Dalam konteks hukum pertanahan di Indonesia, proses jual beli tanah sering kali dimulai dari tingkat akar rumput, yaitu desa atau kelurahan. Salah satu dokumen krusial yang seringkali menjadi titik awal legalitas, terutama sebelum beralih ke akta notaris yang lebih formal, adalah Surat Akta Jual Beli (AJB) Desa. Meskipun AJB yang diakui secara penuh adalah yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), Surat AJB yang dikeluarkan oleh Kepala Desa memegang peranan penting sebagai bukti permulaan yang sah atas adanya kesepakatan jual beli antara penjual dan pembeli di wilayah tersebut.
Surat AJB Desa, yang sering juga disebut sebagai Surat Pernyataan Jual Beli Tanah atau sejenisnya, merupakan dokumen administratif yang diterbitkan oleh Kepala Desa atau Lurah atas dasar kesepakatan lisan atau tertulis antara kedua belah pihak yang bertransaksi. Tujuannya utama adalah mencatat dan mengesahkan bahwa telah terjadi peralihan hak atas sebidang tanah dari satu pihak ke pihak lain di wilayah hukum desa tersebut.
Penting untuk dicatat bahwa Surat AJB Desa ini bersifat awal. Ia belum dapat digunakan sebagai dasar langsung untuk balik nama sertifikat di Badan Pertanahan Nasional (BPN). Fungsi utamanya adalah sebagai landasan untuk mengurus AJB definitif di hadapan PPAT, serta sebagai alat bukti yuridis jika terjadi sengketa di kemudian hari mengenai riwayat kepemilikan tanah tersebut.
Meskipun ada kerumitan prosedural, kehadiran Surat AJB Desa memberikan lapisan keamanan tambahan bagi pembeli. Beberapa alasan mengapa dokumen ini vital meliputi:
Prosedur pembuatan AJB Desa umumnya melibatkan pertemuan dengan Kepala Desa atau petugas yang ditunjuk, di mana kedua belah pihak harus hadir bersama-sama dengan membawa kelengkapan dokumen. Meskipun prosedur dapat sedikit bervariasi antar desa, persyaratan mendasar yang sering diminta meliputi:
1. Surat permohonan legalisasi jual beli. 2. Fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan Kartu Keluarga (KK) penjual dan pembeli. 3. Bukti penguasaan tanah asli (misalnya Girik, Petok D, atau Letter C yang sudah dicatat di buku desa). 4. Surat keterangan tidak sengketa dari tetangga yang berbatasan.
Setelah semua dokumen lengkap dan kesepakatan disaksikan, Kepala Desa akan menerbitkan Surat Keterangan atau AJB Desa yang ditandatangani dan dibubuhi stempel resmi desa. Dokumen ini kemudian harus disimpan dengan aman oleh pembeli sebagai bukti otentik transaksi awal.
Kesalahan fatal yang sering dilakukan adalah menyamakan AJB Desa dengan AJB yang dibuat di hadapan PPAT (Notaris). AJB yang dibuat PPAT memiliki kekuatan hukum tertinggi sebagai akta otentik yang sah untuk keperluan pembalikan nama sertifikat di kantor BPN. Sebaliknya, Surat AJB Desa hanya berfungsi sebagai akta di bawah tangan yang dilegalisir oleh pejabat publik setempat. Ini berarti, jika terjadi perselisihan, kekuatan pembuktian AJB Desa mungkin masih perlu dikuatkan di pengadilan, berbeda dengan AJB Notaris yang sudah memiliki asas formalitas hukum yang kuat.
Oleh karena itu, setelah Surat AJB Desa berhasil diperoleh, langkah selanjutnya yang wajib dilakukan adalah segera memproses pembuatan Akta Jual Beli resmi di hadapan PPAT. Ini memastikan bahwa investasi properti Anda terlindungi secara penuh di mata hukum pertanahan nasional. Kehati-hatian dalam setiap tahapan administrasi jual beli, dimulai dari tingkat desa, akan menjamin kepastian hukum bagi pemilik properti baru.