Memahami Tritunggal Maha Kudus
Doktrin Tritunggal Maha Kudus adalah salah satu pilar utama dan misteri teragung dalam iman Kristen. Ia merupakan fondasi bagi pemahaman tentang siapa Allah dan bagaimana Ia berelasi dengan ciptaan-Nya. Konsep ini menyatakan bahwa ada satu Allah yang esa, namun eksis secara kekal dalam tiga Pribadi yang setara dan sehakekat: Bapa, Anak (Yesus Kristus), dan Roh Kudus. Ini bukanlah keyakinan akan tiga dewa (triteisme), bukan pula keyakinan bahwa satu Allah sekadar memakai tiga "topeng" atau peran yang berbeda (modalisme). Sebaliknya, ini adalah sebuah kebenaran ilahi yang diwahyukan, melampaui kemampuan akal manusia untuk memahaminya secara tuntas, namun dapat didekati melalui Alkitab, tradisi gereja, dan refleksi teologis.
Memahami Tritunggal bukan sekadar latihan intelektual, melainkan sebuah perjalanan iman yang membuka wawasan tentang sifat Allah yang relasional, kasih-Nya yang sempurna, dan karya keselamatan-Nya yang komprehensif. Artikel ini akan mengupas secara mendalam konsep Tritunggal Maha Kudus, mulai dari definisi dasarnya, landasan biblika yang kuat di Perjanjian Lama dan Baru, perkembangan historis doktrin ini dalam gereja mula-mula, hingga implikasi teologis dan praktisnya bagi kehidupan orang percaya sehari-hari.
Definisi dan Konsep Dasar Tritunggal
Untuk memulai, penting untuk mendefinisikan istilah-istilah kunci yang digunakan dalam doktrin ini. Kata "Tritunggal" (atau Trinitas dalam bahasa Latin) sendiri tidak ditemukan secara eksplisit dalam Alkitab. Istilah ini pertama kali digunakan oleh teolog Tertullianus pada abad kedua untuk merangkum ajaran Alkitab tentang keesaan Allah dalam tiga Pribadi. Doktrin ini dibangun di atas dua pilar kebenaran alkitabiah yang tak tergoyahkan: (1) Hanya ada satu Allah yang benar, dan (2) Bapa, Anak, dan Roh Kudus masing-masing adalah Allah.
Satu Hakikat, Tiga Pribadi
Rumusan klasik doktrin Tritunggal adalah "Satu Hakikat (Ousia), Tiga Pribadi (Hypostaseis)". Mari kita bedah artinya:
- Hakikat (Esensi/Substansi): Ini merujuk pada "ke-Allah-an" itu sendiri. Ada satu substansi ilahi, satu esensi yang menjadikan Allah itu Allah. Semua atribut ilahi—seperti kekekalan, kemahakuasaan, kemahatahuan, kemahahadiran, kekudusan, dan kasih—dimiliki secara penuh dan setara oleh ketiga Pribadi. Bapa adalah Allah, Anak adalah Allah, dan Roh Kudus adalah Allah. Namun, mereka bukanlah tiga Allah, melainkan satu Allah.
- Pribadi: Istilah ini digunakan untuk membedakan ketiga anggota Tritunggal. Bapa, Anak, dan Roh Kudus bukanlah sekadar manifestasi atau mode yang berbeda dari satu Pribadi. Mereka adalah Pribadi yang berbeda, memiliki kesadaran diri, dan saling berelasi satu sama lain dalam persekutuan kekal. Bapa mengasihi Anak, Anak taat kepada Bapa, dan Roh Kudus memuliakan Anak. Bapa bukanlah Anak, Anak bukanlah Roh Kudus, dan Roh Kudus bukanlah Bapa. Mereka dapat dibedakan, namun tidak dapat dipisahkan.
Perbedaan di antara ketiga Pribadi terletak pada relasi internal mereka. Bapa secara kekal "memperanakkan" Anak. Anak secara kekal "diperanakkan" dari Bapa. Roh Kudus secara kekal "keluar" atau "dihembuskan" dari Bapa (dan melalui Anak, menurut tradisi Barat). Istilah-istilah ini ("memperanakkan", "diperanakkan", "keluar") adalah upaya manusia untuk menggambarkan relasi abadi yang misterius di dalam diri Allah, bukan untuk menyiratkan penciptaan atau subordinasi dalam hal esensi.
