Menghitung warisan dalam Islam, atau yang dikenal sebagai ilmu Faraidh atau Mawarith, adalah sebuah disiplin ilmu yang sangat penting untuk memastikan keadilan dan kepatuhan terhadap syariat Allah dalam distribusi harta peninggalan. Prinsip utamanya adalah membagikan harta warisan kepada ahli waris yang berhak berdasarkan ketentuan Al-Qur'an dan As-Sunnah.
Proses ini mungkin terdengar rumit, namun dengan pemahaman yang benar, contoh konkret dapat mempermudah prosesnya. Kunci utama dalam perhitungan warisan Islam adalah menentukan siapa saja ahli waris yang berhak menerima harta, serta bagian (fardhu) yang mereka terima.
Sebelum melangkah ke contoh, penting untuk memahami rukun-rukun pembagian warisan:
Secara umum, ahli waris dalam Islam dibagi menjadi beberapa kategori, namun yang paling utama dan memiliki hak waris secara langsung adalah:
Mari kita ambil contoh kasus yang paling umum:
Seorang ayah (P) meninggal dunia, meninggalkan harta sebesar Rp 1.200.000.000. Beliau meninggalkan ahli waris:
Sebelum pembagian warisan, pastikan seluruh kewajiban (biaya jenazah, utang, wasiat yang sah) sudah terpenuhi. Diasumsikan tidak ada kewajiban lain.
Bagian istri = 1/8 dari Rp 1.200.000.000 = Rp 150.000.000
Sisa harta = Total harta - Bagian istri
Sisa harta = Rp 1.200.000.000 - Rp 150.000.000 = Rp 1.050.000.000
Anak-anak (L1, L2, P1) berhak atas sisa harta. Perbandingannya adalah laki-laki : perempuan = 2 : 1.
Jumlah "unit" bagian = 2 (L1) + 2 (L2) + 1 (P1) = 5 unit.
Nilai per unit = Sisa harta / Jumlah unit
Nilai per unit = Rp 1.050.000.000 / 5 = Rp 210.000.000
Total = Bagian Istri + Bagian L1 + Bagian L2 + Bagian P1
Total = Rp 150.000.000 + Rp 420.000.000 + Rp 420.000.000 + Rp 210.000.000 = Rp 1.200.000.000
Total ini sesuai dengan jumlah harta warisan awal.
Contoh di atas adalah salah satu skenario paling umum. Dalam realitasnya, kasus warisan bisa menjadi jauh lebih kompleks. Ada situasi di mana ahli waris tertentu bisa terhalang (mahjub) dari menerima warisan oleh ahli waris lain. Faktor-faktor seperti anak angkat, perbedaan agama antara pewaris dan ahli waris, serta keberadaan saudara kandung atau saudara tiri juga dapat mempengaruhi pembagian.
Oleh karena itu, sangat disarankan untuk selalu berkonsultasi dengan ahli waris yang kompeten dalam bidang Faraidh atau mendatangi lembaga terkait seperti Bimbingan Keluarga Sakinah atau pengadilan agama untuk mendapatkan perhitungan yang akurat dan sesuai syariat. Memahami dasar-dasar perhitungan ini tidak hanya membantu menghindari perselisihan keluarga, tetapi juga merupakan bentuk ketaatan kita kepada Allah SWT.