Memaknai Kemenangan Sejati: Bunyi Surat An-Nasr Ayat 3 dan Tafsirnya

Surat An-Nasr, sebuah surat pendek yang sarat akan makna, seringkali diasosiasikan dengan peristiwa besar dalam sejarah Islam, yaitu Fathu Makkah (Penaklukan Kota Mekkah). Surat ini bukan sekadar pengabaran tentang kemenangan fisik, melainkan sebuah panduan fundamental bagi setiap Muslim tentang bagaimana seharusnya menyikapi sebuah anugerah, pertolongan, dan keberhasilan. Puncak dari panduan ini terangkum dalam ayat terakhirnya. Jawaban langsung untuk pertanyaan tentang bunyi Surat An-Nasr ayat 3 adalah sebagai berikut.

فَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ وَاسْتَغْفِرْهُ ۚ إِنَّهُ كَانَ تَوَّابًا

Fasabbiḥ biḥamdi rabbika wastagfirh, innahụ kāna tawwābā.

"Maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan mohonlah ampun kepada-Nya. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penerima tobat."

Ayat ini merupakan konklusi, perintah, dan sekaligus penegasan yang menjadi inti dari seluruh pesan dalam Surat An-Nasr. Ia mengajarkan sebuah etika spiritual yang luhur: ketika pertolongan Allah dan kemenangan telah datang, respons yang paling pantas bukanlah euforia yang melalaikan, melainkan peningkatan kualitas spiritual melalui tasbih, tahmid, dan istighfar. Untuk memahami kedalaman maknanya, mari kita bedah setiap frasa dalam ayat mulia ini.

Ilustrasi simbolis Ka'bah dengan cahaya kemenangan Sebuah Ka'bah yang digambarkan secara minimalis dengan latar belakang gradasi biru tua ke biru muda, melambangkan langit fajar. Sinar cahaya keemasan memancar dari belakang Ka'bah, merepresentasikan pertolongan dan kemenangan dari Allah (An-Nasr). Ilustrasi Ka'bah sebagai simbol kemenangan dan pusat peribadahan dalam Islam, terkait Surat An-Nasr.

Konteks Surat An-Nasr: Sebuah Kemenangan yang Dinanti

Sebelum menyelam lebih dalam ke ayat ketiga, penting untuk memahami konteks keseluruhan surat yang hanya terdiri dari tiga ayat ini. Surat An-Nasr (Pertolongan) adalah surat Madaniyah, yang diturunkan setelah Nabi Muhammad SAW hijrah ke Madinah. Mayoritas ulama tafsir berpendapat bahwa surat ini adalah surat terakhir yang diturunkan secara lengkap, dan turun pada masa Haji Wada' (haji perpisahan Nabi), beberapa bulan sebelum beliau wafat.

Surat ini dibuka dengan firman Allah:

Ayat 1: إِذَا جَاءَ نَصْرُ اللَّهِ وَالْفَتْحُ
"Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan,"
Ayat 2: وَرَأَيْتَ النَّاسَ يَدْخُلُونَ فِي دِينِ اللَّهِ أَفْوَاجًا
"dan kamu lihat manusia masuk agama Allah dengan berbondong-bondong,"

Dua ayat pertama ini menggambarkan sebuah skenario puncak dari perjuangan dakwah Nabi Muhammad SAW selama lebih dari dua dekade. "Pertolongan Allah (Nasrullah)" dan "kemenangan (al-Fath)" secara spesifik merujuk pada peristiwa Fathu Makkah, di mana kaum Muslimin berhasil kembali ke kota suci Mekkah tanpa pertumpahan darah yang berarti. Peristiwa ini menjadi titik balik yang monumental. Ka'bah disucikan kembali dari berhala, dan suku-suku Arab yang sebelumnya ragu atau memusuhi Islam, mulai melihat kebenaran dan kekuatan yang ada di baliknya. Hasilnya, mereka "masuk agama Allah dengan berbondong-bondong".

Kemenangan ini bukanlah hasil dari kekuatan militer semata, melainkan murni pertolongan dari Allah. Konteks inilah yang menjadi fondasi bagi perintah di ayat ketiga. Ketika tujuan besar telah tercapai, ketika misi dakwah telah menunjukkan hasil yang luar biasa, apa yang harus dilakukan oleh seorang hamba? Jawabannya ada pada ayat ketiga.