Apa yang Bukan Tritunggal (Ajaran Sesat)
Sepanjang sejarah, gereja telah berjuang untuk menjaga kemurnian doktrin Tritunggal dari berbagai penafsiran yang keliru. Beberapa ajaran sesat (heresi) yang paling terkenal meliputi:
- Modalisme (atau Sabelianisme): Ajaran ini mengklaim bahwa Bapa, Anak, dan Roh Kudus hanyalah tiga "mode" atau "manifestasi" dari satu Pribadi ilahi. Seperti seorang aktor yang memakai tiga topeng berbeda. Ini menyangkal perbedaan Pribadi yang nyata dan kekal di dalam Tritunggal. Jika ini benar, maka Yesus di kayu salib sesungguhnya sedang berseru kepada diri-Nya sendiri.
- Arianisme: Diajarkan oleh Arius pada abad keempat, pandangan ini menyatakan bahwa Anak (Yesus Kristus) adalah makhluk ciptaan pertama dan termulia dari Allah Bapa, tetapi bukan Allah sejati yang sehakekat dengan Bapa. Ini menjadikan Yesus sebagai "dewa kecil" atau makhluk super, yang secara fundamental merusak doktrin keselamatan dan keilahian Kristus.
- Triteisme: Ini adalah kepercayaan pada tiga dewa yang terpisah. Ajaran ini gagal mempertahankan monoteisme radikal yang diajarkan oleh Alkitab. Tritunggal adalah tentang satu Allah, bukan tiga.
- Subordinasionisme: Pandangan ini menganggap Anak dan Roh Kudus lebih rendah (subordinat) dalam esensi atau natur ilahi mereka dibandingkan dengan Bapa. Meskipun ada subordinasi fungsional (Anak taat kepada Bapa), doktrin Tritunggal yang benar menegaskan kesetaraan penuh dalam hal natur dan atribut ilahi.
Memahami kesalahan-kesalahan ini membantu kita untuk lebih menghargai keindahan dan keseimbangan dari doktrin Tritunggal yang ortodoks, yang dengan setia menjaga seluruh kesaksian Alkitab.
Landasan Biblika Tritunggal Maha Kudus
Meskipun istilah "Tritunggal" tidak ada dalam Alkitab, konsepnya ditenun di seluruh narasi Kitab Suci, dari Kejadian hingga Wahyu. Doktrin ini tidak diciptakan oleh konsili gereja, melainkan dirumuskan berdasarkan wahyu progresif Allah tentang diri-Nya sendiri dalam Alkitab.
Petunjuk dalam Perjanjian Lama
Perjanjian Lama secara tegas mengajarkan monoteisme: "Dengarlah, hai orang Israel: TUHAN itu Allah kita, TUHAN itu esa!" (Ulangan 6:4). Namun, di dalam keesaan ini, terdapat petunjuk-petunjuk tentang pluralitas dalam diri Allah.
- Penggunaan Kata Ganti Plural: Dalam beberapa nas penting, Allah merujuk pada diri-Nya dengan kata ganti jamak. "Berfirmanlah Allah: 'Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita...'" (Kejadian 1:26). Demikian pula setelah kejatuhan manusia, "Sesungguhnya manusia itu telah menjadi seperti salah satu dari Kita..." (Kejadian 3:22), dan di Menara Babel, "Baiklah Kita turun dan mengacaubalaukan di sana bahasa mereka..." (Kejadian 11:7). Meskipun beberapa menafsirkannya sebagai plural of majesty (bentuk jamak untuk keagungan), banyak teolog melihatnya sebagai intipan awal dari pluralitas dalam ke-Allahan.
- Malaikat TUHAN (Angel of the LORD): Sosok misterius ini muncul berulang kali, berbicara sebagai Allah, menerima penyembahan, dan mengklaim otoritas ilahi, namun di saat yang sama dibedakan dari TUHAN. Contohnya dalam Kejadian 16:10-13, di mana Hagar berkata, "Engkau Allah yang melihat aku," setelah berbicara dengan Malaikat TUHAN. Ini sering dipahami sebagai penampakan pra-inkarnasi dari Allah Anak.
