Dalam lanskap dakwah Islam Nusantara, nama-nama besar dari keluarga Alawiyyin seringkali menjadi mercusuar bagi umat. Salah satu tokoh yang namanya disematkan dengan rasa hormat dan kekaguman adalah Habib Ali Zaenal Abidin bin Abu Bakar Al Hamid. Beliau dikenal luas bukan hanya karena garis keturunannya yang mulia, namun lebih karena dedikasi tanpa lelahnya dalam menyebarkan ajaran Islam yang moderat, penuh kasih sayang, dan berpegang teguh pada tradisi Ahlussunnah Wal Jama'ah.
Sebagai bagian dari rantai keilmuan yang diwariskan dari para Habaib Yaman yang bermigrasi ke Indonesia, Habib Ali Zaenal Abidin menerima pendidikan agama sejak usia dini. Lingkungan tumbuh kembangnya sangat kondusif bagi pembentukan karakter seorang da’i. Beliau dibentuk dalam suasana yang menekankan pentingnya akhlak mulia, penghormatan terhadap ulama, serta kecintaan mendalam terhadap Rasulullah SAW dan keluarganya.
Pendidikan formal dan informal yang diperolehnya membentuk fondasi keilmuan yang kokoh. Beliau mendalami kitab-kitab klasik, fiqih, ushuluddin, dan tasawwuf. Kedalaman ilmu ini bukan hanya bersifat teoritis, melainkan terinternalisasi dalam setiap tutur kata dan perilakunya. Hal ini menjadikannya sosok yang sangat dihormati, mampu memberikan pencerahan tanpa menggurui, melainkan dengan pendekatan yang menyejukkan hati.
Dakwah Habib Ali Zaenal Abidin bin Abu Bakar Al Hamid identik dengan penyebaran nilai-nilai persatuan dan toleransi. Di tengah dinamika sosial dan perbedaan pandangan keagamaan yang terkadang muncul, beliau senantiasa tampil sebagai penengah dan perekat umat. Pesan-pesan beliau selalu berpusat pada tiga pilar utama: kecintaan kepada Allah, kecintaan kepada Rasulullah, dan pelayanan tulus kepada sesama manusia tanpa memandang latar belakang.
Beliau aktif menghadiri berbagai majelis zikir dan pertemuan keagamaan di seluruh pelosok negeri. Kehadirannya selalu dinanti karena ceramahnya yang mengalir jernih, seringkali diselingi dengan kisah-kisah hikmah dan teladan dari para salafus shalih. Substansi dakwahnya mendorong jamaah untuk memperbaiki hubungan vertikal dengan Tuhan melalui ibadah yang khusyuk, sekaligus memperbaiki hubungan horizontal melalui muamalah yang baik dan amal sosial.
Lebih dari sekadar penceramah, Habib Ali Zaenal Abidin juga merupakan seorang pembina umat. Perhatiannya tidak hanya tertuju pada jamaah yang sudah religius, tetapi juga kepada generasi muda yang membutuhkan bimbingan agar terhindar dari paham-paham ekstremis atau nihilisme. Beliau menekankan pentingnya pendidikan karakter yang diintegrasikan dengan ajaran Islam yang otentik.
Salah satu ciri khas pengaruh beliau adalah kemampuan beliau menyentuh hati mereka yang keras kepala. Dengan kesabaran yang luar biasa, beliau menunjukkan bahwa Islam adalah agama rahmatan lil 'alamin. Banyak individu yang kemudian mengubah haluan hidupnya menjadi lebih baik setelah mendengarkan nasihat-nasihat beliau yang disampaikan dengan penuh empati dan ketulusan.
Meskipun masa kehadirannya di dunia ini terbatas, warisan spiritual yang ditinggalkan oleh Habib Ali Zaenal Abidin bin Abu Bakar Al Hamid tetap relevan dan terus berkembang. Majelis-majelis yang beliau rintis atau dukung terus berlanjut, menjadi wadah bagi umat untuk mencari ilmu dan mendekatkan diri kepada Tuhan. Sosok beliau menjadi contoh nyata bagaimana seorang pemimpin spiritual seharusnya memimpin: dengan kerendahan hati, ilmu yang mumpuni, dan teladan yang paripurna.
Kisah hidup beliau mengingatkan kita bahwa kedudukan tertinggi bukanlah diukur dari kemewahan duniawi, melainkan dari sejauh mana manfaat yang kita berikan kepada sesama. Energi dakwah yang beliau tanamkan terus bersemi, menjadi bagian tak terpisahkan dari kekayaan spiritual dan tradisi keislaman di Indonesia, menjadikan beliau sosok yang dikenang sebagai pembawa cahaya kebenaran.