Membedah Asesmen Nasional Berbasis Komputer (ANBK) di Madrasah Ibtidaiyah

Ilustrasi siswa Madrasah Ibtidaiyah sedang mengikuti Asesmen Nasional Berbasis Komputer 123 ABC ANBK MI

Dunia pendidikan terus bergerak dinamis, mencari format terbaik untuk mengukur dan meningkatkan kualitas pembelajaran. Salah satu transformasi paling signifikan dalam beberapa waktu terakhir adalah pergeseran dari Ujian Nasional (UN) ke Asesmen Nasional Berbasis Komputer (ANBK). Kebijakan ini tidak hanya mengubah nama, tetapi juga membawa pergeseran filosofi yang mendasar. Bagi jenjang Madrasah Ibtidaiyah (MI), ANBK menjadi instrumen penting untuk memotret kesehatan sistem pendidikan di tingkat dasar, memberikan data berharga yang dapat digunakan untuk perbaikan berkelanjutan.

ANBK bukanlah sebuah ujian kelulusan bagi siswa. Ini adalah poin krusial yang harus dipahami oleh semua pihak, mulai dari kepala madrasah, guru, siswa, hingga orang tua. Jika UN berfokus pada hasil akhir individu siswa sebagai penentu kelulusan, ANBK dirancang untuk mengevaluasi dan memetakan mutu sistem pendidikan secara keseluruhan. Hasilnya tidak akan tertera di ijazah siswa, melainkan menjadi sebuah 'Rapor Pendidikan' bagi setiap satuan pendidikan. Tujuannya adalah refleksi, bukan justifikasi. ANBK hadir sebagai cermin yang menunjukkan area mana saja yang sudah baik dan area mana yang memerlukan perhatian serta intervensi lebih lanjut.

ANBK dirancang bukan untuk menghakimi, melainkan untuk mendiagnosis. Ia memberikan data komprehensif agar setiap madrasah dapat merumuskan strategi perbaikan yang tepat sasaran dan berbasis bukti.

Filosofi Mendasar di Balik ANBK

Memahami ANBK secara utuh berarti menyelami filosofi yang melatarbelakanginya. Ini bukan sekadar perubahan teknis dari kertas ke komputer, melainkan sebuah reformasi cara pandang terhadap evaluasi pendidikan.

Pergeseran Paradigma: Dari Evaluasi Individu ke Evaluasi Sistem

Selama bertahun-tahun, Ujian Nasional (UN) menjadi momok yang menciptakan tekanan psikologis tinggi (high-stakes) bagi siswa, guru, dan sekolah. Kelulusan individu bergantung pada performa sesaat dalam beberapa mata pelajaran. Hal ini sering kali mendorong praktik pembelajaran yang sempit, berorientasi pada drilling soal dan pengabaian aspek-aspek pendidikan holistik seperti karakter dan keterampilan berpikir kritis.

ANBK membalikkan logika ini. Dengan statusnya sebagai asesmen low-stakes bagi siswa, tekanan individu dihilangkan. Siswa yang menjadi peserta (sampel) dapat mengerjakan asesmen dengan lebih tenang, memberikan gambaran kemampuan mereka yang lebih otentik. Fokus utama beralih dari "Apakah siswa A lulus?" menjadi "Bagaimana kondisi proses belajar-mengajar di madrasah B sehingga menghasilkan tingkat literasi dan numerasi seperti ini?". Dengan demikian, tanggung jawab perbaikan tidak lagi semata-mata di pundak siswa, melainkan menjadi tanggung jawab kolektif seluruh ekosistem madrasah.

