ذو الحجة Ilustrasi Ka'bah dan bulan sabit melambangkan bulan suci Dzulhijjah yang penuh berkah.

Menggapai Kemuliaan di Bulan Dzulhijjah

Dalam perputaran waktu yang Allah ciptakan, terdapat momen-momen istimewa yang memiliki keutamaan agung. Salah satunya adalah bulan Dzulhijjah, bulan ke dua belas dalam kalender Hijriah. Bulan ini bukan sekadar penutup tahun, melainkan sebuah panggung besar di mana Allah Subhanahu wa Ta'ala membentangkan lautan ampunan, rahmat, dan pahala yang berlipat ganda. Dzulhijjah adalah bulan haji, bulan qurban, dan bulan di mana terdapat hari-hari terbaik sepanjang tahun. Memahami keutamaannya adalah langkah pertama untuk meraih kemuliaan yang ditawarkan di dalamnya.

Dzulhijjah termasuk dalam empat bulan haram (Asyhurul Hurum), yaitu bulan-bulan yang dimuliakan. Tiga di antaranya berurutan: Dzulqa'dah, Dzulhijjah, dan Muharram, serta satu bulan terpisah yaitu Rajab. Pada bulan-bulan ini, segala bentuk pertikaian dan peperangan dilarang, dan amalan kebaikan dilipatgandakan pahalanya, begitu pula sebaliknya, perbuatan dosa menjadi lebih besar timbangannya. Ini adalah penanda bahwa Dzulhijjah sejak awal adalah bulan yang menuntut kesucian jiwa dan peningkatan kualitas ibadah.


Fondasi Keutamaan: Dalil dari Al-Qur'an dan As-Sunnah

Keistimewaan Dzulhijjah, khususnya sepuluh hari pertamanya, tidaklah berasal dari tradisi semata, melainkan bersumber langsung dari wahyu ilahi. Allah Subhanahu wa Ta'ala sendiri bersumpah dengan menyebut hari-hari tersebut, sebuah penegasan yang menunjukkan betapa agungnya waktu ini.

Sumpah Allah dalam Surah Al-Fajr

Allah berfirman dalam kitab-Nya yang mulia:

وَالْفَجْرِ ۝ وَلَيَالٍ عَشْرٍ

"Demi fajar, dan malam yang sepuluh." (QS. Al-Fajr: 1-2)

Para ulama tafsir, seperti Ibnu Katsir, Ibnu Abbas, Ibnu Zubair, Mujahid, dan banyak lainnya dari kalangan salaf dan khalaf, sepakat bahwa yang dimaksud dengan "malam yang sepuluh" (layalin 'asyr) adalah sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah. Sumpah yang Allah gunakan menunjukkan betapa mulia dan pentingnya waktu tersebut. Ketika Sang Pencipta bersumpah dengan salah satu makhluk atau ciptaan-Nya, itu adalah isyarat bagi manusia untuk memberikan perhatian khusus dan memuliakannya. Ini adalah panggilan untuk merenung dan memanfaatkan kesempatan emas yang terkandung di dalamnya.

Penegasan Rasulullah tentang Amalan Paling Dicintai Allah

Keutamaan ini diperkuat lagi oleh hadits shahih dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Diriwayatkan dari Ibnu Abbas, beliau bersabda:

مَا مِنْ أَيَّامٍ الْعَمَلُ الصَّالِحُ فِيهَا أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ مِنْ هَذِهِ الأَيَّامِ ». يَعْنِى أَيَّامَ الْعَشْرِ. قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَلاَ الْجِهَادُ فِى سَبِيلِ اللَّهِ قَالَ « وَلاَ الْجِهَادُ فِى سَبِيلِ اللَّهِ إِلاَّ رَجُلٌ خَرَجَ بِنَفْسِهِ وَمَالِهِ فَلَمْ يَرْجِعْ مِنْ ذَلِكَ بِشَىْءٍ

