Doa adalah inti dari penghambaan seorang mukmin. Dalam Islam, kita diajarkan untuk selalu memohon pertolongan dan perlindungan kepada Allah SWT dalam setiap keadaan. Salah satu doa yang sangat kuat dan sering diamalkan oleh para salafus shalih, termasuk riwayat yang dinisbatkan kepada Sayyidina Ali bin Abi Thalib radhiyallahu 'anhu, adalah doa yang memohon kecukupan dan kemuliaan dari Allah.
Doa ini memuat pengakuan penuh bahwa hanya Allah yang mampu memberikan izzah (kemuliaan, kehormatan) dan kifaayah (kecukupan, perlindungan) yang hakiki. Ketika seorang hamba mengucapkan doa ini dengan penuh keyakinan, ia sedang menyatakan ketergantungannya hanya kepada Sang Pencipta, melepaskan segala ketergantungan kepada makhluk.
Fokus utama doa ini, seperti yang tertera dalam lafaznya, adalah permohonan agar Allah mencukupkan dari segala hal yang mungkin merendahkan atau menyusahkan, melalui kemuliaan-Nya yang abadi.
Berikut adalah lafaz doa yang masyhur ini, seringkali disebut sebagai kunci untuk mendapatkan perlindungan dan kemandirian sejati:
Namun, fokus utama pembahasan kita terkait dengan variasi lafaz yang menggarisbawahi tema 'izzah' atau kemuliaan, yaitu lafaz yang berbunyi:
Ilustrasi permohonan kepada Yang Maha Kuasa.
Meskipun doa yang paling populer adalah tentang rezeki halal, terdapat redaksi lain yang menekankan pada kemuliaan dan kecukupan yang bersumber dari Allah, yang sering kali dirangkum dalam semangat doa di atas, yaitu:
Inti dari lafaz ini adalah penyerahan total. Mengapa kemuliaan (izzah) menjadi penting? Dalam pandangan Islam, kemuliaan sejati tidak terletak pada kekayaan materi, jabatan, atau popularitas duniawi, melainkan pada kedekatan dan pengakuan Allah terhadap seorang hamba.
Ketika kita meminta Allah untuk mencukupkan kita dengan 'izzah', kita memohon agar martabat kita dijaga oleh Allah. Ini berarti:
Doa ini berjalan seiring dengan upaya untuk menjauhi hal-hal yang menghinakan, termasuk meminta-minta kepada sesama manusia (kecuali dalam kondisi darurat yang diizinkan syariat). Ketergantungan kepada manusia sering kali membawa rasa rendah diri dan ketidakpastian. Jika Allah yang menjadi sandaran, maka segala ketidakpastian duniawi menjadi relatif kecil.
Dalam konteks 'Allahumma kafani izzan antakuna', penekanan adalah bahwa keberadaan Allah sebagai Rabb kita sudah merupakan sumber kemuliaan tertinggi yang tak tertandingi. Tidak ada kemuliaan yang lebih tinggi daripada disebut sebagai hamba Allah yang dekat dengan-Nya. Doa ini adalah pengakuan bahwa kekayaan terbesar seorang mukmin bukanlah apa yang ia miliki, melainkan siapa yang ia sembah.
Doa ini dianjurkan untuk dibaca pada waktu-waktu mustajab, seperti setelah shalat fardhu, di penghujung malam (sepertiga malam terakhir), atau saat menghadapi kesulitan yang mengancam harga diri dan prinsip keagamaan. Dengan mengamalkan doa ini, seorang muslim melatih hatinya untuk selalu menengadah ke atas, mencari sumber kekuatan dan kehormatan hanya dari satu sumber yang Maha Mulia.
Mengamalkan doa ini secara rutin akan menumbuhkan karakter yang teguh, terhormat di mata Allah, dan selalu merasa cukup karena dikaruniai pandangan bahwa Allah Maha Pelindung dan Maha Pemberi Kemuliaan.