang kemenangan fisik, melainkan sebuah pelajaran abadi tentang hakikat pertolongan Allah dan bagaimana seharusnya seorang mukmin merespons nikmat terbesar sekalipun.

Surat ini diturunkan di Madinah, dan para ulama sepakat bahwa ia termasuk surat Madaniyyah. Sebagian besar riwayat menyebutkan bahwa surat ini adalah surat terakhir yang diturunkan secara lengkap, menjadi penanda bahwa risalah Islam telah sempurna dan tugas kenabian Rasulullah Muhammad ﷺ telah tuntas. Memahaminya secara mendalam berarti menyelami lautan hikmah tentang kemenangan, syukur, kerendahan hati, dan persiapan untuk kembali kepada Sang Pencipta.

بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ

اِذَا جَاۤءَ نَصْرُ اللّٰهِ وَالْفَتْحُۙ (١) وَرَاَيْتَ النَّاسَ يَدْخُلُوْنَ فِيْ دِيْنِ اللّٰهِ اَفْوَاجًاۙ (٢) فَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ وَاسْتَغْفِرْهُۗ اِنَّهٗ كَانَ تَوَّابًا (٣)

1. Iżā jā'a naṣrullāhi wal-fatḥ(u).
2. Wa ra'aitan-nāsa yadkhulūna fī dīnillāhi afwājā(n).
3. Fa sabbiḥ biḥamdi rabbika wastagfirh(u), innahū kāna tawwābā(n).

1. Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan,
2. dan engkau melihat manusia berbondong-bondong masuk agama Allah,
3. maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan mohonlah ampunan kepada-Nya. Sungguh, Dia Maha Penerima tobat.

Konteks Historis Penurunan Surat (Asbabun Nuzul)

Untuk memahami kedalaman makna Surat An-Nasr, kita tidak bisa melepaskannya dari konteks sejarah yang melatarbelakangi penurunannya. Mayoritas ahli tafsir menghubungkan surat ini secara langsung dengan peristiwa Fathu Makkah (Penaklukan Kota Makkah). Peristiwa monumental ini bukanlah sebuah penaklukan militer yang dipenuhi pertumpahan darah, melainkan sebuah kemenangan agung yang dicapai melalui pertolongan Allah dan diwarnai dengan kemuliaan akhlak serta pengampunan yang luar biasa dari Rasulullah ﷺ.

Jalan Menuju Fathu Makkah

Akar dari peristiwa Fathu Makkah dapat ditelusuri kembali ke Perjanjian Hudaibiyah. Perjanjian ini, yang pada awalnya tampak merugikan kaum muslimin, sesungguhnya adalah sebuah "kemenangan yang nyata" (Fathan Mubina) sebagaimana disebut dalam Surat Al-Fath. Salah satu poin penting dalam perjanjian tersebut adalah gencatan senjata selama sepuluh tahun antara kaum muslimin Madinah dan kaum Quraisy Makkah. Setiap kabilah Arab diberi kebebasan untuk bersekutu dengan pihak mana pun yang mereka inginkan. Kabilah Bani Khuza'ah memilih bersekutu dengan Rasulullah ﷺ, sementara Kabilah Bani Bakar memilih berpihak pada Quraisy.

Namun, kedamaian ini tidak berlangsung lama. Kaum Bani Bakar, dengan dukungan persenjataan dan personel dari beberapa tokoh Quraisy secara sembunyi-sembunyi, menyerang Kabilah Bani Khuza'ah di waktu malam saat mereka sedang berada di mata air Al-Watir. Banyak korban berjatuhan dari pihak Bani Khuza'ah. Perbuatan ini jelas merupakan pengkhianatan telak terhadap Perjanjian Hudaibiyah.

Pemimpin Bani Khuza'ah, Amr bin Salim, segera berangkat ke Madinah untuk melaporkan tragedi dan pengkhianatan tersebut kepada Rasulullah ﷺ. Mendengar kabar ini, Rasulullah ﷺ sangat marah karena perjanjian yang sakral telah dinodai. Beliau memutuskan untuk mempersiapkan pasukan besar untuk berangkat ke Makkah, sebagai jawaban atas pelanggaran tersebut. Persiapan dilakukan secara rahasia untuk memberikan efek kejutan dan meminimalisir potensi pertumpahan darah.

Kemenangan Tanpa Pertumpahan Darah

Dengan pasukan sekitar 10.000 orang, Rasulullah ﷺ bergerak menuju Makkah. Besarnya jumlah pasukan ini membuat gentar kaum Quraisy. Para pemimpin Quraisy, termasuk Abu Sufyan yang saat itu masih menjadi penentang utama, menyadari bahwa perlawanan adalah hal yang sia-sia. Melalui serangkaian peristiwa, termasuk peran Al-Abbas, paman Nabi, Abu Sufyan akhirnya menghadap Rasulullah ﷺ dan menyatakan keislamannya.