"Tidak ada hari-hari di mana amal shalih di dalamnya lebih dicintai oleh Allah daripada hari-hari ini (yakni sepuluh hari pertama Dzulhijjah)." Para sahabat bertanya, "Wahai Rasulullah, tidak juga jihad di jalan Allah?" Beliau menjawab, "Tidak juga jihad di jalan Allah, kecuali seorang laki-laki yang keluar dengan jiwa dan hartanya, lalu ia tidak kembali dengan sesuatu pun darinya (syahid)." (HR. Bukhari)

Hadits ini adalah penegasan yang luar biasa. Jihad di jalan Allah, dengan segala kemuliaan dan pengorbanannya, ditempatkan di bawah amal shalih yang dilakukan pada sepuluh hari pertama Dzulhijjah. Hanya satu jenis jihad yang dapat menandinginya, yaitu jihad paripurna di mana seseorang mengorbankan jiwa dan seluruh hartanya. Ini menunjukkan betapa Allah membuka pintu pahala selebar-lebarnya pada periode ini. Segala bentuk kebaikan, sekecil apa pun, memiliki nilai yang sangat tinggi di sisi-Nya. Hadits ini menjadi motivasi terbesar bagi setiap Muslim untuk mengisi hari-hari tersebut dengan berbagai macam ibadah dan ketaatan.


Amalan-Amalan Utama di Sepuluh Hari Pertama Dzulhijjah

Berdasarkan dalil-dalil yang telah disebutkan, para ulama merumuskan berbagai amalan yang sangat dianjurkan untuk diperbanyak selama periode emas ini. Amalan-amalan ini mencakup ibadah ritual individual hingga ibadah sosial yang berdampak luas.

1. Memperbanyak Dzikir: Takbir, Tahmid, dan Tahlil

Salah satu amalan yang paling ditekankan adalah memperbanyak dzikir, khususnya kalimat-kalimat thayyibah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

"Maka perbanyaklah di hari-hari tersebut dengan tahlil (Laa ilaha illallah), takbir (Allahu Akbar), dan tahmid (Alhamdulillah)." (HR. Ahmad)

Dzikir ini terbagi menjadi dua jenis berdasarkan waktunya:

Takbir Muthlaq (Tidak Terikat Waktu)

Takbir muthlaq adalah takbir yang dianjurkan untuk diucapkan kapan saja dan di mana saja selama sepuluh hari pertama Dzulhijjah, dimulai dari terbenamnya matahari di akhir bulan Dzulqa'dah (memasuki tanggal 1 Dzulhijjah) hingga akhir hari Tasyriq (terbenamnya matahari tanggal 13 Dzulhijjah). Para sahabat seperti Ibnu Umar dan Abu Hurairah biasa pergi ke pasar pada hari-hari ini sambil bertakbir, dan orang-orang pun ikut bertakbir karena mendengar takbir mereka. Ini menghidupkan syiar Islam dan mengingatkan setiap orang akan keagungan Allah. Takbir ini bisa dilantunkan di rumah, di jalan, di masjid, di tempat kerja, sebagai bentuk pengagungan kepada Allah.

Takbir Muqayyad (Terikat Waktu)

Takbir muqayyad adalah takbir yang diucapkan secara khusus setelah selesai melaksanakan shalat fardhu. Waktunya dimulai sejak setelah shalat Subuh pada hari Arafah (9 Dzulhijjah) bagi yang tidak berhaji, dan setelah shalat Dzuhur pada hari Idul Adha (10 Dzulhijjah) bagi yang berhaji. Takbir ini terus dilanjutkan hingga setelah shalat Ashar pada hari Tasyriq terakhir (13 Dzulhijjah). Lafadz takbir yang populer adalah:

Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar, Laa ilaha illallah, Wallahu Akbar, Allahu Akbar, wa lillahil hamd.

Menggemakan takbir ini secara berjamaah setelah shalat fardhu adalah syiar yang agung, menyatukan hati kaum muslimin dalam mengagungkan Rabb mereka.

2. Puasa Sunnah: Puncak Kemuliaan di Hari Arafah

Puasa adalah salah satu amalan shalih yang paling utama. Sangat dianjurkan untuk berpuasa dari tanggal 1 hingga 9 Dzulhijjah, karena puasa termasuk dalam keumuman "amal shalih" yang disebutkan dalam hadits Ibnu Abbas. Di antara hari-hari tersebut, terdapat dua hari puasa yang memiliki keutamaan khusus.

