Sejarah peradaban Islam merupakan subjek kajian yang kaya dan kompleks, menarik perhatian para akademisi dan sejarawan selama berabad-abad. Berbagai ahli telah memberikan perspektif unik mereka mengenai evolusi dan kontribusi peradaban ini bagi dunia. Umumnya, para ahli sepakat bahwa peradaban Islam bukan sekadar sejarah keagamaan, melainkan sebuah fenomena multidimensional yang mencakup aspek politik, sosial, ekonomi, ilmu pengetahuan, seni, dan filsafat.
Menurut para ahli, titik awal peradaban Islam ditandai dengan turunnya wahyu pertama kepada Nabi Muhammad SAW di Mekkah. Periode awal ini, yang dikenal sebagai periode Mekkah, meletakkan dasar-dasar akidah dan moral Islam. Kemudian, hijrahnya Nabi ke Madinah menjadi tonggak monumental yang memungkinkan pembentukan komunitas Muslim pertama (ummah) dan pendirian negara Islam pertama. Periode Madinah inilah yang sering dianggap sebagai fondasi awal dari konstruksi peradaban Islam yang sesungguhnya, di mana prinsip-prinsip ajaran Islam mulai diimplementasikan dalam tatanan sosial dan politik.
Para sejarawan kontemporer seperti Marshall Hodgson, dalam karyanya "The Venture of Islam," menekankan bahwa peradaban Islam adalah sebuah "transformatif" yang mampu mengintegrasikan dan mentransformasi berbagai tradisi budaya yang ditemuinya di wilayah-wilayah yang ditaklukkannya. Hodgson menyoroti bagaimana Islam tidak hanya menggantikan sistem yang ada, tetapi juga memurnikan dan mengembangkannya, menciptakan identitas peradaban yang unik.
Selanjutnya, periode kekhalifahan Islam, mulai dari Khulafaur Rasyidin, Umayyah, Abbasiyah, hingga dinasti-dinasti berikutnya, dipandang sebagai era keemasan peradaban Islam oleh banyak ahli. Di bawah naungan kekhalifahan ini, ilmu pengetahuan berkembang pesat. Pusat-pusat pembelajaran seperti Baghdad (pada masa Abbasiyah), Cordoba, dan Kairo menjadi mercusuar intelektual dunia. Para ahli seperti Seyyed Hossein Nasr seringkali menggarisbawahi peran penting Islam dalam menjaga dan menerjemahkan karya-karya klasik Yunani, Persia, dan India, serta mengembangkannya menjadi disiplin ilmu baru.
Para ahli sejarah peradaban Islam secara konsisten menyoroti kontribusi signifikan peradaban ini dalam berbagai bidang ilmu. Dalam bidang filsafat, pemikir seperti Al-Kindi, Al-Farabi, Ibnu Sina (Avicenna), dan Ibnu Rusyd (Averroes) tidak hanya mengkaji filsafat Yunani tetapi juga mengintegrasikannya dengan pemikiran Islam, menghasilkan sintesis yang kaya dan memengaruhi pemikiran Barat pada Abad Pertengahan. Karyakarya mereka menjadi jembatan penting yang memperkenalkan kembali filsafat Aristoteles dan Plato ke Eropa.
Dalam sains, peradaban Islam memberikan kemajuan luar biasa. Al-Khwarizmi, misalnya, meletakkan dasar-dasar aljabar modern dan memperkenalkan angka Hindu-Arab ke dunia Barat. Astronomi mengalami perkembangan pesat dengan observatorium dan katalog bintang yang akurat. Ibnu al-Haytham (Alhazen) merevolusi pemahaman tentang optik, mendahului prinsip-prinsip kamera obscura dan studi ilmiah tentang penglihatan.
Bidang kedokteran juga tak luput dari kontribusi. Ibnu Sina dengan "Canon of Medicine"-nya menjadi buku teks kedokteran standar di universitas-universitas Eropa selama berabad-abad. Para dokter Muslim juga mengembangkan teknik bedah, farmakologi, dan rumah sakit yang canggih.
Selain pencapaian intelektual, para ahli juga mengapresiasi dimensi sosial dan budaya peradaban Islam. Arsitektur masjid, istana, dan perpustakaan yang megah menjadi saksi bisu keahlian artistik dan estetika Muslim. Sastra Arab, puisi, dan kaligrafi berkembang menjadi bentuk seni yang mendalam. Keramahan, toleransi (meskipun bervariasi antar periode dan wilayah), serta sistem hukum yang berkembang menjadi ciri khas peradaban ini.
Perdagangan dan ekonomi juga memainkan peran sentral. Jaringan perdagangan yang luas membentang dari Spanyol hingga Tiongkok, memfasilitasi pertukaran barang, ide, dan teknologi. Sistem perbankan, surat perintah pembayaran (cheques), dan konsep kemitraan berkembang dalam ranah ekonomi Islam.
Para ahli berpendapat bahwa peradaban Islam, meskipun mengalami pasang surut dan perpecahan politik, meninggalkan warisan yang tak ternilai. Memahami sejarah peradaban ini bukan hanya untuk mengenang masa lalu, tetapi juga untuk menarik pelajaran berharga mengenai inovasi, integrasi budaya, dan potensi manusia ketika dipandu oleh nilai-nilai keilmuan dan kemanusiaan.