Rasulullah ﷺ, dengan kebijaksanaan yang agung, tidak memanfaatkan momen ini untuk balas dendam. Sebaliknya, beliau menunjukkan kemuliaan yang luar biasa. Beliau mengumumkan, "Barangsiapa masuk ke dalam rumah Abu Sufyan, maka ia aman. Barangsiapa menutup pintu rumahnya, maka ia aman. Dan barangsiapa masuk ke Masjidil Haram, maka ia aman."

Pasukan muslimin memasuki Makkah dari berbagai penjuru dengan damai, hampir tanpa perlawanan berarti. Rasulullah ﷺ masuk ke kota kelahirannya dengan kepala menunduk di atas untanya, sebuah gestur kerendahan hati yang luar biasa di puncak kemenangan. Beliau kemudian menuju Ka'bah, membersihkannya dari sekitar 360 berhala yang selama ini disembah oleh kaum Quraisy. Sambil menghancurkan berhala-berhala itu dengan tongkatnya, beliau membacakan firman Allah: "Kebenaran telah datang dan yang batil telah lenyap. Sungguh, yang batil itu pasti lenyap." (QS. Al-Isra': 81).

Inilah konteks di mana Surat An-Nasr turun. Ia adalah proklamasi ilahi atas kemenangan yang telah dijanjikan. Kemenangan ini bukan semata-mata hasil kekuatan militer, tetapi murni nasrullah (pertolongan Allah) dan al-fath (kemenangan) yang telah Dia tetapkan.

Tafsir Mendalam Ayat per Ayat

Mari kita bedah makna yang terkandung dalam setiap ayat Surat An-Nasr untuk mendapatkan pemahaman yang lebih komprehensif.

Ayat 1: اِذَا جَاۤءَ نَصْرُ اللّٰهِ وَالْفَتْحُۙ (Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan)

Ayat pertama ini mengandung dua kata kunci yang sangat penting: An-Nasr (نَصْر) dan Al-Fath (الْفَتْح).

Jadi, ayat pertama ini merupakan sebuah deklarasi agung dari Allah bahwa momen yang ditunggu-tunggu, yaitu pertolongan-Nya yang nyata dan kemenangan besar berupa terbukanya kota Makkah, telah tiba. Ini adalah buah dari kesabaran, pengorbanan, dan perjuangan panjang Rasulullah ﷺ dan para sahabat selama lebih dari dua dekade.

Ayat 2: وَرَاَيْتَ النَّاسَ يَدْخُلُوْنَ فِيْ دِيْنِ اللّٰهِ اَفْوَاجًاۙ (dan engkau melihat manusia berbondong-bondong masuk agama Allah)

Ayat kedua ini menjelaskan dampak langsung dari datangnya pertolongan Allah dan kemenangan yang disebutkan di ayat pertama. Ini adalah konsekuensi logis dari sebuah kemenangan yang didasari oleh kebenaran dan kemuliaan.

Ayat ini menunjukkan bahwa kemenangan sejati bukanlah sekadar menguasai wilayah, tetapi menaklukkan hati. Ketika kebenaran tampil dengan kekuatannya yang murni, didukung oleh pertolongan Allah dan dihiasi dengan akhlak mulia seperti pemaafan, maka hati manusia secara alami akan tunduk dan menerimanya dengan sukarela.

Ayat 3: فَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ وَاسْتَغْفِرْهُۗ اِنَّهٗ كَانَ تَوَّابًا (maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan mohonlah ampunan kepada-Nya. Sungguh, Dia Maha Penerima tobat)

Ini adalah ayat puncak yang berisi instruksi dan pelajaran paling fundamental dari surat ini. Setelah dua ayat sebelumnya menggambarkan nikmat kemenangan dan keberhasilan dakwah yang luar biasa, ayat ini mengajarkan bagaimana cara merespons nikmat tersebut. Responnya bukanlah pesta pora, arogansi, atau euforia yang berlebihan, melainkan kembali kepada Allah dengan kerendahan hati.

Hikmah dan Pelajaran Berharga dari Surat An-Nasr

Di balik keringkasan redaksinya, Surat An-Nasr menyimpan lautan hikmah yang relevan sepanjang masa.

1. Isyarat Dekatnya Wafat Rasulullah ﷺ

Salah satu makna terdalam yang dipahami oleh para sahabat senior dari surat ini adalah sebagai pertanda akan berakhirnya kehidupan Rasulullah ﷺ. Ketika tugas telah tuntas, misi telah paripurna, dan kemenangan telah diraih, maka tibalah waktunya untuk kembali kepada Sang Pemberi Tugas.

