Simbolisasi Kegagahan dan Kebijaksanaan
Sayyidina Ali bin Abi Thalib karamallahu wajhah (semoga Allah memuliakan wajahnya) adalah salah satu tokoh paling sentral dalam sejarah Islam. Beliau adalah sepupu sekaligus menantu Rasulullah SAW, dan dikenal memiliki kedudukan yang sangat tinggi di sisi Allah SWT dan Rasul-Nya. Sepanjang hidupnya yang penuh perjuangan dan pengabdian, Ali RA dianugerahi berbagai julukan mulia yang mencerminkan karakter, ilmu, dan keberaniannya yang luar biasa. Memahami julukan-julukan ini adalah membuka jendela menuju kedalaman spiritual dan intelektual beliau.
Julukan Asadullah adalah yang paling masyhur dan paling sering dilekatkan pada Sayyidina Ali. Julukan ini diberikan langsung oleh Rasulullah SAW sebagai pengakuan atas keberaniannya yang tiada tara dalam medan perang dan keteguhannya dalam membela kebenaran Islam. Ali RA seringkali menjadi garda terdepan dalam pertempuran-pertempuran besar, menghadapi musuh-musuh Islam dengan keberanian seekor singa yang pantang mundur. Keberaniannya bukan sekadar fisik, tetapi juga keberanian moral untuk menegakkan syariat Allah di tengah tantangan terbesar. Kisah kepahlawanannya di Badar, Uhud, dan Khaibar adalah bukti nyata mengapa predikat "Singa Allah" layak disandangnya.
Sama halnya dengan Asadullah, julukan Haidar juga merujuk pada kegagahannya. Dalam bahasa Arab, Haidar adalah sebutan lain untuk singa, khususnya yang memiliki kekuatan menerkam dan menggigit yang sangat kuat. Julukan ini populer di kalangan keluarga Nabi Muhammad SAW dan dikenal luas sebelum Islam, namun maknanya semakin terpatri kuat setelah keislaman Ali RA. Haidar melambangkan kekuatan yang terarah dan terfokus, sebuah kekuatan yang selalu digunakan untuk tujuan ilahi, bukan untuk kezaliman.
Julukan Al-Murtada berarti 'Dia yang diridhai' atau 'Yang diterima'. Ini adalah penanda penerimaan ilahi dan keridhaan Rasulullah SAW terhadap segala tindakan dan keputusannya. Ketika Rasulullah SAW bersabda mengenai Ali, seringkali terdengar pujian yang menunjukkan bahwa Allah SWT ridha terhadap apa yang Ali lakukan dan cintai. Hal ini mencakup penerimaannya sebagai suami Fatimah az-Zahra, dan keridhaan atas ilmu serta keadilannya.
Mungkin julukan ini yang paling mendefinisikan kontribusi intelektual Sayyidina Ali. Rasulullah SAW pernah bersabda, "Aku adalah kota ilmu dan Ali adalah gerbangnya." Julukan Bab al-Ilm menegaskan bahwa Sayyidina Ali adalah sumber utama pemahaman mendalam mengenai ajaran Islam setelah Nabi Muhammad SAW. Beliau dikenal sebagai pribadi yang paling menguasai tafsir Al-Qur'an, pemahaman hadits, hukum-hukum fikih, serta hikmah kebijaksanaan. Para sahabat senior seringkali merujuk kepadanya untuk memecahkan persoalan yang rumit, menjadikannya rujukan utama umat dalam ilmu agama.
Meskipun gelar Amirul Mu'minin secara resmi disematkan kepada khalifah-khalifah setelah periode Khulafaur Rasyidin, banyak ulama meyakini bahwa Sayyidina Ali secara spiritual dan hakiki telah menyandang predikat ini sejak masa hidup Rasulullah SAW, khususnya setelah peristiwa Ghadir Khum. Gelar ini menunjukkan kedudukan kepemimpinan spiritual dan politik tertinggi yang dimilikinya atas umat Islam. Keadilannya yang terkenal saat memimpin (sebagai khalifah keempat) juga menegaskan kapasitasnya sebagai pemimpin yang benar-benar mengayomi kaum mukminin.
Julukan-julukan yang melekat pada Sayyidina Ali bin Abi Thalib RA bukan sekadar nama panggilan seremonial, melainkan cerminan otentik dari perjalanan hidupnya yang paripurna. Dari Asadullah yang menunjukkan keberanian fisik dan moral, hingga Bab al-Ilm yang menunjukkan kedalaman intelektualnya, Ali RA adalah pribadi yang menyatukan kekuatan fisik, keteguhan spiritual, dan keluasan ilmu pengetahuan. Kehidupannya menjadi teladan paripurna bagi umat Islam hingga akhir zaman, membuktikan bahwa hakikat seorang pemimpin sejati terletak pada harmoni antara keberanian membela kebenaran dan kebijaksanaan dalam memahami ilmu Tuhan.