Hitungan Warisan Menurut Islam: Panduan Lengkap dan Prinsip Keadilan
Mempelajari dan memahami pembagian warisan dalam Islam, yang dikenal sebagai ilmu faraidh, adalah sebuah kewajiban bagi setiap Muslim. Konsep warisan dalam Islam bukan sekadar pembagian harta semata, melainkan sebuah sistem yang didasarkan pada keadilan, kasih sayang, dan menjaga keharmonisan keluarga, bahkan setelah kematian. Sistem ini diatur langsung oleh Allah SWT dalam Al-Qur'an dan dijelaskan lebih lanjut dalam Sunnah Rasulullah SAW.
Dasar Hukum dan Pentingnya Ilmu Faraidh
Al-Qur'an secara tegas memerintahkan umat Islam untuk menegakkan keadilan dalam pembagian warisan. Surah An-Nisa' ayat 7 menjadi landasan utama, yang menegaskan hak setiap orang yang ditinggalkan orang tua atau kerabatnya atas harta warisan sesuai dengan kadar yang telah ditentukan.
"Bagi orang laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapak dan kerabatnya, dan bagi orang perempuanpun ada hak bagian dari apa yang ditinggalkan oleh ibu-bapak dan kerabatnya, baik harta itu sedikit atau banyak menurut bahagian yang telah ditentukan." (QS. An-Nisa': 7)
Ilmu faraidh sangat penting karena:
Menjaga Keharmonisan Keluarga: Dengan adanya aturan yang jelas, potensi perselisihan antar ahli waris dapat diminimalisir.
Menghindari Praktik Haram: Sistem faraidh mencegah praktik pembagian warisan yang tidak adil atau berdasarkan hawa nafsu.
Memenuhi Hak Ahli Waris: Memastikan setiap ahli waris mendapatkan haknya sesuai syariat.
Mengharap Ridha Allah: Melaksanakan perintah Allah SWT dalam pembagian warisan adalah bentuk ibadah.
Rukun dan Syarat Waris
Agar pembagian warisan dapat dilakukan, terdapat beberapa rukun dan syarat yang harus dipenuhi:
Rukun Waris:
Muwarrits: Pewaris, yaitu orang yang meninggal dunia dan meninggalkan harta.
Waratsah: Ahli waris, yaitu orang-orang yang berhak menerima harta warisan.
Mawrut: Harta warisan, yaitu harta yang ditinggalkan oleh pewaris yang halal dan masih ada saat pewaris meninggal.
Syarat Waris:
Ada Kematian Pewaris: Pewaris harus benar-benar telah meninggal dunia, baik secara hakiki maupun hukum (seperti putusan pengadilan).
Ada Hubungan Nasab (Kekerabatan) atau Sebab yang Menghak: Adanya hubungan yang sah antara pewaris dan ahli waris, seperti hubungan darah (anak, orang tua, saudara), pernikahan (suami/istri), atau pembebasan budak (di masa lalu).
Ahli Waris Hidup Saat Pewaris Meninggal: Ahli waris harus dalam keadaan hidup saat pewaris meninggal dunia. Jika ahli waris meninggal sebelum pewaris, maka ia tidak berhak menerima warisan.
Golongan Ahli Waris dan Bagiannya
Dalam Islam, ahli waris dibagi menjadi tiga golongan utama:
1. Ahli Waris Dzawil Furudh (Penerima Bagian Tetap)
Mereka adalah ahli waris yang bagiannya telah ditentukan secara pasti dalam Al-Qur'an. Bagian mereka umumnya adalah 1/2, 1/4, 1/3, 2/3, 1/6, atau 1/8. Golongan ini meliputi:
Suami/Istri: Mendapat bagian tergantung ada atau tidaknya anak.
Anak Perempuan: Mendapat 1/2 jika tunggal, 2/3 jika ada dua orang atau lebih, dan sisa jika ada anak laki-laki.
Orang Tua: Ayah mendapat 1/6 jika ada anak, atau menjadi ashabah jika tidak ada anak. Ibu mendapat 1/6 jika ada anak, atau 1/3 jika tidak ada anak/suami.
Saudara Perempuan Kandung: Mendapat 1/2 jika tunggal, 2/3 jika ada dua orang atau lebih, dan sisa jika ada saudara laki-laki kandung atau anak laki-laki pewaris.