Tafsir Mendalam Surat An-Nasr Ayat 3

Ayat ketiga adalah respons spiritual yang diajarkan langsung oleh Allah. Mari kita bedah kalimat per kalimat untuk menangkap esensi pesannya.

1. "Fasabbiḥ" (فَسَبِّحْ) - Maka Bertasbihlah

Kata "Fa" (ف) di awal kalimat berfungsi sebagai penghubung konsekuensi. Artinya, "maka sebagai akibat dari datangnya pertolongan dan kemenangan itu...". Ini menunjukkan bahwa tindakan selanjutnya adalah respons logis dan wajib atas nikmat yang telah diterima.

Perintahnya adalah "Sabbih" (سبّح), yang berasal dari kata dasar "sabaha" (سبح) yang secara harfiah berarti berenang atau bergerak cepat. Dalam konteks spiritual, tasbih (التسبيح) berarti menyucikan Allah. Ketika kita mengucapkan "Subhanallah", kita sedang mendeklarasikan bahwa Allah Maha Suci dari segala bentuk kekurangan, kelemahan, sifat-sifat yang tidak pantas, dan dari segala sekutu. Ini adalah pengakuan mutlak akan kesempurnaan Allah.

Mengapa perintah pertama setelah kemenangan besar adalah bertasbih? Ada beberapa hikmah mendalam di baliknya:

2. "Biḥamdi Rabbika" (بِحَمْدِ رَبِّكَ) - Dengan Memuji Tuhanmu

Perintah bertasbih tidak berdiri sendiri, melainkan digandengkan dengan "bihamdi Rabbika". Kata "bi" (ب) berarti "dengan" atau "sambil", menunjukkan bahwa tasbih dan tahmid adalah dua aktivitas yang menyatu.

Tahmid (التحميد), yang berasal dari kata "hamida" (حمد), adalah pujian. Mengucapkan "Alhamdulillah" berarti segala puji hanya milik Allah. Berbeda dengan "syukur" yang seringkali merupakan respons atas nikmat yang diterima, "hamd" (pujian) lebih luas. Kita memuji Allah bukan hanya karena kebaikan yang kita terima, tetapi juga karena kesempurnaan Dzat dan sifat-sifat-Nya, terlepas dari kondisi kita.

Penggabungan tasbih dan tahmid (Subhanallahi wa bihamdih) memiliki makna yang luar biasa:

3. "Wastagfirh" (وَاسْتَغْفِرْهُ) - Dan Mohonlah Ampun kepada-Nya

Ini mungkin bagian yang paling mengejutkan. Setelah meraih kemenangan puncak, setelah misi hampir tuntas, perintah selanjutnya adalah memohon ampun atau istighfar (الاستغفار). Mengapa? Bukankah ini momen perayaan?

Perintah istighfar di saat kemenangan adalah pelajaran tentang kerendahan hati yang paripurna. Ini mengajarkan kita bahwa:

4. "Innahụ kāna tawwābā" (إِنَّهُ كَانَ تَوَّابًا) - Sesungguhnya Dia adalah Maha Penerima Tobat

Ayat ini ditutup dengan sebuah kalimat penegas yang menenangkan dan penuh harapan. "Inna" (Sesungguhnya) adalah partikel penekanan. "Kāna" (كَانَ) dalam tata bahasa Arab seringkali menunjukkan sesuatu yang telah dan akan selalu menjadi sifat yang melekat. Jadi, Allah bukan hanya menerima tobat sesekali, tetapi Dia "selalu dan senantiasa" Maha Penerima Tobat.

Nama Allah "At-Tawwab" (التواب) berasal dari kata "tauba" (التوبة) yang berarti kembali. At-Tawwab memiliki dua makna indah:

  1. Dia yang Memberi Inspirasi untuk Bertobat: Allah-lah yang pertama kali "kembali" kepada hamba-Nya dengan rahmat, membuka hati hamba-Nya dan memberinya taufik untuk menyesal dan ingin kembali kepada-Nya.
  2. Dia yang Menerima Kembalinya Hamba: Setelah hamba itu bertobat dan kembali kepada-Nya, Allah pun menyambut kembalinya hamba tersebut dengan ampunan dan kasih sayang-Nya.

Penutup ini adalah jaminan. Setelah memerintahkan tasbih, tahmid, dan istighfar, Allah seakan berkata, "Lakukanlah semua itu, mohonlah ampun atas segala kekuranganmu, karena jangan ragu, Aku pasti akan menerimanya. Sifat-Ku adalah Maha Penerima Tobat." Ini memberikan ketenangan luar biasa dan mendorong kita untuk tidak pernah putus asa dalam memohon ampun, tidak peduli seberapa besar kekurangan kita dalam beramal.