Diriwayatkan dari Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhuma, ia berkata, "Umar biasa mengikutsertakan aku dalam majelis para tokoh senior Perang Badar. Sebagian dari mereka merasa kurang nyaman dan bertanya, 'Mengapa engkau mengajak anak ini bersama kami, padahal kami punya anak-anak yang seumuran dengannya?' Umar menjawab, 'Sesungguhnya ia adalah orang yang kalian kenal (karena kecerdasannya).' Suatu hari, Umar memanggil mereka dan mengajakku serta. Aku yakin ia memanggilku hari itu untuk menunjukkan sesuatu kepada mereka. Umar bertanya, 'Apa pendapat kalian tentang firman Allah: Iżā jā'a naṣrullāhi wal-fatḥ?' Sebagian menjawab, 'Kita diperintahkan untuk memuji Allah dan memohon ampun kepada-Nya jika kita diberi pertolongan dan kemenangan.' Sebagian lain diam. Lalu Umar bertanya kepadaku, 'Apakah begitu pendapatmu, wahai Ibnu Abbas?' Aku menjawab, 'Tidak.' Umar bertanya lagi, 'Lalu apa pendapatmu?' Aku menjawab, 'Itu adalah pertanda ajal Rasulullah ﷺ yang Allah beritahukan kepada beliau. Jika telah datang pertolongan Allah dan kemenangan (Fathu Makkah), maka itu adalah tanda ajalmu sudah dekat. Maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan mohonlah ampun, sesungguhnya Dia Maha Penerima tobat.' Maka Umar berkata, 'Demi Allah, aku tidak mengetahui dari surat ini kecuali apa yang engkau katakan.'" (HR. Bukhari)

Pemahaman Ibnu Abbas ini menunjukkan kedalaman ilmunya. Surat ini mengajarkan bahwa setiap puncak pencapaian dalam hidup adalah pengingat bahwa akhir dari perjalanan itu semakin dekat. Oleh karena itu, persiapan terbaik adalah dengan memperbanyak tasbih, tahmid, dan istighfar.

2. Adab dalam Menyikapi Kemenangan dan Nikmat

Surat An-Nasr memberikan formula yang sempurna tentang bagaimana seorang mukmin harus bersikap ketika meraih kesuksesan. Sifat alami manusia ketika berhasil adalah cenderung bangga, sombong, dan merasa itu semua adalah hasil jerih payahnya. Islam membalik logika ini.

Kemenangan hakiki, menurut Al-Qur'an, harus disambut dengan:

Formula ini menjaga seorang mukmin dari penyakit hati seperti 'ujub (bangga diri), riya' (pamer), dan takabur (sombong) yang dapat menghancurkan pahala amal dan merusak spiritualitas.

3. Kemenangan Islam Terletak pada Pertolongan Allah

Ayat pertama dengan tegas menyebut "nasrullah" (pertolongan Allah). Ini adalah fondasi utama dalam perjuangan Islam. Sejarah telah membuktikan, dari Perang Badar hingga Fathu Makkah, kemenangan kaum muslimin seringkali terjadi dalam kondisi yang secara matematis tidak menguntungkan. Jumlah mereka lebih sedikit, persenjataan lebih sederhana. Namun, karena mereka menolong agama Allah, maka Allah pun menolong mereka.

Pelajaran ini sangat penting bagi umat Islam di setiap zaman. Kekuatan sejati bukanlah terletak pada kekuatan material, melainkan pada sejauh mana kita layak mendapatkan pertolongan Allah. Kelayakan itu diraih dengan keimanan yang kokoh, ketakwaan yang tulus, persatuan barisan, dan kesabaran dalam menghadapi ujian.

4. Universalitas Dakwah Islam

Fenomena manusia masuk Islam secara "afwaja" (berbondong-bondong) setelah Fathu Makkah menunjukkan daya tarik universal dari ajaran Islam. Ketika penghalang utama (kekuasaan Quraisy yang menindas) telah sirna, dan ketika manusia melihat langsung keindahan akhlak Rasulullah ﷺ dalam kemenangan (beliau memaafkan penduduk Makkah yang dulu mengusir dan memeranginya), maka fitrah mereka pun terbuka untuk menerima kebenaran.

Ini mengajarkan bahwa metode dakwah yang paling efektif adalah dengan menunjukkan keindahan Islam melalui perbuatan nyata (dakwah bil hal), bukan hanya dengan perkataan (dakwah bil lisan). Keadilan, kasih sayang, pemaafan, dan kerendahan hati adalah magnet yang akan menarik hati manusia kepada agama Allah.

Kesimpulan

Surat An-Nasr, meskipun singkat, adalah sebuah samudera makna. Ia bukan hanya rekaman sejarah tentang kemenangan besar umat Islam, tetapi juga sebuah panduan abadi. Ia adalah surat tentang optimisme, bahwa pertolongan Allah itu pasti datang. Ia adalah surat tentang adab, yang mengajarkan kerendahan hati di puncak kejayaan. Dan ia adalah surat tentang introspeksi, yang mengingatkan bahwa setiap keberhasilan adalah langkah mendekati akhir perjalanan, sehingga persiapan terbaik adalah dengan senantiasa mensucikan, memuji, dan memohon ampunan kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala, Dzat yang Maha Penerima tobat.

Membaca dan merenungi Surat An-Nasr seharusnya menumbuhkan dalam diri kita keyakinan akan janji Allah, semangat untuk terus berjuang di jalan-Nya, dan yang terpenting, sikap rendah hati serta senantiasa kembali kepada-Nya dalam setiap keadaan, baik dalam kesulitan maupun kelapangan.

🏠 Homepage