Puasa Tarwiyah (8 Dzulhijjah)

Puasa pada hari Tarwiyah, yaitu tanggal 8 Dzulhijjah, memiliki keutamaan tersendiri. Meskipun hadits spesifik mengenai keutamaannya sering diperdebatkan kekuatannya oleh para ulama hadits, namun puasa ini tetap masuk dalam anjuran umum berpuasa di awal Dzulhijjah. Hari Tarwiyah adalah hari di mana para jamaah haji mulai bersiap-siap menuju Mina, sebuah hari perenungan dan persiapan spiritual. Berpuasa pada hari ini bagi yang tidak berhaji adalah bentuk partisipasi spiritual dalam rangkaian ibadah haji.

Puasa Arafah (9 Dzulhijjah)

Inilah puncak dari puasa sunnah di bulan Dzulhijjah. Puasa Arafah dikhususkan bagi mereka yang tidak sedang melaksanakan ibadah haji. Keutamaannya sangat luar biasa, sebagaimana disabdakan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:

صِيَامُ يَوْمِ عَرَفَةَ أَحْتَسِبُ عَلَى اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِى قَبْلَهُ وَالسَّنَةَ الَّتِى بَعْدَهُ

"Puasa hari Arafah, aku berharap kepada Allah dapat menghapuskan dosa setahun yang lalu dan setahun yang akan datang." (HR. Muslim)

Pahala yang dijanjikan ini sungguh menakjubkan. Dengan berpuasa satu hari saja, Allah menjanjikan ampunan dosa selama dua tahun. Ini adalah salah satu rahmat Allah yang terbesar bagi umat Muhammad. Hari Arafah adalah hari di mana Allah membanggakan para hamba-Nya yang sedang wukuf di Arafah di hadapan para malaikat, dan rahmat-Nya turun dengan deras. Bagi kita yang tidak berada di sana, berpuasa adalah cara terbaik untuk turut merasakan keberkahan hari yang agung ini.

3. Shalat Idul Adha dan Ibadah Qurban

Puncak dari sepuluh hari pertama Dzulhijjah adalah tanggal 10, yang dikenal sebagai Yaumun Nahr (Hari Penyembelihan) atau Hari Raya Idul Adha.

Shalat Idul Adha

Melaksanakan shalat Idul Adha di pagi hari tanggal 10 Dzulhijjah adalah syiar Islam yang agung. Ini adalah momen kebersamaan, di mana kaum muslimin berkumpul di tanah lapang untuk mengumandangkan takbir dan sujud bersama sebagai bentuk syukur kepada Allah atas nikmat-nikmat-Nya.

Ibadah Qurban

Amalan yang paling utama pada hari Idul Adha adalah menyembelih hewan qurban. Ibadah ini bukan sekadar ritual menumpahkan darah, melainkan sebuah ibadah yang sarat dengan makna ketakwaan, pengorbanan, dan kepedulian sosial. Ia adalah napak tilas dari ketaatan Nabi Ibrahim 'alaihissalam dan putranya, Nabi Ismail 'alaihissalam.

Allah berfirman:

فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ

"Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berqurbanlah." (QS. Al-Kautsar: 2)

Menyembelih hewan qurban setelah shalat Id adalah amalan yang sangat dicintai Allah pada hari itu. Daging qurban kemudian dibagikan kepada keluarga, tetangga, dan terutama kepada fakir miskin. Ini memperkuat ikatan sosial, menyebarkan kebahagiaan, dan memastikan tidak ada seorang pun yang kelaparan di hari raya. Bagi orang yang memiliki kelapangan rezeki, sangat dianjurkan untuk tidak meninggalkan ibadah mulia ini.

4. Amalan Shalih Lainnya

Keutamaan hari-hari ini bersifat umum, mencakup segala bentuk amal shalih. Oleh karena itu, seorang muslim hendaknya berlomba-lomba dalam kebaikan, seperti:


Hari Arafah: Puncak Kemuliaan dan Pengampunan

Tanggal 9 Dzulhijjah, Hari Arafah, layak mendapatkan pembahasan khusus karena kedudukannya yang sangat istimewa. Hari ini adalah jantung dari ibadah haji, di mana Rasulullah bersabda, "Haji itu adalah Arafah."

