Membedah Lafal Ayat Kedua Surah An-Nasr

Al-Qur'an, sebagai firman Allah yang mulia, mengandung keindahan bahasa dan kedalaman makna yang tak terbatas. Setiap surah, setiap ayat, bahkan setiap kata di dalamnya memiliki hikmah yang agung. Salah satu surah yang singkat namun sarat akan makna adalah Surah An-Nasr. Surah ini, yang tergolong sebagai surah Madaniyah, merupakan salah satu surah terakhir yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW. Di dalam surah ini, terdapat sebuah ayat yang menggambarkan puncak keberhasilan dakwah Rasulullah, yaitu ayat kedua. Pertanyaan yang menjadi fokus utama kita adalah: tulislah lafal ayat kedua surah an nasr.

Ayat ini tidak hanya sekadar rangkaian kata, tetapi sebuah lukisan verbal yang mengabadikan momen bersejarah ketika manusia berbondong-bondong memeluk agama Allah. Memahami lafal, makna, dan konteksnya akan membuka wawasan kita tentang kebesaran janji Allah dan buah dari kesabaran dalam berdakwah.

Tulisan Lafal, Transliterasi, dan Terjemahan Ayat

Fokus utama pembahasan ini adalah lafal dari ayat kedua Surah An-Nasr. Berikut adalah penulisan lafal ayat tersebut dalam tiga bentuk: tulisan Arab asli, transliterasi Latin untuk membantu pelafalan, dan terjemahan dalam Bahasa Indonesia.

وَرَأَيْتَ النَّاسَ يَدْخُلُونَ فِي دِينِ اللَّهِ أَفْوَاجًا

Wa ra'aitan-nāsa yadkhulūna fī dīnillāhi afwājā

"Dan engkau melihat manusia berbondong-bondong masuk agama Allah."

Lafal ini begitu indah dan kuat. Penggunaan kata-kata pilihan di dalamnya melukiskan sebuah pemandangan yang luar biasa, sebuah pemandangan yang menjadi saksi atas pertolongan dan kemenangan yang Allah berikan, sebagaimana disebutkan dalam ayat pertama surah ini.

Ilustrasi grafis orang-orang berbondong-bondong menuju cahaya, merepresentasikan makna Surah An-Nasr ayat 2. Ilustrasi manusia berbondong-bondong menuju cahaya hidayah

Analisis Lafal per Kata: Menggali Makna Terdalam

Untuk memahami ayat ini secara lebih utuh, mari kita bedah setiap kata yang menyusunnya. Setiap komponen lafal ini memiliki makna dan fungsi gramatikal yang spesifik dalam bahasa Arab, yang secara kolektif membangun pesan yang kuat.

Konteks Sejarah (Asbabun Nuzul): Peristiwa di Balik Ayat

Untuk memahami sepenuhnya makna ayat kedua Surah An-Nasr, kita harus melihat konteks historis di mana surah ini diturunkan. Para ulama tafsir sepakat bahwa Surah An-Nasr turun setelah peristiwa besar dalam sejarah Islam, yaitu Fathu Makkah (Penaklukan Kota Makkah).

Selama bertahun-tahun, dakwah Nabi Muhammad SAW di Makkah menghadapi perlawanan yang sengit dari kaum kafir Quraisy. Para pengikut awal Islam mengalami intimidasi, penyiksaan, dan boikot. Proses masuk Islam terjadi secara individual dan sering kali harus dilakukan secara rahasia. Hijrah ke Madinah menjadi titik balik, di mana komunitas Muslim mulai terbentuk dan memiliki kekuatan politik serta militer.

Puncak dari perjuangan ini adalah Fathu Makkah. Ketika Rasulullah SAW dan pasukan Muslim memasuki Makkah, mereka melakukannya dengan damai. Tidak ada pertumpahan darah yang berarti. Rasulullah SAW menunjukkan kemurahan hati yang luar biasa dengan memberikan pengampunan umum kepada penduduk Makkah yang selama ini memusuhinya. Beliau menghancurkan berhala-berhala di sekitar Ka'bah dan mengembalikan kesucian rumah Allah tersebut kepada tauhid.

Peristiwa inilah yang menjadi "kemenangan" (al-fatḥ) yang dimaksud dalam ayat pertama. Setelah Fathu Makkah, kekuatan politik dan moral kaum Quraisy sebagai penjaga tradisi paganisme Arab runtuh total. Kabilah-kabilah Arab dari seluruh penjuru Jazirah Arab yang sebelumnya ragu-ragu atau takut untuk menerima Islam, kini melihat dengan mata kepala sendiri kebenaran ajaran Rasulullah dan keagungan akhlaknya. Mereka menyaksikan bahwa kemenangan ini bukanlah kemenangan biasa, melainkan pertolongan langsung dari Allah (nashrullāh).