Tujuan Utama Pelaksanaan ANBK di Tingkat MI

Pelaksanaan ANBK di Madrasah Ibtidaiyah memiliki beberapa tujuan strategis yang saling berkaitan:

  1. Memetakan Mutu Pendidikan: ANBK menyediakan data yang kaya mengenai kualitas input, proses, dan output pendidikan di setiap madrasah. 'Mutu' di sini tidak hanya diartikan sebagai kemampuan kognitif siswa (output), tetapi juga mencakup kualitas proses pembelajaran di kelas, iklim keamanan dan kebinekaan di lingkungan madrasah, serta kepemimpinan kepala madrasah (proses).
  2. Memberikan Umpan Balik Konstruktif: Data hasil ANBK diolah menjadi Rapor Pendidikan yang mudah dibaca. Laporan ini berfungsi sebagai umpan balik bagi berbagai pihak. Bagi madrasah, ini adalah dasar untuk melakukan refleksi diri. Bagi pemerintah daerah dan pusat, data ini menjadi landasan untuk merancang kebijakan dan program dukungan yang lebih efektif dan sesuai dengan kebutuhan nyata di lapangan.
  3. Mendorong Perbaikan Pembelajaran Berkelanjutan: Tujuan akhir dari ANBK adalah perbaikan. Data yang akurat memungkinkan madrasah untuk mengidentifikasi akar masalah. Misalnya, jika skor numerasi siswa rendah, madrasah dapat menelusuri lebih lanjut melalui data Survei Lingkungan Belajar. Mungkin ditemukan bahwa guru merasa kurang percaya diri mengajarkan matematika kontekstual. Dari temuan ini, madrasah dapat merancang program pelatihan (In-House Training) yang spesifik untuk meningkatkan kompetensi guru dalam bidang tersebut.

Tiga Instrumen Utama ANBK MI: Sebuah Tinjauan Mendalam

ANBK tidak hanya mengukur satu aspek, melainkan menggunakan tiga instrumen yang berbeda untuk mendapatkan gambaran yang holistik dan komprehensif tentang kualitas pendidikan di madrasah.

1. Asesmen Kompetensi Minimum (AKM)

AKM adalah jantung dari ANBK yang mengukur hasil belajar kognitif siswa. Namun, yang diukur bukanlah penguasaan konten mata pelajaran secara spesifik, melainkan dua kompetensi mendasar yang diperlukan oleh setiap individu untuk dapat berfungsi secara produktif dalam masyarakat.

Literasi Membaca

Literasi membaca dalam konteks AKM jauh melampaui kemampuan membaca teknis (mengeja dan melafalkan). Ini adalah kemampuan untuk memahami, menggunakan, mengevaluasi, dan merefleksikan berbagai jenis teks untuk menyelesaikan masalah dan mengembangkan kapasitas individu sebagai warga negara Indonesia dan dunia. Di tingkat MI, teks yang disajikan relevan dengan dunia anak-anak, mencakup dua jenis utama:

Kemampuan siswa diukur dalam tiga level kognitif:

Numerasi

Numerasi adalah kemampuan berpikir menggunakan konsep, prosedur, fakta, dan alat matematika untuk menyelesaikan masalah sehari-hari dalam berbagai konteks yang relevan. Sama seperti literasi, numerasi menekankan pada aplikasi matematika dalam kehidupan nyata, bukan sekadar kemampuan menghitung prosedural. Konten dalam AKM Numerasi MI mencakup:

Proses kognitif yang diukur dalam numerasi adalah:

2. Survei Karakter

Instrumen ini dirancang untuk mengukur hasil belajar non-kognitif, yaitu karakter siswa. Survei ini tidak menguji siswa tentang "benar" atau "salah", melainkan meminta mereka untuk merespons serangkaian pernyataan yang mencerminkan sikap, nilai, dan keyakinan mereka. Tujuannya adalah untuk memotret sejauh mana madrasah telah berhasil menumbuhkan karakter yang sejalan dengan Profil Pelajar Pancasila.

Enam dimensi Profil Pelajar Pancasila yang menjadi acuan adalah:

  1. Beriman, Bertakwa kepada Tuhan YME, dan Berakhlak Mulia: Mencakup akhlak kepada agama, pribadi, manusia lain, alam, dan negara.
  2. Berkebinekaan Global: Kemampuan untuk mengenal dan menghargai budaya lain, serta berkomunikasi secara interkultural.
  3. Bergotong Royong: Kemampuan untuk berkolaborasi, berbagi, dan peduli terhadap sesama.
  4. Mandiri: Memiliki kesadaran diri dan mampu mengatur diri sendiri dalam menghadapi situasi.
  5. Bernalar Kritis: Kemampuan memperoleh dan memproses informasi, menganalisis, mengevaluasi, dan membuat keputusan.
  6. Kreatif: Mampu menghasilkan gagasan atau karya yang orisinal dan bermanfaat.

