Memahami Kedudukan Surat An Nasr Urutan ke Berapa dalam Al-Quran
Pertanyaan mengenai "surat An Nasr urutan ke berapa" adalah sebuah gerbang untuk memahami salah satu surah paling signifikan dalam Al-Quran. Meskipun sangat pendek, surah ini membawa kabar gembira, isyarat mendalam, dan pelajaran abadi bagi seluruh umat Islam. Secara langsung dan tegas, jawabannya adalah Surat An-Nasr merupakan surah ke-110 dalam susunan mushaf Al-Quran Utsmani. Surah ini terletak setelah Surah Al-Kafirun (surah ke-109) dan sebelum Surah Al-Lahab/Al-Masad (surah ke-111).
Namun, mengetahui nomor urutannya saja tidaklah cukup. Untuk benar-benar mengapresiasi keagungan Surah An-Nasr, kita perlu menyelami lebih dalam makna namanya, konteks pewahyuannya (asbabun nuzul), tafsir dari setiap ayatnya, serta hikmah yang terkandung di dalamnya. Artikel ini akan mengupas tuntas semua aspek tersebut, membawa kita pada pemahaman yang lebih komprehensif tentang surah kemenangan ini.
Makna Nama "An-Nasr" dan Klasifikasinya
Nama "An-Nasr" (النصر) diambil dari kata pertama pada ayat pertama surah ini. Dalam bahasa Arab, "An-Nasr" secara harfiah berarti pertolongan atau kemenangan. Nama ini secara langsung merujuk pada pertolongan agung dari Allah SWT yang membuahkan kemenangan besar bagi kaum Muslimin. Kemenangan yang dimaksud secara spesifik oleh para ahli tafsir adalah Fathu Makkah, yaitu penaklukan kota Mekkah oleh Nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya tanpa pertumpahan darah yang berarti.
Berdasarkan waktu dan tempat turunnya, para ulama mengklasifikasikan Surah An-Nasr sebagai surah Madaniyah. Surah Madaniyah adalah surah-surah yang diturunkan setelah Nabi Muhammad SAW hijrah ke Madinah. Lebih spesifik lagi, surah ini diyakini sebagai salah satu surah terakhir yang diwahyukan kepada Rasulullah, bahkan ada yang menyebutnya sebagai surah lengkap terakhir yang turun. Hal ini semakin memperkuat signifikansinya sebagai penanda puncak dari perjuangan dakwah Islam.
Teks Lengkap, Transliterasi, dan Terjemahan Surat An-Nasr
Surah An-Nasr terdiri dari 3 ayat yang singkat namun padat makna. Berikut adalah bacaan lengkapnya:
إِذَا جَاءَ نَصْرُ اللَّهِ وَالْفَتْحُ (1) وَرَأَيْتَ النَّاسَ يَدْخُلُونَ فِي دِينِ اللَّهِ أَفْوَاجًا (2) فَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ وَاسْتَغْفِرْهُ ۚ إِنَّهُ كَانَ تَوَّابًا (3)
Transliterasi:
Bismillāhir-raḥmānir-raḥīm(i).
1. iżā jā'a naṣrullāhi wal-fatḥ(u).
2. wa ra'aitan-nāsa yadkhulūna fī dīnillāhi afwājā(n).
3. fasabbiḥ biḥamdi rabbika wastagfirh, innahū kāna tawwābā(n).
Terjemahan Bahasa Indonesia:
Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
1. Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan,
2. dan engkau melihat manusia berbondong-bondong masuk agama Allah,
3. maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan mohonlah ampunan kepada-Nya. Sungguh, Dia Maha Penerima tobat.
Asbabun Nuzul: Konteks Sejarah Turunnya Surah An-Nasr
Memahami Asbabun Nuzul atau sebab-sebab turunnya sebuah ayat atau surah adalah kunci untuk membuka lapisan-lapisan maknanya. Terdapat beberapa riwayat yang menjelaskan konteks turunnya Surah An-Nasr. Sebagian besar ulama sepakat bahwa surah ini turun berkaitan erat dengan peristiwa Fathu Makkah yang terjadi pada bulan Ramadhan tahun ke-8 Hijriah. Namun, ada juga riwayat yang menyatakan bahwa surah ini turun di Mina pada saat Haji Wada' (haji perpisahan Nabi Muhammad SAW), sekitar 80 hari sebelum beliau wafat.