- Personifikasi Firman dan Hikmat: Dalam Mazmur dan Amsal, "Firman" dan "Hikmat" Allah terkadang digambarkan sebagai agen yang aktif dan berbeda dari Allah, namun tetap ilahi. Amsal 8 menggambarkan Hikmat sebagai pribadi yang ada bersama Allah "sejak purbakala" sebelum penciptaan. Yohanes kemudian secara eksplisit mengidentifikasi Yesus sebagai "Firman" (Logos) yang kekal (Yohanes 1:1).
- Roh Allah: Perjanjian Lama sering berbicara tentang "Roh Allah" atau "Roh TUHAN" yang aktif dalam penciptaan (Kejadian 1:2), memberi kuasa kepada para pemimpin dan nabi (Hakim-hakim 14:6; Yesaya 61:1), dan akan dicurahkan pada umat-Nya (Yoel 2:28-29). Roh digambarkan sebagai kekuatan Allah yang aktif di dunia.
Petunjuk-petunjuk ini seperti bayangan di dinding gua; mereka belum memberikan gambaran yang lengkap, tetapi mereka mempersiapkan panggung untuk wahyu yang lebih penuh dalam Perjanjian Baru.
Wahyu Penuh dalam Perjanjian Baru
Perjanjian Baru membawa doktrin Tritunggal ke dalam fokus yang tajam. Wahyu ini tidak datang dalam bentuk satu pernyataan doktrinal, melainkan melalui peristiwa-peristiwa dan ajaran-ajaran yang secara kumulatif hanya dapat dijelaskan oleh realitas Tritunggal.
1. Keilahian Allah Bapa
Ini adalah titik awal yang paling jelas. Perjanjian Baru secara konsisten menyebut Bapa sebagai Allah. Yesus sendiri berdoa kepada-Nya sebagai "Bapa" dan mengajarkan para murid-Nya untuk melakukan hal yang sama. Dia adalah Pencipta langit dan bumi, Sumber segala sesuatu, dan Perencana keselamatan. Efesus 4:6 menyatakan, "...satu Allah dan Bapa dari semua, Allah yang di atas semua dan oleh semua dan di dalam semua."
2. Keilahian Allah Anak, Yesus Kristus
Klaim sentral dari Perjanjian Baru adalah bahwa Yesus dari Nazaret adalah Allah yang menjadi manusia. Bukti untuk keilahian-Nya sangat banyak dan kuat:
- Ia Disebut Allah: Yohanes membuka Injilnya dengan pernyataan yang monumental: "Pada mulanya adalah Firman; Firman itu bersama-sama dengan Allah dan Firman itu adalah Allah." (Yohanes 1:1). Tomas, setelah melihat Yesus yang bangkit, berseru, "Ya Tuhanku dan Allahku!" (Yohanes 20:28), dan Yesus tidak menolaknya. Paulus menyebut Kristus sebagai "Allah yang harus dipuji sampai selama-lamanya!" (Roma 9:5) dan menantikan kedatangan "Allah yang Mahabesar dan Juruselamat kita Yesus Kristus" (Titus 2:13).
- Ia Memiliki Atribut Ilahi: Alkitab mengatribusikan kepada Yesus sifat-sifat yang hanya dimiliki oleh Allah. Ia kekal ("sebelum Abraham jadi, Aku telah ada" - Yohanes 8:58). Ia mahahadir ("di mana dua atau tiga orang berkumpul dalam Nama-Ku, di situ Aku ada di tengah-tengah mereka" - Matius 18:20). Ia mahatahu (Yohanes 16:30). Ia mahakuasa ("Kepada-Ku telah diberikan segala kuasa di sorga dan di bumi" - Matius 28:18).
- Ia Melakukan Pekerjaan Ilahi: Yesus melakukan hal-hal yang hanya dapat dilakukan oleh Allah. Ia turut serta dalam penciptaan ("segala sesuatu dijadikan oleh Dia" - Yohanes 1:3). Ia mengampuni dosa, sebuah hak prerogatif Allah (Markus 2:5-7). Ia akan menghakimi dunia (Yohanes 5:22). Ia memberi hidup kekal (Yohanes 10:28).
- Ia Menerima Penyembahan: Dalam tradisi Yahudi, penyembahan hanya boleh ditujukan kepada Allah saja. Namun, Yesus menerima penyembahan dari para murid-Nya (Matius 14:33), orang buta yang disembuhkan (Yohanes 9:38), dan para wanita di kubur yang kosong (Matius 28:9). Di surga, Anak Domba (Yesus) disembah bersama-sama dengan Bapa (Wahyu 5:13-14).