3. Survei Lingkungan Belajar

Jika AKM mengukur output dan Survei Karakter mengukur outcome, maka Survei Lingkungan Belajar (Sulingjar) mengukur aspek input dan proses. Instrumen ini diisi oleh seluruh kepala madrasah dan guru, serta sampel siswa yang sama dengan peserta AKM. Sulingjar bertujuan untuk memotret kualitas berbagai aspek yang terbukti memengaruhi hasil belajar siswa.

Beberapa aspek penting yang diukur dalam Sulingjar antara lain:

Gabungan data dari AKM, Survei Karakter, dan Survei Lingkungan Belajar memberikan diagnosis yang utuh. Masalah di hasil belajar (AKM) seringkali akarnya dapat ditemukan pada proses pembelajaran atau iklim madrasah (Sulingjar).

Pelaksanaan Teknis ANBK di Madrasah Ibtidaiyah

Keberhasilan ANBK tidak hanya bergantung pada kualitas instrumennya, tetapi juga pada kelancaran pelaksanaan teknis di lapangan. Persiapan yang matang menjadi kunci utama.

Peserta dan Metode Sampling

Peserta ANBK bukanlah seluruh siswa di tingkat akhir. Untuk jenjang MI, peserta adalah siswa kelas V. Pemilihan kelas V bersifat strategis; hasil asesmen dapat digunakan sebagai bahan perbaikan selama satu tahun ajaran berikutnya sebelum siswa tersebut lulus. Peserta dipilih secara acak (sampling) oleh sistem dari Data Pokok Pendidikan (DAPODIK/EMIS). Metode sampling ini bertujuan untuk mendapatkan potret yang representatif dari madrasah tersebut tanpa harus membebani seluruh siswa. Jumlah peserta yang ditetapkan biasanya maksimal 30 siswa utama dan 5 siswa cadangan per madrasah.

Moda Pelaksanaan

Madrasah dapat memilih salah satu dari dua moda pelaksanaan, disesuaikan dengan kesiapan infrastruktur masing-masing:

Peran dan Tanggung Jawab Tim Teknis Madrasah

Sebuah tim yang solid sangat diperlukan untuk kelancaran ANBK. Masing-masing memiliki peran vital:

Alokasi Waktu Pelaksanaan

ANBK untuk jenjang MI dilaksanakan dalam dua hari dengan alokasi waktu yang telah ditentukan secara cermat:

Mengenal Bentuk Soal AKM dan Strategi Mengerjakannya

Salah satu keunggulan AKM adalah variasi bentuk soalnya yang dirancang untuk mengukur berbagai level kemampuan kognitif, jauh dari sekadar soal pilihan ganda konvensional.

Ragam Bentuk Soal

  1. Pilihan Ganda: Siswa memilih satu jawaban yang benar dari beberapa pilihan yang tersedia.
  2. Pilihan Ganda Kompleks (PGK): Siswa dapat memilih lebih dari satu jawaban yang benar dalam satu soal. Bentuknya bisa berupa check box (centang) atau tabel ya/tidak dan benar/salah.
  3. Menjodohkan: Siswa diminta untuk menarik garis atau memasangkan pernyataan di lajur kiri dengan jawaban yang sesuai di lajur kanan.
  4. Isian Singkat: Siswa menjawab dengan mengetikkan jawaban singkat berupa kata, frasa, angka, atau simbol.
  5. Uraian (Esai): Siswa harus mengonstruksi jawabannya sendiri dalam bentuk kalimat atau paragraf untuk menjelaskan suatu proses, memberikan alasan, atau menyajikan argumen.

Konsep Soal Berbasis HOTS (Higher-Order Thinking Skills)

Banyak soal dalam AKM dirancang untuk mengukur Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi (HOTS). Penting untuk dipahami bahwa soal HOTS tidak selalu berarti soal yang sulit materinya. Soal HOTS adalah soal yang menuntut siswa untuk melakukan lebih dari sekadar mengingat informasi (LOTS - Lower-Order Thinking Skills). Soal HOTS mendorong siswa untuk:

Sebagai contoh:

Implikasi Hasil ANBK untuk Peningkatan Mutu Madrasah

Pelaksanaan ANBK hanyalah awal dari sebuah siklus. Nilai sesungguhnya dari asesmen ini terletak pada bagaimana hasilnya dimanfaatkan untuk perbaikan yang nyata dan berkelanjutan.