Imam Al-Bukhari meriwayatkan dari Ibnu Abbas RA, beliau berkata bahwa Umar bin Khattab RA sering mengundangnya untuk bergabung dalam majelis bersama para tokoh senior Perang Badar. Sebagian dari mereka merasa kurang nyaman dan bertanya, "Mengapa engkau mengajak anak ini (Ibnu Abbas) bersama kami, padahal kami juga memiliki anak-anak seumuran dia?" Umar menjawab, "Sesungguhnya ia adalah orang yang kalian ketahui kedudukannya (dalam hal ilmu)."
Pada suatu hari, Umar kembali mengundang Ibnu Abbas dan para tokoh senior tersebut. Ibnu Abbas berkata, "Aku tahu bahwa beliau memanggilku hari itu hanyalah untuk menunjukkan (keilmuanku) kepada mereka." Umar pun bertanya, "Apa pendapat kalian tentang firman Allah: 'Iżā jā'a naṣrullāhi wal-fatḥ'?" Sebagian dari mereka menjawab, "Kita diperintahkan untuk memuji Allah dan memohon ampunan-Nya jika kita diberi pertolongan dan kemenangan." Sebagian yang lain hanya terdiam. Lalu Umar bertanya kepadaku, "Wahai Ibnu Abbas, apakah pendapatmu juga demikian?" Aku menjawab, "Tidak." Umar bertanya lagi, "Lalu apa pendapatmu?" Aku menjawab, "Itu adalah pertanda ajal Rasulullah SAW yang Allah beritahukan kepada beliau. 'Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan' itu adalah tanda ajalmu (wahai Muhammad) telah dekat. 'Maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan mohonlah ampunan kepada-Nya. Sungguh, Dia Maha Penerima tobat.'" Mendengar itu, Umar bin Khattab berkata, "Aku tidak mengetahui tafsirnya kecuali seperti yang engkau katakan."
Riwayat ini menunjukkan dua hal penting. Pertama, kemenangan yang dimaksud adalah Fathu Makkah. Kedua, surah ini bukan sekadar berita gembira atas kemenangan, tetapi juga sebuah isyarat halus bahwa tugas dan risalah Nabi Muhammad SAW di dunia telah paripurna, dan waktu beliau untuk kembali ke haribaan Allah SWT sudah semakin dekat.
Tafsir Mendalam Setiap Ayat Surah An-Nasr
Mari kita bedah makna yang terkandung dalam setiap ayat dari surah yang mulia ini.
Ayat 1: إِذَا جَاءَ نَصْرُ اللَّهِ وَالْفَتْحُ (Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan)
Ayat pertama ini membuka surah dengan sebuah kalimat bersyarat: "Apabila telah datang...". Kata "نَصْرُ اللَّهِ" (Nashrullah) berarti "pertolongan Allah". Penyebutan "Allah" secara langsung (idhāfah) menunjukkan bahwa pertolongan ini bukanlah pertolongan biasa. Ini adalah pertolongan ilahi yang bersifat mutlak, kuat, dan tidak dapat dihalangi oleh kekuatan apa pun. Kemenangan yang diraih oleh kaum Muslimin bukanlah semata-mata karena kekuatan militer, strategi perang, atau jumlah pasukan mereka. Kemenangan itu murni berasal dari kehendak dan bantuan Allah SWT.
Selanjutnya, kata "الْفَتْحُ" (Al-Fath) yang berarti "kemenangan" atau "pembukaan". Sebagaimana telah disinggung, mayoritas ahli tafsir sepakat bahwa "Al-Fath" di sini merujuk kepada Fathu Makkah. Penaklukan Mekkah bukan sekadar kemenangan militer; ia adalah sebuah "pembukaan" spiritual. Mekkah adalah pusat spiritual Jazirah Arab, tempat berdirinya Ka'bah. Dengan ditaklukkannya Mekkah dan dibersihkannya Ka'bah dari berhala-berhala, gerbang menuju kebenaran Islam terbuka lebar bagi seluruh suku-suku Arab yang sebelumnya ragu atau memusuhi.
Gabungan antara "pertolongan Allah" dan "kemenangan" menegaskan sebuah prinsip fundamental dalam aqidah Islam: segala pencapaian dan keberhasilan hakikatnya berasal dari Allah. Manusia hanya berusaha, namun hasil akhir berada sepenuhnya dalam genggaman-Nya. Ayat ini mengajarkan untuk selalu menyandarkan segala urusan kepada Allah dan meyakini pertolongan-Nya akan datang pada waktu yang tepat.