3. Keilahian Allah Roh Kudus
Perjanjian Baru juga dengan jelas mengajarkan bahwa Roh Kudus bukan sekadar kekuatan atau pengaruh ilahi yang impersonal, melainkan Pribadi ilahi yang sejati.
- Ia Adalah Pribadi: Roh Kudus memiliki atribut kepribadian. Ia berpikir dan mengetahui pikiran Allah (1 Korintus 2:10-11). Ia merasa dan dapat didukakan (Efesus 4:30). Ia memiliki kehendak dan membagikan karunia rohani sesuai kehendak-Nya (1 Korintus 12:11). Ia mengajar, bersaksi, menghibur, dan memimpin. Ini bukanlah deskripsi dari sebuah kekuatan, melainkan dari seorang Pribadi.
- Ia Disebut Allah: Dalam Kisah Para Rasul 5:3-4, Ananias berdusta kepada Roh Kudus. Petrus menegurnya, "Engkau bukan mendustai manusia, tetapi mendustai Allah." Di sini, mendustai Roh Kudus disamakan secara langsung dengan mendustai Allah.
- Ia Memiliki Atribut Ilahi: Sama seperti Anak, Roh Kudus juga memiliki sifat-sifat ilahi. Ia kekal (Ibrani 9:14). Ia mahahadir ("Ke mana aku dapat pergi menjauhi roh-Mu?" - Mazmur 139:7). Ia mahatahu (1 Korintus 2:10).
- Ia Terlibat dalam Pekerjaan Ilahi: Roh Kudus aktif dalam penciptaan (Kejadian 1:2), kelahiran baru (Yohanes 3:5-6), pengilhaman Kitab Suci (2 Petrus 1:21), dan kebangkitan orang percaya (Roma 8:11).
4. Rumusan Tritunggal dalam Teks
Selain bukti untuk keilahian masing-masing Pribadi, Perjanjian Baru juga memiliki beberapa teks kunci di mana ketiga Pribadi disebutkan bersama-sama dalam satu kesatuan yang setara.
"Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus..." (Matius 28:19)
Amanat Agung ini sangat signifikan. Yesus memerintahkan baptisan dilakukan dalam satu "nama" (tunggal), bukan "nama-nama" (jamak), yang menunjukkan kesatuan esensi dari Bapa, Anak, dan Roh Kudus. Ketiganya disandingkan dalam posisi yang setara.
"Kasih karunia Tuhan Yesus Kristus, dan kasih Allah, dan persekutuan Roh Kudus menyertai kamu sekalian." (2 Korintus 13:13)
Berkat apostolik ini menempatkan ketiga Pribadi ilahi sebagai sumber bersama dari berkat rohani, sekali lagi dalam posisi yang setara dan terpadu.
Peristiwa baptisan Yesus (Matius 3:16-17) juga merupakan gambaran Tritunggal yang indah: Anak dibaptis di dalam air, Roh Kudus turun seperti burung merpati ke atas-Nya, dan Bapa berbicara dari surga. Ketiga Pribadi hadir dan bertindak secara bersamaan, namun tetap berbeda.
Sejarah Perkembangan Doktrin Tritunggal
Iman kepada Tritunggal Maha Kudus telah ada sejak zaman para rasul, sebagaimana ditunjukkan oleh tulisan-tulisan Perjanjian Baru. Namun, perumusan doktrin yang presisi dan baku memerlukan waktu beberapa abad, sering kali sebagai respons terhadap tantangan dari ajaran-ajaran sesat. Proses ini menunjukkan bagaimana gereja, di bawah bimbingan Roh Kudus, bergumul untuk mengartikulasikan kebenaran Alkitab dengan setia.
Bapa-Bapa Gereja Awal
Para pemimpin gereja pasca-rasuli, seperti Ignatius dari Antiokhia dan Polikarpus, menulis tentang keilahian Kristus dan realitas Bapa, Anak, dan Roh Kudus. Tertullianus (sekitar 160-225 M) adalah orang pertama yang menggunakan kata Latin "Trinitas" dan merumuskan konsep "satu substansi, tiga pribadi." Namun, bahasa yang tepat untuk menjelaskan relasi ini masih dalam pengembangan.