Hikmah dan Pelajaran Universal dari Surat An-Nasr Ayat 3

Meskipun surat ini turun dalam konteks spesifik, pesannya bersifat abadi dan relevan bagi setiap individu Muslim dalam setiap aspek kehidupannya. Ayat ketiga dari Surat An-Nasr memberikan kita sebuah formula atau resep spiritual dalam menghadapi nikmat dan kesuksesan.

1. Formula Sukses yang Berkelanjutan

Kesuksesan yang diraih seringkali menjadi awal dari kejatuhan jika tidak disikapi dengan benar. Keberhasilan bisa melahirkan kesombongan, kelalaian, dan kepuasan diri yang mematikan. Formula (Tasbih + Tahmid + Istighfar) adalah resep untuk mengubah kesuksesan duniawi menjadi kesuksesan spiritual yang berkelanjutan.

Ketika Anda lulus ujian, mendapat promosi jabatan, berhasil dalam bisnis, atau bahkan sekadar menyelesaikan pekerjaan rumah dengan baik, terapkanlah formula ini. Ucapkan "Subhanallah", sucikan Allah dari anggapan bahwa ini semua karena kehebatanmu. Ucapkan "Alhamdulillah", pujilah Dia yang telah memberikan taufik dan kemudahan. Ucapkan "Astaghfirullah", mohon ampun atas segala kekurangan dalam prosesnya.

2. Setiap Puncak adalah Isyarat Sebuah Akhir

Surat An-Nasr adalah isyarat dekatnya ajal Rasulullah SAW. Ini mengajarkan kita sebuah filosofi hidup yang mendalam: setiap pencapaian puncak dalam hidup kita adalah pengingat bahwa babak tersebut akan segera berakhir. Kelulusan adalah akhir dari masa studi. Pernikahan adalah akhir dari masa lajang. Pensiun adalah akhir dari masa kerja. Dan kehidupan itu sendiri akan berakhir dengan kematian.

Oleh karena itu, di setiap puncak pencapaian, kita diperintahkan untuk mempersiapkan akhir dengan cara terbaik: kembali kepada Allah melalui tasbih, tahmid, dan istighfar. Jangan menunggu hingga masa sulit tiba untuk mengingat Allah, tetapi ingatlah Dia justru di saat-saat paling membahagiakan.

3. Kemenangan Terbesar adalah Kemenangan Spiritual

Fathu Makkah adalah kemenangan fisik, sosial, dan politik. Namun, Al-Qur'an mengarahkan perhatian kita pada respons spiritualnya. Ini menunjukkan bahwa kemenangan yang hakiki bukanlah sekadar menguasai wilayah atau mengalahkan musuh. Kemenangan terbesar adalah ketika seorang hamba mampu menaklukkan egonya sendiri, menjaga hatinya tetap tunduk, dan lisannya tetap basah dengan dzikir kepada Allah di tengah gemerlap kesuksesan.

Banyak orang yang menang di medan perang tetapi kalah melawan kesombongan di dalam hatinya. Surat An-Nasr ayat 3 adalah benteng pertahanan dari kekalahan spiritual semacam itu.

Kesimpulan

Bunyi Surat An-Nasr ayat 3, "Fasabbiḥ biḥamdi rabbika wastagfirh, innahụ kāna tawwābā", lebih dari sekadar rangkaian kata. Ia adalah sebuah manifesto tentang etika kesuksesan dalam Islam. Ia adalah pedoman tentang bagaimana seorang hamba berinteraksi dengan Tuhannya di puncak kebahagiaan. Ayat ini merangkum tiga pilar spiritual yang harus senantiasa kita tegakkan, terutama saat kita menerima pertolongan dan kemenangan dari Allah SWT.

Dengan bertasbih, kita menyucikan-Nya dan menundukkan ego kita. Dengan bertahmid, kita memuji-Nya dan menumbuhkan rasa syukur. Dengan beristighfar, kita mengakui kekurangan kita dan membersihkan jiwa kita. Dan dengan keyakinan penuh bahwa Dia adalah At-Tawwab, Maha Penerima Tobat, kita melangkah maju dengan hati yang lapang, jiwa yang bersih, dan semangat yang senantiasa terhubung kepada-Nya, baik dalam keadaan sulit maupun di puncak kemenangan.

🏠 Homepage