Seorang Ahli Waris Dzawil Arham: Kapan Mereka Mendapatkan Warisan

Dalam hukum waris Islam, pembagian harta peninggalan memiliki kaidah-kaidah yang sangat rinci dan sistematis. Tujuannya adalah untuk memastikan bahwa hak setiap ahli waris terpenuhi sesuai dengan kedudukan dan hubungan kekerabatan mereka dengan pewaris. Salah satu kelompok ahli waris yang terkadang menimbulkan pertanyaan adalah dzawil arham. Siapakah mereka dan dalam kondisi seperti apa seorang ahli waris dzawil arham akan mendapatkan warisan?

Memahami Dzawil Arham

Dzawil arham secara harfiah berarti "pemilik rahim" atau "kerabat dalam garis keturunan". Namun, dalam konteks fikih waris, dzawil arham adalah kerabat pewaris yang tidak termasuk dalam kategori ahli waris asabah (yang mendapatkan warisan karena hubungan nasab yang kuat, baik sebagai laki-laki maupun perempuan) maupun ahli waris dzawil furudl (yang mendapatkan bagian warisan tertentu yang telah ditetapkan, seperti suami, istri, ibu, ayah, anak perempuan, saudara perempuan). Mereka adalah kerabat lain yang memiliki kedekatan darah dengan pewaris, namun tidak memiliki hak waris otomatis seperti golongan di atas.

Klasifikasi dzawil arham meliputi:

Pewaris Nenek Ibu Kakek Ibu Bibi Ibu Paman Ibu Keponakan L Keponakan P Diagram Sederhana Hubungan Dzawil Arham
Diagram ilustratif yang menunjukkan beberapa garis keturunan yang dapat dikategorikan sebagai dzawil arham.

Kondisi Seorang Ahli Waris Dzawil Arham Akan Mendapatkan Warisan

Prinsip utama dalam hukum waris Islam adalah bahwa ahli waris yang lebih dekat derajat kekerabatannya akan mendahului yang lebih jauh. Dzawil arham mendapatkan hak waris dalam kondisi tertentu yang sangat krusial:

  1. Tidak Adanya Ahli Waris Asabah dan Dzawil Furudl Ini adalah syarat paling fundamental. Seorang ahli waris dzawil arham baru akan berhak menerima warisan apabila tidak ada sama sekali ahli waris dari golongan asabah maupun dzawil furudl yang berhak menerima warisan dari pewaris. Jika ada ahli waris asabah (misalnya anak laki-laki, ayah, saudara laki-laki kandung) atau dzawil furudl (misalnya istri, ibu, anak perempuan, saudara perempuan kandung), maka warisan akan dibagikan terlebih dahulu kepada mereka. Dzawil arham hanya akan mendapat bagian apabila "jalur" utama waris tidak ada lagi.
  2. Kedekatan Derajat Kekerabatan (dalam kasus adanya beberapa golongan dzawil arham) Apabila tidak ada ahli waris asabah dan dzawil furudl, barulah pembagian warisan mengarah pada dzawil arham. Namun, di dalam kelompok dzawil arham itu sendiri, berlaku kaidah kedekatan derajat.
    • Garis keturunan langsung (anak dari anak, dst.) lebih didahulukan.
    • Jika tidak ada, maka yang diutamakan adalah paman atau bibi pewaris.
    • Kemudian, anak dari saudara laki-laki pewaris (keponakan).
    • Selanjutnya, anak dari paman pewaris (sepupu).
    • Secara umum, dzawil arham diurutkan berdasarkan kedekatan mereka dengan pewaris, serupa dengan prinsip pada ahli waris asabah.
    • Pembagian Warisan (Cara Menghitung Bagian) Metode pembagian untuk dzawil arham ini terkadang disebut sebagai "pembagian dengan kaidah rahm" atau "sistem perasal-usalan". Cara perhitungannya bisa cukup kompleks dan seringkali membutuhkan ijtihad (penafsiran) dari para ulama fiqh, terutama jika terdapat berbagai tingkatan kerabat dalam kelompok dzawil arham.

      Ada dua pendekatan utama dalam pembagiannya:

      • Qaul Awwal (Pendapat Pertama): Menganggap dzawil arham sebagai "asabah bi al-ghair" atau "asabah ma'a al-ghair", yaitu membandingkan mereka dengan ahli waris asabah jika ada ahli waris perempuan tertentu yang setingkat. Namun, pendapat ini kurang dominan.
      • Qaul Tsani (Pendapat Kedua): Yang paling banyak dipegang oleh mayoritas ulama kontemporer. Dalam pendapat ini, harta dibagikan seolah-olah dzawil arham tersebut adalah pewaris yang hidup langsung. Misalnya, anak dari saudara laki-laki pewaris (keponakan laki-laki) akan mendapatkan warisan seperti anak laki-laki pewaris jika tidak ada anak laki-laki pewaris. Kakek dari pihak ibu akan mendapatkan warisan seperti kakek dari pihak ayah jika tidak ada kakek dari pihak ayah. Tujuannya adalah mendekatkan mereka ke posisi yang seharusnya jika garis waris utama tidak terputus.
    • Peran Mahkamah/Pemerintah Dalam praktiknya, terutama di negara-negara yang menerapkan hukum Islam secara formal, penentuan dan pembagian warisan untuk dzawil arham seringkali memerlukan campur tangan mahkamah atau badan pemerintah yang berwenang untuk memastikan keadilan dan ketepatan sesuai syariat.

Kesimpulan

Seorang ahli waris dzawil arham akan mendapatkan warisan apabila tidak ada lagi ahli waris asabah maupun dzawil furudl yang berhak menerima warisan. Ketiadaan ahli waris prioritas inilah yang membuka pintu bagi kerabat lain yang memiliki hubungan rahim untuk mendapatkan bagian harta peninggalan. Pemahaman mendalam mengenai kaidah-kaidah waris ini penting agar tidak terjadi kesalahpahaman dan setiap hak dapat tersalurkan dengan benar sesuai ajaran Islam.

🏠 Homepage