Kontroversi Arian dan Konsili Nicea
Tantangan terbesar muncul pada awal abad keempat dari seorang presbiter bernama Arius di Aleksandria. Arius mengajarkan bahwa Anak, Sang Firman, bukanlah Allah yang kekal. Sebaliknya, ia adalah makhluk ciptaan pertama Allah Bapa. Menurut Arius, "ada waktu ketika Dia (Anak) tidak ada." Ajaran ini menyebar luas dan mengancam untuk memecah belah gereja serta merusak inti Injil.
Untuk mengatasi krisis ini, Kaisar Konstantinus mengadakan konsili ekumenis (seluruh gereja) pertama di kota Nicea pada tahun 325 M. Di bawah kepemimpinan teolog-teolog seperti Athanasius, konsili ini menolak ajaran Arius dan menegaskan keilahian penuh Kristus. Hasilnya adalah Pengakuan Iman Nicea, yang menyatakan bahwa Anak adalah "homoousios" dengan Bapa, sebuah istilah Yunani yang berarti "sehakekat" atau "dari substansi yang sama." Ini adalah pernyataan definitif bahwa Anak bukanlah makhluk ciptaan, melainkan Allah sejati, setara dengan Bapa dalam segala hal.
Konsili Konstantinopel dan Para Bapa Kapadokia
Meskipun Nicea telah menegaskan keilahian Anak, status Roh Kudus masih menjadi perdebatan. Beberapa kelompok (disebut Makedonian atau Pneumatomakhi) berpendapat bahwa Roh Kudus adalah makhluk ciptaan, serupa dengan malaikat. Menanggapi hal ini, Konsili Ekumenis Kedua diadakan di Konstantinopel pada tahun 381 M.
Konsili ini menegaskan kembali Pengakuan Iman Nicea dan memperluas bagian tentang Roh Kudus, menyatakan bahwa Dia adalah "Tuhan, Sang Pemberi Hidup, yang keluar dari Bapa, yang bersama-sama dengan Bapa dan Anak disembah dan dimuliakan." Karya teologis dari tiga "Bapa Kapadokia"—Basilius Agung, Gregorius dari Nazianzus, dan Gregorius dari Nyssa—sangat berpengaruh dalam konsili ini. Merekalah yang menyempurnakan terminologi dengan membedakan antara "ousia" (satu hakikat ilahi) dan "hypostaseis" (tiga Pribadi yang berbeda). Rumusan inilah yang menjadi standar ortodoksi Kristen hingga hari ini.
Implikasi Teologis dan Praktis Doktrin Tritunggal
Doktrin Tritunggal bukanlah sekadar teka-teki teologis yang abstrak. Ia memiliki implikasi yang mendalam dan praktis bagi setiap aspek kehidupan dan iman Kristen.
1. Sifat Allah adalah Kasih dan Relasional
Jika Allah adalah satu Pribadi tunggal sebelum penciptaan, maka Ia tidak dapat menjadi kasih dari kekekalan, karena kasih membutuhkan objek untuk dikasihi. Namun, karena Allah adalah Tritunggal, Ia telah ada dari kekekalan sebagai persekutuan kasih yang sempurna. Bapa mengasihi Anak, Anak mengasihi Bapa, dan Roh Kudus adalah ikatan kasih di antara Mereka. Ini berarti kasih bukanlah sekadar salah satu atribut Allah; kasih adalah esensi-Nya. Allah tidak menciptakan manusia karena Ia kesepian; Ia menciptakan kita dari kelimpahan kasih-Nya untuk mengundang kita masuk ke dalam persekutuan kasih Tritunggal itu.
2. Dasar bagi Keselamatan
Karya keselamatan sepenuhnya bersifat trinitarian. Setiap Pribadi Tritunggal memiliki peran yang unik namun terpadu:
- Allah Bapa adalah Perancang keselamatan. Dari kasih-Nya, Ia merencanakan penebusan dan mengutus Anak-Nya ke dunia (Yohanes 3:16; Galatia 4:4).
- Allah Anak (Yesus Kristus) adalah Pelaksana keselamatan. Ia menjadi manusia, hidup tanpa dosa, mati di kayu salib untuk menanggung dosa kita, dan bangkit dari kematian untuk memberikan kita hidup baru (Roma 5:8; 1 Korintus 15:3-4).
- Allah Roh Kudus adalah Penerap keselamatan. Ia menginsafkan dunia akan dosa, melahirbarukan orang percaya, mendiami mereka, menguduskan mereka, dan memeteraikan mereka sampai hari penyelamatan (Yohanes 16:8; Titus 3:5; Efesus 1:13-14).