Saudara Perempuan Se-Bapak: Memiliki kedudukan yang sama dengan saudara perempuan kandung jika tidak ada saudara kandung.
Saudara Laki-Laki Sekandung/Se-Bapak: Menjadi ashabah (sisa) jika tidak ada anak laki-laki pewaris.
Kakek: Mendapat 1/6 jika ada anak laki-laki atau cucu laki-laki.
Nenek: Mendapat 1/6, dengan beberapa pengecualian.
2. Ashabah (Penerima Sisa)
Mereka adalah ahli waris yang berhak menerima sisa harta warisan setelah dibagikan kepada golongan dzawil furudh. Jika tidak ada sisa, maka mereka tidak mendapatkan apa-apa. Ashabah dibagi menjadi dua:
Ashabah Bi Nafsihi: Laki-laki yang nasabnya langsung kepada pewaris tanpa perantaraan perempuan (anak laki-laki, ayah, kakek, saudara laki-laki, paman, anak laki-laki paman, dst.).
Ashabah Bi Ghairihi: Perempuan yang menjadi ashabah karena adanya laki-laki yang sejajar dengannya (anak perempuan menjadi ashabah jika ada anak laki-laki; saudara perempuan kandung/se-bapak menjadi ashabah jika ada saudara laki-laki kandung/se-bapak).
3. Dzawil Arham (Kekerabatan Jauh)
Mereka adalah kerabat yang tidak termasuk dalam golongan dzawil furudh maupun ashabah. Mereka hanya berhak menerima warisan jika tidak ada ahli waris dari dua golongan sebelumnya. Contohnya adalah paman tiri, bibi dari pihak ibu, anak saudara laki-laki, dst. Pembagian untuk golongan ini memiliki perbedaan pandangan di kalangan ulama.
Kaedah Penting dalam Perhitungan Waris
Perhitungan warisan memerlukan ketelitian dan pemahaman terhadap beberapa kaedah, antara lain:
Masalah Takharuj: Terjadi ketika ahli waris yang berhak tidak hadir, lalu ia melepaskan haknya dengan suatu tebusan.
Masalah 'Aul: Terjadi ketika jumlah bagian dzawil furudh melebihi jumlah pokok masalah (misalnya, pembagi lebih besar dari pembilang). Dalam kasus ini, pembagi akan diperkecil dengan mengurangi bagian setiap ahli waris secara proporsional.
Masalah Radd: Terjadi ketika jumlah bagian dzawil furudh lebih kecil dari jumlah pokok masalah, dan tidak ada ashabah. Sisa harta dikembalikan kepada ahli waris dzawil furudh secara proporsional.
Penyamaan Pembilang (Ilham): Menyamakan penyebut dalam pecahan agar mudah dijumlahkan.
Mencari KPK (Kelipatan Persekutuan Terkecil): Untuk menemukan angka pokok masalah yang bisa dibagi habis oleh penyebut-penyebut bagian waris.
Contoh Kasus Sederhana
Misalkan seorang suami meninggal dunia meninggalkan seorang istri, seorang anak laki-laki, dan seorang anak perempuan. Harta warisan yang ditinggalkan adalah Rp 1.200.000.000.
Istri: Mendapat 1/8 (karena ada anak). Bagian istri = 1/8 x Rp 1.200.000.000 = Rp 150.000.000.
Sisa Harta: Rp 1.200.000.000 - Rp 150.000.000 = Rp 1.050.000.000.
Anak Laki-laki dan Anak Perempuan: Mereka adalah ashabah. Pembagiannya adalah 2:1. Total bagian adalah 3.
Bagian Anak Laki-laki: 2/3 x Rp 1.050.000.000 = Rp 700.000.000.
Bagian Anak Perempuan: 1/3 x Rp 1.050.000.000 = Rp 350.000.000.
Total pembagian = Rp 150.000.000 (istri) + Rp 700.000.000 (anak laki-laki) + Rp 350.000.000 (anak perempuan) = Rp 1.200.000.000.
Perhitungan warisan dalam Islam memiliki kompleksitas tersendiri, namun pada intinya adalah sebuah sistem yang adil dan telah diatur dengan sempurna. Sangat disarankan untuk berkonsultasi dengan ahli waris atau lembaga yang terpercaya dalam melakukan pembagian warisan agar sesuai dengan syariat dan terhindar dari kesalahpahaman.