Keutamaan bagi Jamaah Haji

Bagi jutaan jamaah haji, wukuf di Arafah adalah rukun haji yang paling utama. Di padang Arafah, mereka berkumpul, menanggalkan segala atribut duniawi, dan berpadu dalam doa dan dzikir. Ini adalah miniatur dari Padang Mahsyar, di mana semua manusia setara di hadapan Allah. Di sinilah puncak pengampunan dosa dan pembebasan dari api neraka.

Keutamaan bagi yang Tidak Berhaji

Meskipun kita tidak berada di Arafah, keberkahan hari ini melimpah ke seluruh penjuru dunia. Selain dianjurkan berpuasa, Hari Arafah adalah waktu yang paling mustajab untuk berdoa. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

خَيْرُ الدُّعَاءِ دُعَاءُ يَوْمِ عَرَفَةَ، وَخَيْرُ مَا قُلْتُ أَنَا وَالنَّبِيُّونَ مِنْ قَبْلِي: لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، لَهُ المُلْكُ وَلَهُ الحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ

"Sebaik-baik doa adalah doa pada hari Arafah. Dan sebaik-baik apa yang aku dan para nabi sebelumku ucapkan adalah: 'Laa ilaha illallah wahdahu laa syarika lah, lahul mulku wa lahul hamdu wa huwa 'ala kulli syai-in qadir' (Tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain Allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya. Milik-Nya lah segala kerajaan dan segala pujian, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu)." (HR. Tirmidzi)

Maka dari itu, manfaatkanlah waktu-waktu di hari Arafah, terutama di sore hari, untuk ber-khalwat dengan Allah, memanjatkan segala hajat, memohon ampunan, dan mendoakan kebaikan untuk diri sendiri, keluarga, dan seluruh kaum muslimin.


Hari Tasyriq: Hari Makan, Minum, dan Mengingat Allah

Setelah Hari Raya Idul Adha, kita memasuki Hari Tasyriq, yaitu tanggal 11, 12, dan 13 Dzulhijjah. Hari-hari ini juga memiliki keistimewaan tersendiri. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

أَيَّامُ التَّشْرِيقِ أَيَّامُ أَكْلٍ وَشُرْبٍ وَذِكْرٍ لِلَّهِ

"Hari-hari Tasyriq adalah hari-hari makan, minum, dan berdzikir kepada Allah." (HR. Muslim)

Dari hadits ini, kita dapat memahami beberapa poin penting:

  1. Larangan Berpuasa: Hari Tasyriq adalah hari raya bagi kaum muslimin. Oleh karena itu, diharamkan untuk berpuasa pada hari-hari ini, sebagai bentuk syukur atas nikmat Allah.
  2. Menikmati Nikmat: Anjuran untuk "makan dan minum" menunjukkan bahwa Islam adalah agama yang seimbang. Setelah beribadah intensif, ada waktu untuk menikmati karunia Allah, terutama dari daging qurban.
  3. Tetap Berdzikir: Meskipun diisi dengan kegembiraan, hari Tasyriq bukanlah hari untuk lalai. Ia harus tetap diisi dengan dzikir kepada Allah. Takbir muqayyad terus dikumandangkan setelah shalat fardhu, dan setiap nikmat yang dirasakan hendaknya diiringi dengan ucapan syukur (tahmid).

Bulan Dzulhijjah adalah anugerah agung dari Allah Subhanahu wa Ta'ala. Sepuluh hari pertamanya adalah momentum terbaik dalam setahun untuk mendulang pahala, menghapus dosa, dan meningkatkan derajat di sisi-Nya. Ini adalah kesempatan yang mungkin tidak akan terulang lagi. Mari kita sambut bulan mulia ini dengan hati yang bersih, semangat ibadah yang membara, dan tekad untuk menjadi hamba yang lebih baik. Semoga Allah memberikan kita taufiq untuk dapat memaksimalkan setiap detik di hari-hari yang penuh berkah ini.

🏠 Homepage