Tanpa Tritunggal, Injil akan runtuh. Jika Yesus bukan Allah sejati, kematian-Nya tidak akan cukup untuk menebus dosa dunia. Jika Roh Kudus bukan Allah sejati, Ia tidak akan memiliki kuasa untuk melahirkan kita kembali secara rohani.
3. Model untuk Kehidupan Gereja dan Komunitas
Tritunggal Maha Kudus adalah model utama bagi persatuan dan keragaman. Tiga Pribadi yang berbeda hidup dalam kesatuan yang sempurna. Demikian pula, gereja terdiri dari banyak anggota yang berbeda (beragam suku, bahasa, latar belakang, karunia), namun dipanggil untuk hidup dalam satu kesatuan tubuh Kristus (1 Korintus 12:12-13). Relasi di dalam Tritunggal—yang ditandai oleh saling mengasihi, saling melayani, dan saling memuliakan—menjadi pola bagi relasi kita di dalam komunitas orang percaya. Persatuan gereja seharusnya mencerminkan persatuan ilahi.
4. Pola untuk Doa dan Penyembahan
Kehidupan rohani kita secara inheren bersifat trinitarian. Kita berdoa kepada Bapa, melalui perantaraan Anak, dan oleh kuasa Roh Kudus yang ada di dalam kita (Efesus 2:18). Penyembahan kita ditujukan kepada Allah Tritunggal. Kita menyembah Bapa atas kasih dan kedaulatan-Nya, kita menyembah Anak atas pengorbanan dan penebusan-Nya, dan kita menyembah Roh Kudus atas kehadiran dan kuasa-Nya dalam hidup kita. Memahami Tritunggal memperkaya doa dan penyembahan kita, membuatnya lebih alkitabiah dan berpusat pada Allah.
5. Dorongan untuk Misi
Misi gereja berakar dalam misi Allah Tritunggal (Missio Dei). Sebagaimana Bapa mengutus Anak ke dalam dunia, dan Bapa bersama Anak mengutus Roh Kudus, demikian pula Allah Tritunggal mengutus gereja ke dalam dunia untuk menjadi saksi-Nya (Yohanes 20:21). Amanat Agung itu sendiri, seperti yang telah dibahas, adalah perintah trinitarian: memuridkan dan membaptis dalam nama Bapa, Anak, dan Roh Kudus. Misi bukanlah sekadar kegiatan gereja, melainkan partisipasi kita dalam karya Allah Tritunggal yang sedang berlangsung di dunia.
Kesimpulan: Misteri yang Disembah
Doktrin Tritunggal Maha Kudus pada akhirnya tetaplah sebuah misteri. Akal manusia, yang terbatas dan telah jatuh dalam dosa, tidak akan pernah dapat sepenuhnya menyelami kedalaman keberadaan Allah yang tak terbatas. Upaya untuk merasionalkan Tritunggal secara sempurna sering kali berakhir pada salah satu ajaran sesat yang telah disebutkan. Analogi apa pun—seperti air, es, dan uap; atau matahari, cahaya, dan panas—pada akhirnya gagal karena mereka tidak dapat menangkap realitas tiga Pribadi yang setara dan kekal dalam satu Hakikat.
Namun, ketidakmampuan kita untuk memahaminya secara tuntas tidak berarti doktrin ini tidak benar atau tidak penting. Sebaliknya, ia adalah kebenaran yang diwahyukan oleh Allah sendiri tentang diri-Nya. Ini bukanlah sebuah masalah yang harus dipecahkan, melainkan sebuah realitas agung yang harus diterima dengan iman dan disembah dengan penuh kekaguman. Tritunggal mengungkapkan Allah yang jauh lebih mulia, lebih dinamis, dan lebih penuh kasih daripada yang dapat kita bayangkan. Ia adalah Allah yang merupakan persekutuan sempurna di dalam diri-Nya sendiri, yang karya keselamatan-Nya komprehensif, dan yang mengundang kita, melalui iman kepada Kristus dan oleh kuasa Roh Kudus, untuk masuk ke dalam persekutuan kekal dengan-Nya.
Maka, biarlah kita menundukkan kepala dalam kerendahan hati di hadapan misteri agung ini, sambil memuji dan memuliakan satu Allah yang esa: Bapa, Anak, dan Roh Kudus, kini dan selamanya.