Membaca dan Menganalisis Rapor Pendidikan

Setelah data ANBK diolah, setiap madrasah akan menerima Rapor Pendidikan melalui platform digital. Rapor ini menyajikan data secara ringkas dan mudah dipahami, menunjukkan capaian madrasah dalam berbagai indikator. Untuk AKM, hasilnya dikategorikan ke dalam beberapa tingkatan kompetensi, seperti Perlu Intervensi Khusus, Dasar, Cakap, dan Mahir. Kategori ini membantu madrasah memahami proporsi siswa mereka di setiap level dan di mana letak tantangan terbesarnya.

Data dari Survei Karakter dan Survei Lingkungan Belajar juga disajikan, memberikan gambaran tentang kekuatan dan kelemahan madrasah dalam hal iklim belajar dan pembentukan karakter. Tugas pertama bagi tim manajemen madrasah adalah mempelajari rapor ini secara mendalam, bukan untuk mencari siapa yang salah, tetapi untuk memahami kondisi secara objektif.

Perencanaan Berbasis Data (PBD)

Rapor Pendidikan adalah alat diagnosis; Perencanaan Berbasis Data (PBD) adalah resep tindakannya. PBD adalah sebuah proses di mana madrasah menggunakan data dari Rapor Pendidikan untuk mengidentifikasi masalah, merefleksikan akar penyebabnya, dan merancang program-program perbaikan yang spesifik dan terukur. Siklus PBD dapat diringkas menjadi:

  1. Identifikasi: Memilih beberapa indikator prioritas dari Rapor Pendidikan yang paling perlu diperbaiki. Misalnya, madrasah memilih untuk fokus pada "Kemampuan Numerasi" dan "Iklim Keamanan Sekolah".
  2. Refleksi: Mengadakan diskusi terfokus (FGD) dengan para guru untuk mencari akar masalah. Mengapa kemampuan numerasi rendah? Apakah karena metode mengajar yang monoton? Kurangnya media pembelajaran? Atau persepsi siswa bahwa matematika itu sulit?
  3. Benahi: Merumuskan program atau kegiatan konkret untuk mengatasi akar masalah tersebut. Contohnya, jika akar masalahnya adalah metode mengajar, program "Benahi"-nya bisa berupa lokakarya pembuatan alat peraga matematika dari bahan bekas atau pelatihan pembelajaran matematika realistik (PMR).
  4. Evaluasi: Melakukan pemantauan dan evaluasi secara berkala untuk melihat apakah program yang dijalankan memberikan dampak positif terhadap praktik pembelajaran dan hasil belajar siswa.

Kesimpulan: ANBK sebagai Katalisator Transformasi

Asesmen Nasional Berbasis Komputer di tingkat Madrasah Ibtidaiyah adalah sebuah langkah maju yang fundamental dalam upaya peningkatan mutu pendidikan. Ia menggeser fokus dari penilaian sumatif yang menghakimi menjadi penilaian formatif yang membina. ANBK bukan tujuan akhir, melainkan kompas yang memberikan arah. Ia menyediakan data yang kaya dan terperinci, yang jika dimanfaatkan dengan benar melalui proses Perencanaan Berbasis Data, dapat menjadi katalisator bagi transformasi madrasah.

Keberhasilan ANBK pada akhirnya tidak diukur dari angka-angka yang dihasilkannya, tetapi dari sejauh mana data tersebut mampu menginspirasi dialog, refleksi, dan aksi perbaikan di setiap ruang kelas dan di setiap koridor madrasah. Ini adalah perjalanan panjang yang menuntut komitmen, kolaborasi, dan kemauan untuk terus belajar dari seluruh pemangku kepentingan, demi mewujudkan madrasah yang lebih berkualitas, adaptif, dan mampu mencetak generasi yang kompeten serta berkarakter mulia.

🏠 Homepage