Ilustrasi proses pengesahan dokumen kepemilikan tanah.
Memiliki tanah tanpa Sertifikat Hak Milik (SHM) seringkali menjadi masalah, terutama jika proses peralihan hak sebelumnya tidak melalui Akta Jual Beli (AJB) yang dibuat di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Dalam banyak kasus, jual beli tanah terjadi secara lisan atau hanya menggunakan kuitansi sederhana, yang kemudian menyulitkan pemilik baru untuk mengurus sertifikat resmi di Badan Pertanahan Nasional (BPN).
Meskipun AJB adalah dokumen kunci dalam transaksi properti, bukan berarti kepemilikan tanah menjadi tidak sah secara hukum. Ada prosedur alternatif yang memungkinkan Anda mengajukan permohonan sertifikat tanah meskipun tanpa AJB formal. Proses ini umumnya melibatkan pembuktian riwayat kepemilikan yang panjang dan kuat.
AJB adalah alat bukti peralihan hak yang paling kuat. Namun, di Indonesia, masih banyak transaksi properti terjadi di masa lampau (sebelum tahun 1997) atau di daerah pedesaan yang mengandalkan adat, di mana AJB tidak selalu menjadi standar. Jika Anda adalah pembeli atau pewaris yang hanya memiliki bukti penguasaan fisik dan riwayat pembayaran yang sporadis, mengurus SHM menjadi prioritas untuk memberikan kepastian hukum.
Tanpa sertifikat, tanah Anda rentan terhadap sengketa, sulit dijadikan jaminan bank, dan nilainya cenderung lebih rendah di mata hukum.
Proses ini menuntut kesabaran dan kelengkapan dokumen pendukung yang lebih ekstensif karena tidak adanya AJB sebagai dasar utama. Berikut adalah tahapan yang umumnya harus dilalui:
Ini adalah fondasi utama Anda. Dokumen yang dapat membuktikan penguasaan fisik tanah secara terus menerus dan tanpa sengketa meliputi:
Setelah memiliki bukti awal, Anda harus mengajukan permohonan pengukuran bidang tanah ke kantor Pertanahan (BPN) setempat. Anda akan melampirkan surat permohonan dan dokumen pendukung yang sudah dikumpulkan. Petugas BPN akan melakukan pengukuran lapangan untuk menentukan batas-batas fisik tanah Anda.
Tahap ini sangat krusial ketika tidak ada AJB. BPN akan melakukan pemeriksaan secara yuridis, yaitu memeriksa keabsahan dan kebenaran data kepemilikan yang Anda ajukan berdasarkan catatan administrasi desa dan keterangan saksi.
Jika proses pemeriksaan menemukan adanya pihak lain yang mengklaim hak atas tanah tersebut, proses ini akan melibatkan mediasi atau bahkan bisa berujung ke persidangan jika sengketa tidak terselesaikan.
Setelah tahapan pemeriksaan yuridis dianggap selesai dan tidak ditemukan adanya keberatan dari pihak lain, kantor Pertanahan akan mengumumkan permohonan penerbitan sertifikat tersebut. Pengumuman ini biasanya dipasang di papan pengumuman kantor BPN selama jangka waktu tertentu (misalnya 60 hari) untuk memberikan kesempatan bagi pihak yang merasa dirugikan untuk mengajukan sanggahan.
Apabila selama masa pengumuman tidak ada sanggahan atau sanggahan yang diajukan telah diselesaikan, maka BPN akan menerbitkan Sertifikat Hak Milik (SHM) atas nama Anda. Proses ini mengonversi status kepemilikan Anda yang sebelumnya hanya berdasarkan penguasaan fisik dan surat-surat adat menjadi bukti kepemilikan yang sah secara hukum nasional.
Mengurus sertifikat tanah tanpa AJB seringkali membutuhkan pemahaman mendalam tentang regulasi pertanahan, terutama mengenai konversi hak dan pembuktian riwayat penguasaan. Sangat disarankan untuk didampingi oleh:
Kesimpulannya, meskipun tidak memiliki AJB terasa menghambat, kepastian hukum atas kepemilikan tanah tetap dapat diperoleh melalui proses administratif di BPN dengan mengandalkan bukti penguasaan fisik yang kuat dan riwayat kepemilikan yang jelas didukung oleh keterangan saksi dan dokumen administrasi desa.