Akibatnya, delegasi dari berbagai suku mulai berdatangan ke Madinah untuk menyatakan keislaman mereka di hadapan Nabi. Tahun setelah Fathu Makkah dikenal sebagai 'Ām al-Wufūd (Tahun Delegasi). Inilah pemandangan yang digambarkan oleh ayat "wa ra'aitan-nāsa yadkhulūna fī dīnillāhi afwājā". Rasulullah SAW benar-benar melihat manusia dari berbagai suku dan latar belakang, datang dalam rombongan-rombongan, untuk masuk ke dalam agama Allah. Ini adalah buah dari kesabaran dan perjuangan selama lebih dari dua dekade.

Tafsir Ayat Kedua Surah An-Nasr Menurut Para Ulama

Para mufasir (ahli tafsir) telah memberikan penjelasan yang mendalam mengenai ayat ini, mengaitkannya dengan peristiwa sejarah dan makna spiritual yang terkandung di dalamnya.

1. Tafsir Ibnu Katsir

Imam Ibnu Katsir dalam tafsirnya menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan "manusia" dalam ayat ini adalah bangsa Arab. Sebelum Fathu Makkah, mereka menunggu-nunggu hasil dari pertarungan antara Rasulullah SAW dan kaumnya, Quraisy. Mereka berkata, "Jika Muhammad berhasil mengalahkan kaumnya, maka dia adalah seorang nabi yang benar." Ketika Allah memenangkan Rasulullah atas Makkah, mereka pun masuk Islam secara berbondong-bondong. Dalam waktu kurang dari dua tahun setelah Fathu Makkah, seluruh Jazirah Arab telah beriman dan berada di bawah panji Islam.

Ibnu Katsir mengutip riwayat dari Amr bin Salamah yang berkata, "Ketika Makkah ditaklukkan, setiap suku segera menyatakan keislaman mereka kepada Rasulullah SAW. Mereka menunda (keislaman mereka) menanti penaklukan Makkah, sambil berkata, 'Biarkan dia (Muhammad) dan kaumnya. Jika dia menang atas mereka, dia adalah seorang nabi yang benar'."

Tafsir ini menegaskan bahwa Fathu Makkah adalah titik balik psikologis dan spiritual bagi seluruh bangsa Arab. Kemenangan tersebut menjadi bukti nyata (burhān) atas kebenaran risalah Nabi Muhammad SAW.

2. Tafsir Al-Jalalain

Tafsir Al-Jalalain, yang dikenal ringkas dan padat, menafsirkan ayat ini secara langsung. "(Dan kamu lihat manusia masuk agama Allah) yakni agama Islam, (dengan berbondong-bondong) artinya, dalam kelompok-kelompok yang banyak, yang sebelumnya mereka masuk Islam secara perorangan."

Tafsir ini menyoroti kontras yang tajam antara periode awal dakwah dengan periode setelah kemenangan. Dari satu atau dua orang yang harus menyembunyikan imannya, menjadi suku-suku dan kabilah-kabilah yang dengan bangga menyatakan keislaman mereka. Perubahan skala ini adalah manifestasi dari pertolongan Allah yang agung.

3. Tafsir Al-Misbah (Prof. M. Quraish Shihab)

Prof. M. Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Misbah memberikan analisis bahasa yang mendalam. Beliau menekankan penggunaan kata kerja yadkhulūna (bentuk sekarang/akan datang) yang mengisyaratkan kesinambungan. Artinya, proses masuknya manusia ke dalam agama Allah tidak berhenti pada saat itu saja, tetapi akan terus berlanjut sepanjang masa. Ini memberikan optimisme bahwa hidayah Allah akan terus terbuka bagi umat manusia.

Beliau juga membahas kata afwājā yang menggambarkan kedatangan mereka secara berkelompok, menunjukkan bahwa penghalang-penghalang sosial dan politik untuk menerima Islam telah runtuh. Ketika para pemimpin suku masuk Islam, maka seluruh kaumnya pun mengikutinya. Ini adalah sebuah fenomena sosiologis yang terjadi atas izin dan kehendak Allah.

Isyarat Tersembunyi di Balik Ayat Kemenangan

Meskipun Surah An-Nasr secara lahiriah berbicara tentang kemenangan dan kegembiraan, para sahabat besar seperti Ibnu Abbas dan Umar bin Khattab memahami ada isyarat lain yang lebih dalam di baliknya. Mereka memahami bahwa surah ini mengisyaratkan dekatnya ajal Rasulullah SAW.