Ayat 2: وَرَأَيْتَ النَّاسَ يَدْخُلُونَ فِي دِينِ اللَّهِ أَفْوَاجًا (dan engkau melihat manusia berbondong-bondong masuk agama Allah)
Ayat kedua ini menggambarkan buah atau hasil dari pertolongan dan kemenangan yang disebutkan di ayat pertama. Kata "وَرَأَيْتَ" (wa ra'aita) yang berarti "dan engkau melihat" ditujukan langsung kepada Nabi Muhammad SAW, sebagai saksi utama dari peristiwa agung ini. Penglihatan ini bukan sekadar penglihatan mata biasa, tetapi juga penglihatan hati yang menyaksikan kebenaran janji Allah terwujud di depan mata.
Frasa "النَّاسَ يَدْخُلُونَ فِي دِينِ اللَّهِ" (an-nāsa yadkhulūna fī dīnillāh) berarti "manusia masuk ke dalam agama Allah". Sebelum Fathu Makkah, proses masuk Islam seringkali bersifat individual dan penuh tantangan. Orang-orang harus menyembunyikan keislaman mereka karena takut akan persekusi dari kaum Quraisy. Namun, setelah Mekkah ditaklukkan dan kekuatan kaum musyrikin runtuh, sekat-sekat penghalang itu pun hilang.
Kata kunci yang paling menonjol dalam ayat ini adalah "أَفْوَاجًا" (afwājā), yang berarti "berbondong-bondong" atau "dalam rombongan besar". Kata ini melukiskan sebuah fenomena luar biasa. Bukan lagi satu atau dua orang yang masuk Islam, melainkan seluruh suku dan kabilah dari berbagai penjuru Jazirah Arab datang menyatakan keislaman mereka. Delegasi-delegasi dari Yaman, Oman, Bahrain, dan berbagai wilayah lainnya datang kepada Rasulullah di Madinah untuk memeluk Islam. Periode ini bahkan dikenal dalam sejarah sebagai 'Ām al-Wufūd atau Tahun Delegasi. Ini adalah bukti nyata bahwa ketika pusat kekufuran telah dihancurkan, cahaya kebenaran akan menyebar dengan cepat dan luas.
Ayat 3: فَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ وَاسْتَغْفِرْهُ ۚ إِنَّهُ كَانَ تَوَّابًا (maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan mohonlah ampunan kepada-Nya. Sungguh, Dia Maha Penerima tobat)
Ayat ketiga ini adalah puncak dan inti dari pesan Surah An-Nasr. Setelah menggambarkan karunia terbesar berupa kemenangan dan hidayah bagi umat manusia, Allah tidak memerintahkan untuk berpesta pora, berbangga diri, atau membalas dendam. Justru, perintah yang datang adalah perintah yang menunjukkan puncak kerendahan hati dan pengabdian seorang hamba kepada Tuhannya. Perintah ini terdiri dari tiga bagian:
- Tasbih (فَسَبِّحْ - fasabbiḥ): Bertasbih berarti menyucikan Allah dari segala kekurangan dan sifat yang tidak layak bagi-Nya. Mengucapkan "Subhanallah" (Maha Suci Allah). Dalam konteks kemenangan, tasbih adalah pengakuan bahwa kemenangan ini sempurna karena datang dari Allah Yang Maha Sempurna, dan bersih dari campur tangan kekuatan manusia yang lemah dan penuh kekurangan.
- Tahmid (بِحَمْدِ رَبِّكَ - biḥamdi rabbika): Bertahmid berarti memuji Allah. Mengucapkan "Alhamdulillah" (Segala puji bagi Allah). Setelah menyucikan Allah (tasbih), kita memuji-Nya atas segala nikmat dan karunia yang telah Dia berikan. Pujian ini adalah bentuk syukur yang mendalam atas pertolongan dan kemenangan yang telah diraih. Gabungan "tasbih" dan "tahmid" adalah bentuk zikir yang sempurna, mengakui kesucian Allah sekaligus mensyukuri nikmat-Nya.
- Istighfar (وَاسْتَغْفِرْهُ - wastagfirh): Memohon ampunan kepada Allah. Mengucapkan "Astaghfirullah" (Aku memohon ampun kepada Allah). Inilah bagian yang paling menyentuh dan mendalam. Mengapa pada saat kemenangan besar justru diperintahkan untuk beristighfar? Para ulama menjelaskan beberapa hikmahnya:
- Sebagai bentuk kerendahan hati, mengakui bahwa dalam setiap perjuangan dan bahkan dalam kemenangan sekalipun, pasti ada kekurangan, kelalaian, atau ketidaksempurnaan dari sisi manusia.
- Sebagai pengingat bahwa tujuan akhir bukanlah kemenangan duniawi, melainkan ampunan dan ridha Allah.
