Bank yang Menerima AJB sebagai Agunan

Memahami Akta Jual Beli (AJB) sebagai Jaminan Bank

Dalam dunia pembiayaan perbankan, agunan atau jaminan memegang peranan krusial. Agunan berfungsi sebagai pelindung bagi bank apabila debitur gagal memenuhi kewajibannya (wanprestasi). Salah satu aset properti yang sering menjadi objek transaksi adalah tanah dan bangunan, yang proses legalitasnya diresmikan melalui **Akta Jual Beli (AJB)**. Pertanyaannya, bank mana yang menerima AJB sebagai agunan? Jawabannya tidak selalu hitam di atas putih, karena persyaratan bank sangat bergantung pada status legalitas akhir dari aset tersebut.

AJB (Belum Sertifikat) Diterima?

Ilustrasi: AJB sebagai dasar agunan yang sedang diverifikasi.

Perbedaan Kunci: AJB Versus Sertifikat (SHM/HGB)

Secara fundamental, bank konvensional di Indonesia, terutama untuk kredit pemilikan rumah (KPR) atau kredit multiguna dengan jaminan properti, mensyaratkan aset yang diagunkan harus memiliki **Sertifikat Hak Milik (SHM)** atau **Hak Guna Bangunan (HGB)** yang terdaftar di Badan Pertanahan Nasional (BPN).

AJB hanyalah bukti autentik bahwa telah terjadi transaksi jual beli di hadapan Notaris/PPAT. AJB merupakan syarat mutlak untuk memohon pemecahan sertifikat atau peralihan hak kepemilikan menjadi atas nama pembeli. Namun, AJB *sendiri* belum menjadi jaminan yang sempurna di mata bank karena:

Bank yang Lebih Fleksibel Menerima AJB

Meskipun mayoritas bank besar menolak AJB mentah sebagai satu-satunya agunan KPR, terdapat beberapa skenario dan jenis bank yang mungkin lebih fleksibel dalam menerima AJB sebagai dasar agunan, terutama jika dikombinasikan dengan dokumen pendukung lainnya atau melalui skema kredit tertentu:

  1. Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Lokal: BPR seringkali memiliki kebijakan kredit yang lebih luwes dan mengenal secara mendalam riwayat aset di wilayah operasional mereka. Mereka mungkin menerima AJB yang sudah berumur panjang dan status tanahnya jelas (misalnya, sudah sporadik/girik yang akan dikonversi), asalkan didukung oleh riwayat pembayaran pajak yang baik dan ada komitmen kuat untuk segera mengurus sertifikat.
  2. Kredit Produktif dengan Agunan Tambahan: Untuk pinjaman modal kerja atau investasi yang disertai jaminan berupa usaha atau aset lancar lainnya, beberapa bank mungkin mau menerima AJB sebagai jaminan sekunder. Dalam kasus ini, AJB diproses bersamaan dengan proses pengikatan jaminan (APHT) setelah sertifikat terbit.
  3. Bank Syariah (Konsep Kepemilikan Bersama): Beberapa bank syariah (seperti BSM atau BRI Syariah) yang menerapkan akad murabahah atau ijarah muntahiyyah bi tamlik mungkin lebih fokus pada status penguasaan aset. Namun, mereka tetap sangat menganjurkan proses pemilikan (sertifikat) selesai untuk meminimalisir risiko sengketa di masa depan.
  4. Kredit dengan Jaminan Dokumen Kuat Lain: Jika AJB tersebut berasal dari aset yang statusnya sudah dalam proses konversi menjadi sertifikat (misalnya, sudah ada Surat Keterangan Tanah/SKT dari desa yang kuat), beberapa bank mungkin memberikan toleransi dengan syarat pencairan dana bertahap disertai notaris yang mengikatkan Hak Tanggungan (HT) segera setelah sertifikat terbit.

Langkah Krusial Sebelum Mengajukan AJB sebagai Agunan

Jika Anda memiliki properti hanya berbekal AJB, langkah terbaik sebelum mengajukan pinjaman adalah memastikan aset tersebut memenuhi syarat untuk diubah menjadi sertifikat resmi. Bank umumnya akan meminta Anda menyelesaikan proses ini sebagai syarat utama pencairan.

Pastikan dokumen Anda memenuhi kriteria berikut:

Secara ringkas, mencari bank yang menerima AJB sebagai agunan utama untuk KPR hampir mustahil dilakukan di bank besar. Fokuslah pada peningkatan status legalitas aset Anda menjadi Sertifikat Hak Milik (SHM) atau Hak Guna Bangunan (HGB), karena inilah mata uang jaminan yang paling diterima dan dijamin aman oleh sistem perbankan nasional.

🏠 Homepage