Logikanya adalah, jika tugas utama seorang nabi—yaitu menyampaikan risalah dan melihat umatnya menerima agama Allah—telah sempurna, maka misinya di dunia telah selesai. Kemenangan besar dan masuknya manusia secara massal ke dalam Islam adalah penanda puncak dari tugas kenabian Muhammad SAW. Setelah puncak tercapai, tidak ada lagi yang tersisa selain kembali kepada Sang Pemberi Tugas, Allah SWT.

Dalam sebuah riwayat, Umar bin Khattab bertanya kepada para sahabat senior tentang makna surah ini. Banyak yang menafsirkannya sebagai perintah untuk memuji Allah atas kemenangan. Namun, ketika ditanya kepada Ibnu Abbas yang saat itu masih muda, beliau menjawab, "Itu adalah pertanda ajal Rasulullah SAW yang Allah beritahukan kepadanya." Umar pun membenarkan pemahaman tersebut.

Oleh karena itu, ayat kedua ini tidak hanya menjadi saksi kemenangan, tetapi juga menjadi pengingat bahwa setiap tugas memiliki akhir. Ketika tugas telah paripurna, maka saatnya untuk mempersiapkan diri bertemu dengan Allah. Inilah sebabnya ayat berikutnya langsung memerintahkan, "Maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan mohonlah ampun kepada-Nya. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penerima tobat." (An-Nasr: 3). Respon yang tepat atas nikmat terbesar bukanlah euforia, melainkan tasbih, tahmid, dan istighfar.

Pelajaran dan Hikmah dari Ayat Kedua Surah An-Nasr

Ayat mulia ini, meskipun pendek, mengandung lautan hikmah yang relevan bagi kita di setiap zaman. Berikut beberapa pelajaran yang dapat kita petik:

  1. Janji Allah itu Pasti: Ayat ini adalah bukti nyata bahwa janji Allah tentang kemenangan bagi orang-orang yang beriman dan berjuang di jalan-Nya adalah benar. Meskipun jalan dakwah penuh dengan rintangan, kesabaran dan keteguhan akan membuahkan hasil yang gemilang pada waktu yang telah Allah tetapkan.
  2. Buah Kesabaran dalam Dakwah: Pemandangan manusia masuk Islam berbondong-bondong adalah hasil dari perjuangan tanpa lelah selama 23 tahun. Ini mengajarkan kita pentingnya konsistensi, kesabaran, dan tidak mudah putus asa dalam mengajak kepada kebaikan.
  3. Hidayah Sepenuhnya di Tangan Allah: Sebanyak apapun usaha yang dilakukan, pada akhirnya Allahlah yang membuka hati manusia untuk menerima kebenaran. Pemandangan afwājā adalah manifestasi dari kehendak Allah yang membukakan pintu hidayah secara massal. Tugas kita adalah menyampaikan, hasilnya kita serahkan kepada-Nya.
  4. Sikap yang Benar dalam Menghadapi Kemenangan: Kemenangan dan keberhasilan bukanlah untuk dirayakan dengan kesombongan. Sebagaimana yang diajarkan oleh ayat selanjutnya, kemenangan harus disambut dengan kerendahan hati, memperbanyak zikir (tasbih dan tahmid), dan memohon ampunan (istighfar) kepada Allah.
  5. Universalitas Islam: Kata An-nās (manusia) dan gambaran afwājā (rombongan) menunjukkan bahwa Islam bukanlah agama eksklusif untuk satu kaum, melainkan rahmat bagi seluruh alam. Pintu Islam terbuka lebar bagi siapa saja yang ingin masuk ke dalamnya.

Kesimpulan

Lafal ayat kedua Surah An-Nasr, "Wa ra'aitan-nāsa yadkhulūna fī dīnillāhi afwājā", adalah sebuah kalimat yang abadi. Ia bukan sekadar catatan sejarah, tetapi sebuah monumen verbal yang merangkum esensi perjuangan, kesabaran, pertolongan ilahi, dan hasil yang menakjubkan dari dakwah Rasulullah SAW. Ayat ini menggambarkan sebuah pemandangan visual yang kuat: gelombang manusia, suku demi suku, berbondong-bondong menyerahkan diri kepada agama Allah setelah penghalang kesombongan dan kekafiran runtuh.

Memahami lafalnya kata per kata, merenungi konteks sejarahnya pada masa Fathu Makkah, dan menggali tafsirnya dari para ulama membuka mata kita akan keagungan rencana Allah. Ayat ini menjadi sumber inspirasi, optimisme, dan sekaligus pengingat tentang bagaimana seharusnya seorang hamba bersikap ketika menerima nikmat keberhasilan: dengan kembali memuji dan memohon ampunan kepada-Nya. Ia adalah penanda sempurnanya sebuah misi agung, dan pelajaran abadi bagi seluruh umat manusia sesudahnya.

🏠 Homepage