- Sebagai persiapan untuk bertemu dengan Allah. Seperti yang dipahami oleh Ibnu Abbas, perintah istighfar yang intensif ini adalah sinyal bahwa tugas Nabi SAW telah selesai dan beliau sedang mempersiapkan diri untuk kembali kepada-Nya.
Ayat ini ditutup dengan kalimat penegas "إِنَّهُ كَانَ تَوَّابًا" (innahū kāna tawwābā) yang berarti "Sungguh, Dia Maha Penerima tobat". Kata "Tawwab" berasal dari akar kata yang sama dengan "taubat", namun dalam bentuk sighah mubalaghah (bentuk superlatif) yang menunjukkan bahwa Allah bukan hanya menerima tobat, tetapi sangat-sangat dan senantiasa menerima tobat hamba-Nya. Ini adalah sebuah pintu harapan yang terbuka lebar, sebuah jaminan bahwa sebanyak apapun kekurangan kita, selama kita kembali kepada-Nya dengan tulus, ampunan-Nya selalu tersedia.
Pelajaran dan Hikmah dari Surah An-Nasr
Meskipun Surah An-Nasr, yang berada di urutan ke-110, berbicara tentang konteks sejarah yang spesifik, pelajarannya bersifat universal dan abadi. Berikut adalah beberapa hikmah penting yang dapat kita petik:
- Kemenangan Hakiki Berasal dari Allah: Surah ini mengajarkan bahwa segala bentuk kesuksesan, baik dalam skala besar seperti kemenangan sebuah umat, maupun skala kecil seperti keberhasilan personal, semuanya adalah "Nashrullah" atau pertolongan Allah. Ini menanamkan sifat tawakal dan menghindarkan diri dari kesombongan.
- Etika Kemenangan dalam Islam: Islam mengajarkan adab yang mulia dalam merayakan kemenangan. Bukan dengan arogansi dan penindasan, melainkan dengan tasbih, tahmid, dan istighfar. Kemenangan harus membawa kita lebih dekat kepada Allah, bukan malah menjauhkan. Sejarah Fathu Makkah adalah contoh nyata, di mana Nabi Muhammad SAW memasuki kota Mekkah dengan kepala tertunduk penuh kerendahan hati dan memberikan ampunan massal kepada orang-orang yang dulu memusuhi beliau.
- Setiap Amanah Ada Akhirnya: Isyarat wafatnya Nabi Muhammad SAW dalam surah ini adalah pengingat bagi kita semua bahwa setiap tugas dan amanah yang kita emban di dunia ini memiliki batas waktu. Kita harus berusaha menyelesaikan tugas kita dengan sebaik-baiknya, dan ketika tanda-tanda penyelesaian itu tiba, kita harus mempersiapkan diri untuk mempertanggungjawabkannya di hadapan Allah.
- Pentingnya Istighfar dalam Setiap Keadaan: Perintah untuk beristighfar di puncak kejayaan mengajarkan kita bahwa memohon ampunan bukanlah tanda kelemahan atau hanya dilakukan saat berbuat dosa. Istighfar adalah kebutuhan spiritual yang konstan, untuk menambal kekurangan kita, membersihkan hati, dan menjaga hubungan kita dengan Allah dalam suka maupun duka.
- Optimisme dan Janji Allah: Surah ini adalah sumber optimisme. Ia menegaskan bahwa setelah kesulitan dan perjuangan panjang (seperti yang dialami Nabi dan para sahabat selama lebih dari 20 tahun), pertolongan Allah dan kemenangan pasti akan datang. Ini memberikan harapan kepada setiap Muslim yang sedang berjuang di jalan kebaikan.
Kesimpulan: Urutan ke-110 yang Sarat Makna
Jadi, menjawab pertanyaan "surat An Nasr urutan ke berapa?", jawabannya adalah ke-110. Namun, angka ini hanyalah penanda posisi dalam sebuah kitab suci yang setiap bagiannya saling terhubung dan penuh makna. Surah An-Nasr adalah surah deklarasi kemenangan, surah etika kesuksesan, dan surah pengingat akan fana-nya kehidupan dunia.
Ia merangkum perjalanan dakwah Islam yang penuh liku, dari penindasan di Mekkah hingga kemenangan gemilang. Lebih dari itu, ia memberikan panduan abadi tentang bagaimana seorang hamba harus bersikap ketika menerima nikmat terbesar dari Tuhannya: bukan dengan euforia yang melupakan, melainkan dengan zikir dan ampunan yang mendekatkan. Surah ini, meskipun singkat, adalah lautan hikmah yang tak akan pernah kering untuk diselami oleh setiap generasi Muslim hingga akhir zaman.