Filsafat, sebagai induk dari segala ilmu pengetahuan, selalu berusaha menjawab pertanyaan mendasar mengenai hakikat realitas, batasan pengetahuan, dan tujuan hidup. Dalam kerangka filsafat umum, terdapat tiga cabang utama yang saling terkait dan menjadi fondasi bagi setiap pemikiran kritis: Ontologi, Epistemologi, dan Aksiologi. Memahami ketiganya secara komprehensif adalah kunci untuk membangun sistem pemikiran yang koheren, baik dalam ranah teoretis maupun praktis.
Ontologi merupakan bagian filsafat yang mengkaji tentang apa yang ada (being) atau hakikat realitas. Secara sederhana, ontologi bertanya, "Apa yang eksis?" dan "Bagaimana eksistensi itu dikategorikan?" Dalam kajian filsafat ini, para filsuf berusaha menentukan batas antara yang nyata, yang mungkin ada, dan yang hanya ilusi. Konsep-konsep seperti substansi, esensi, dan eksistensi menjadi fokus utama. Sebagai contoh, perdebatan antara materialisme (yang meyakini materi sebagai realitas dasar) dan idealisme (yang meyakini ide atau roh sebagai realitas tertinggi) adalah jantung dari diskusi ontologi.
Penerapan ontologi sangat vital, terutama dalam ilmu pengetahuan modern. Penentuan objek studi—apakah itu fenomena fisik yang terukur atau konsep abstrak—bergantung pada asumsi ontologis yang mendasarinya. Pemahaman yang jelas mengenai domain ontologis membantu membatasi ruang lingkup penelitian dan menentukan validitas klaim kebenaran yang akan dibuat.
Jika ontologi berurusan dengan 'apa yang ada', maka epistemologi berurusan dengan 'bagaimana kita tahu tentang yang ada itu'. Epistemologi adalah teori pengetahuan yang menyelidiki hakikat, sumber, validitas, dan batasan pengetahuan manusia. Pertanyaan utamanya meliputi: Apakah pengetahuan itu? Bagaimana kita memperolehnya? Dan sejauh mana kita bisa yakin bahwa apa yang kita yakini adalah benar?
Aliran utama dalam epistemologi sering kali terbagi antara rasionalisme (pengetahuan diperoleh melalui akal dan intuisi) dan empirisme (pengetahuan diperoleh melalui pengalaman inderawi). Di era kontemporer, epistemologi juga banyak membahas isu-isu validitas dalam metodologi penelitian ilmiah, serta batasan-batasan bias kognitif yang memengaruhi persepsi kita terhadap kebenaran. Dalam konteks kajian ilmu, epistemologi menentukan metode apa yang paling tepat digunakan untuk mengungkap realitas yang telah didefinisikan oleh ontologi.
Cabang ketiga dari landasan filsafat ini adalah aksiologi, yang merupakan studi tentang nilai. Aksiologi mempertanyakan nilai-nilai yang melekat pada pengetahuan dan eksistensi itu sendiri. Nilai di sini tidak hanya mencakup nilai moral (etika), tetapi juga nilai estetika (keindahan) dan nilai pragmatis (kegunaan).
Etika, sebagai bagian dari aksiologi, membahas tentang apa yang baik dan apa yang buruk, serta bagaimana seharusnya manusia bertindak. Sementara itu, estetika membahas tentang apa yang indah. Dalam konteks ilmu pengetahuan, aksiologi sering muncul dalam diskusi mengenai tanggung jawab moral ilmuwan terhadap temuan mereka dan bagaimana hasil penelitian tersebut seharusnya diaplikasikan demi kemaslahatan umat manusia. Pertanyaan aksiologis menempatkan seluruh proses berpikir—mulai dari penentuan objek (ontologi) hingga cara mengetahuinya (epistemologi)—dalam kerangka tujuan akhir yang bernilai.
Ketiga domain ini—ontologi, epistemologi, dan aksiologi—tidak bekerja secara terpisah. Mereka membentuk siklus yang saling menguatkan dalam filsafat dan metodologi penelitian. Sebuah pandangan ontologis akan memengaruhi asumsi epistemologis (bagaimana cara terbaik mempelajari realitas itu?), dan keduanya pada akhirnya akan mengarahkan pada kesimpulan aksiologis mengenai tujuan atau nilai dari pengetahuan tersebut. Misalnya, seorang ilmuwan yang berpandangan ontologis bahwa alam semesta bersifat deterministik (ontologi) akan cenderung menggunakan metode yang menekankan pada pencarian hukum kausalitas yang pasti (epistemologi), yang mana tujuannya mungkin untuk memprediksi dan mengendalikan fenomena alam (aksiologi).
Oleh karena itu, kajian mendalam terhadap kajian filsafat ontologi epistemologi dan aksiologi bukan sekadar latihan akademis, melainkan fondasi esensial bagi setiap disiplin ilmu dan pandangan hidup yang ingin dibangun secara rasional dan bertanggung jawab.