Simbol kesederhanaan dan kekayaan intelektual
Di tengah hiruk pikuk dunia digital yang serba cepat, seringkali kita melupakan akar budaya yang telah membentuk identitas bangsa. Salah satu warisan budaya Nusantara yang kaya namun kini mulai terlupakan adalah Bahasa Arab Pegon. Bahasa ini bukanlah sekadar dialek Arab biasa, melainkan sebuah sistem penulisan unik yang menggabungkan aksara Arab dengan modifikasi untuk merepresentasikan bunyi dan kosakata bahasa lokal, terutama Jawa, Sunda, dan Melayu.
Bahasa Arab Pegon tumbuh subur di lingkungan pesantren dan masyarakat agamis di Indonesia. Tujuannya sederhana namun krusial: untuk memudahkan para santri dan masyarakat awam dalam memahami dan mempelajari kitab-kitab berbahasa Arab klasik yang menjadi rujukan utama dalam ajaran Islam. Dengan mengadaptasi aksara Arab yang sudah akrab, Pegon membuka pintu pengetahuan bagi mereka yang belum menguasai tata bahasa Arab secara mendalam.
Perkembangan Bahasa Arab Pegon dapat ditelusuri sejak abad ke-13 atau ke-14, seiring dengan penyebaran Islam di Nusantara. Para ulama dan mubaligh pada masa itu membawa serta kitab-kitab keagamaan berbahasa Arab. Namun, tantangan bahasa menjadi hambatan bagi sebagian besar penduduk pribumi. Untuk mengatasi hal ini, muncullah inisiatif untuk menciptakan sistem penulisan yang lebih akomodatif.
Aksara Arab yang memiliki banyak kesamaan bunyi dengan bahasa lokal menjadi fondasi utama. Namun, beberapa bunyi yang tidak ada dalam bahasa Arab standar, seperti 'c', 'g', 'p', 'ny', 'ng', dan 'a' (yang kadang dilafalkan lebih terbuka), diberi tambahan titik atau harakat khusus untuk membedakannya. Penambahan ini menjadikan aksara Arab mampu merekam nuansa fonetik bahasa-bahasa daerah secara lebih akurat.
Proses adaptasi ini tidak hanya terbatas pada penambahan titik. Terkadang, beberapa huruf Arab divariasikan atau digabungkan untuk mewakili konsonan atau vokal tertentu. Hal ini menciptakan sebuah sistem yang estetis sekaligus fungsional, mencerminkan kekreatifan para ulama dalam menjaga kelestarian ajaran agama sekaligus membumikannya bagi masyarakat.
Bahasa Arab Pegon bukan hanya alat bantu belajar, tetapi juga menjadi medium penting dalam penyebaran dakwah, penulisan karya-karya ulama lokal, bahkan dalam urusan administrasi keagamaan di masa lalu.
Di era modern ini, keberadaan Bahasa Arab Pegon memang tidak seheboh dulu. Munculnya berbagai metode pembelajaran bahasa Arab yang lebih modern, termasuk pengajaran langsung bahasa Arab standar, serta dominasi bahasa asing lain seperti Inggris, sedikit menggeser posisi Pegon. Buku-buku dan kitab-kitab yang ditulis dengan Pegon kini lebih banyak ditemukan di perpustakaan-perpustakaan tua atau di kalangan pengamal tradisi keagamaan tertentu.
Namun, bukan berarti Pegon kehilangan relevansinya. Bagi banyak kalangan, terutama yang tumbuh dalam tradisi pesantren salaf, Pegon tetap menjadi bahasa "ibu" kedua yang akrab dan sarat makna. Membaca kitab kuning yang ditulis dalam Pegon memberikan rasa kedekatan tersendiri dengan ajaran leluhur dan para ulama terdahulu. Keindahan khat dan cara penulisan Pegon juga memiliki daya tarik estetik tersendiri bagi para penikmat kaligrafi.
"Belajar agama dari kitab kuning yang ditulis dengan Pegon itu rasanya beda. Seperti ada jembatan langsung ke masa para kiai dulu."
Selain itu, penelitian mengenai Bahasa Arab Pegon juga terus dilakukan oleh para akademisi dan pegiat budaya. Mereka berupaya mendokumentasikan, menganalisis, dan mempopulerkan kembali kekayaan linguistik dan kultural ini. Tujuannya adalah agar warisan berharga ini tidak lenyap ditelan zaman, melainkan dapat dipahami dan diapresiasi oleh generasi penerus.
Melestarikan Bahasa Arab Pegon membutuhkan upaya kolektif. Salah satunya adalah dengan terus memproduksi karya-karya baru dalam Pegon, baik itu terjemahan, ringkasan kitab, maupun karya orisinal. Pesantren-pesantren yang masih memegang teguh tradisi dapat menjadi garda terdepan dalam mengajarkan dan menggunakan Pegon dalam kegiatan sehari-hari.
Pendidikan juga memegang peranan penting. Memasukkan materi tentang sejarah dan sistem penulisan Pegon ke dalam kurikulum pendidikan agama atau studi kebudayaan dapat memperkenalkan warisan ini kepada khalayak yang lebih luas. Museum, perpustakaan, dan lembaga kebudayaan juga dapat berperan dengan menggelar pameran atau lokakarya tentang Bahasa Arab Pegon.
Mengintegrasikan Pegon dengan teknologi modern juga bisa menjadi solusi. Misalnya, membuat kamus digital Pegon, aplikasi pembelajaran, atau bahkan font komputer khusus Pegon. Dengan cara ini, Pegon dapat tetap relevan dan mudah diakses oleh generasi milenial dan Gen Z.
Bahasa Arab Pegon adalah cerminan kecerdasan dan kreativitas bangsa Indonesia dalam mengadaptasi budaya asing untuk kepentingan dakwah dan pendidikan. Ia adalah jembatan antara tradisi dan modernitas, antara khazanah intelektual Islam dan kearifan lokal Nusantara. Melestarikan Bahasa Arab Pegon berarti menjaga salah satu denyut nadi kekayaan budaya kita yang tak ternilai harganya.