Jual Beli Tanah Girik di Notaris: Langkah Aman dan Legal

Tanah girik merupakan salah satu jenis kepemilikan tanah adat di Indonesia yang proses legalitasnya seringkali memerlukan perhatian khusus. Dalam konteks transaksi jual beli, peran Notaris/Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) menjadi sangat vital untuk memastikan bahwa proses tersebut berjalan sah di mata hukum dan dapat dipertanggungjawabkan di kemudian hari. Memahami prosedur jual beli tanah girik di notaris adalah kunci keberhasilan transaksi.

Apa Itu Tanah Girik dan Mengapa Harus Melalui Notaris?

Tanah girik adalah tanah yang bukti kepemilikannya berupa surat keterangan atau kwitansi dari lurah atau desa yang mencatat pembayaran pajak (retribusi) tanah. Status ini berbeda dengan Sertifikat Hak Milik (SHM). Karena statusnya yang belum terdaftar secara resmi di Badan Pertanahan Nasional (BPN), risiko sengketa atau tumpang tindih kepemilikan sangat tinggi.

Oleh karena itu, proses jual beli tanah girik wajib diformalkan melalui akta yang dibuat oleh Notaris/PPAT. Notaris bertugas melakukan verifikasi menyeluruh, mulai dari mengecek riwayat kepemilikan (riwayat girik), memastikan tidak ada sengketa, hingga memandu proses balik nama dan pendaftaran ke BPN nantinya.

Ilustrasi Proses Jual Beli Tanah Girik di Kantor Notaris Akta Transfer

Tahapan Kunci Jual Beli Tanah Girik di Kantor Notaris

Proses ini memerlukan ketelitian. Pembeli maupun penjual harus mempersiapkan dokumen dengan lengkap sebelum mendatangi Notaris/PPAT.

1. Verifikasi Keabsahan Girik

Notaris akan meminta bukti kepemilikan asli (Girik C, Girik C1, dll.) dari penjual. Selanjutnya, Notaris akan melakukan pengecekan silang di Kantor Desa/Kelurahan setempat untuk memastikan riwayat tanah tersebut benar-benar ada dan belum pernah dialihkan tanpa dicatat.

2. Pemeriksaan Zona Nilai Tanah (ZNT) dan Pajak

Pemeriksaan kelengkapan pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah wajib. Notaris juga memastikan bahwa tanah tersebut berada di zona yang peruntukannya sesuai dengan transaksi (misalnya, bukan di area yang dilarang untuk dialihkan).

3. Pembuatan Akta Jual Beli (AJB)

Jika verifikasi berjalan lancar, Notaris akan membuat Akta Jual Beli (AJB). Pada tahap ini, penjual menyatakan menjual dan pembeli menyatakan membeli dengan harga yang disepakati. Pembayaran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) oleh pembeli harus sudah dilunasi agar AJB bisa ditandatangani.

Penting: AJB yang dibuat oleh PPAT adalah satu-satunya dasar hukum kuat untuk proses selanjutnya, walaupun tanah tersebut belum bersertifikat.

4. Pemeliharaan dan Pengurusan Sertifikat

Setelah AJB ditandatangani, tugas Notaris/PPAT biasanya berlanjut pada proses pemeliharaan (penguasaan fisik) dan pendaftaran tanah ke BPN. Proses ini meliputi pengukuran ulang dan pengajuan permohonan penerbitan Sertifikat Hak Milik (SHM) atas nama pembeli. Proses konversi dari girik ke SHM ini adalah tahapan yang krusial dan membutuhkan waktu.

Risiko Jika Melewati Notaris

Banyak transaksi tanah girik dilakukan hanya dengan kuitansi bermeterai tanpa melibatkan Notaris. Praktik ini sangat berisiko. Jika terjadi sengketa, kuitansi sederhana tidak memiliki kekuatan pembuktian yang setara dengan Akta PPAT. Penjual di kemudian hari bisa saja mengklaim bahwa tanah belum lunas, atau pihak ketiga muncul dengan klaim kepemilikan yang lebih kuat.

Menggunakan jasa notaris memang menambah biaya, namun biaya tersebut adalah investasi untuk menjamin kepastian hukum atas aset properti Anda. Kehati-hatian dalam memilih notaris yang profesional dan berpengalaman menangani tanah adat sangat direkomendasikan dalam setiap proses jual beli tanah girik di notaris.

Pastikan semua dokumen yang diserahkan adalah asli dan Anda menerima salinan akta yang sah yang dilegalisir oleh Notaris/PPAT. Proses yang transparan di hadapan Notaris akan meminimalkan potensi masalah hukum di masa depan.

🏠 Homepage