Keadilan Ilahi dalam Pembagian Warisan Menurut Al-Quran
Dalam ajaran Islam, warisan atau faraid merupakan salah satu aspek penting yang mengatur distribusi harta setelah seseorang meninggal dunia. Al-Quran sebagai sumber hukum Islam utama telah memberikan panduan yang jelas dan komprehensif mengenai pembagian warisan. Prinsip utama di balik pembagian warisan dalam Islam adalah keadilan dan keseimbangan, yang mencerminkan kebijaksanaan ilahi dalam memastikan hak setiap ahli waris terpenuhi.
Pondasi Hukum Waris dalam Al-Quran
Ayat-ayat kunci yang membahas pembagian warisan secara rinci terdapat dalam Surat An-Nisa ayat 11 hingga ayat 176. Ayat-ayat ini menetapkan porsi pasti bagi berbagai kategori ahli waris, seperti anak laki-laki, anak perempuan, suami, istri, orang tua, dan kerabat lainnya. Konsep faraid menekankan bahwa pembagian warisan bukanlah urusan subjektif, melainkan telah ditetapkan oleh Allah SWT demi kebaikan umatnya.
Beberapa prinsip fundamental yang terkandung dalam ayat-ayat waris Al-Quran antara lain:
Keadilan Gender yang Berimbang: Meskipun sering menjadi topik diskusi, pembagian warisan yang ditetapkan Al-Quran sebenarnya mencerminkan peran dan tanggung jawab finansial masing-masing. Dalam banyak kasus, anak laki-laki mendapatkan dua kali bagian anak perempuan. Ini bukan berarti diskriminasi, melainkan karena anak laki-laki memiliki kewajiban untuk menafkahi keluarga mereka, sedangkan anak perempuan, secara prinsip, tidak dibebani kewajiban tersebut. Namun, ada juga kondisi di mana anak perempuan memiliki hak yang sama atau bahkan lebih besar tergantung pada situasi keluarga dan ahli waris lainnya.
Prioritas Ahli Waris: Al-Quran membedakan antara ahli waris dzawi al-faraid (yang memiliki bagian pasti) dan ‘asabah (yang mendapatkan sisa harta setelah bagian dzawi al-faraid dibagikan). Prioritas ini memastikan bahwa ahli waris yang paling membutuhkan dan memiliki hubungan kekerabatan terdekat mendapatkan hak mereka terlebih dahulu.
Penghapusan Praktik Jahiliyah: Sebelum Islam datang, praktik pembagian warisan seringkali hanya diberikan kepada laki-laki yang mampu berperang atau yang dianggap memiliki kekuatan, sementara perempuan, anak-anak, dan orang lemah lainnya seringkali terabaikan. Al-Quran secara tegas menghapus praktik tidak adil ini dan menetapkan sistem yang lebih merata dan manusiawi.
Peran Sunnah dan Ijma’
Meskipun Al-Quran adalah sumber utama, penafsiran dan aplikasi praktis dari ayat-ayat waris seringkali dilengkapi dengan Sunnah (hadis Nabi Muhammad SAW) dan Ijma’ (kesepakatan para ulama). Sunnah memberikan rincian lebih lanjut dan contoh konkret mengenai pembagian warisan dalam berbagai skenario. Para ulama, melalui proses Ijma’, telah menyepakati berbagai kaidah dan metodologi untuk memecahkan masalah waris yang kompleks, termasuk kasus-kasus ‘aul (ketika jumlah bagian ahli waris melebihi total harta) dan radd (ketika sisa harta lebih banyak dari bagian ahli waris yang ada).
Tujuan Filosofis dan Spiritual
Di balik aturan-aturan pembagian yang spesifik, terdapat tujuan filosofis dan spiritual yang mendalam. Pembagian warisan dalam Islam bertujuan untuk:
Mencegah Perselisihan: Dengan adanya panduan yang jelas dari Allah SWT, diharapkan dapat meminimalkan potensi perselisihan dan konflik di antara anggota keluarga setelah kematian.
Menjaga Keharmonisan Keluarga: Sistem waris yang adil dan transparan berkontribusi pada terjaganya hubungan baik antar anggota keluarga, bukan justru merusaknya.
Membersihkan Harta dan Jiwa: Pembagian warisan yang sesuai syariat dianggap sebagai salah satu cara untuk membersihkan harta yang ditinggalkan pewaris dan juga membersihkan jiwa para ahli waris dari keserakahan atau ketidakpuasan.
Menegakkan Keadilan Ilahi: Inti dari semua aturan ini adalah untuk menegakkan prinsip keadilan yang bersumber dari Tuhan Yang Maha Bijaksana.
Kesimpulan
Pembagian warisan menurut Al-Quran adalah sistem yang lengkap, adil, dan penuh kebijaksanaan. Ayat-ayat waris dalam Al-Quran memberikan kerangka dasar yang kuat, dilengkapi oleh Sunnah dan Ijma’ untuk aplikasinya di lapangan. Memahami dan menerapkan hukum waris Islam bukan hanya kewajiban, tetapi juga kesempatan untuk menegakkan keadilan ilahi, menjaga keharmonisan keluarga, dan meraih keberkahan dalam setiap urusan harta.