Sa'ad bin Abi Waqqash adalah salah satu nama yang bersinar terang dalam sejarah Islam awal. Beliau termasuk dalam golongan **As-Sabiqunal Awwalun**, yaitu orang-orang pertama yang memeluk agama Islam. Kisah hidupnya adalah perpaduan antara keberanian luar biasa di medan perang, kesalehan mendalam, dan kedekatan spiritual yang membuatnya dijuluki salah satu sahabat yang doanya hampir selalu dikabulkan oleh Allah SWT.
Sa'ad memeluk Islam pada usia yang sangat muda, di bawah usia dua puluh tahun. Keislamannya sempat menimbulkan friksi dengan kaum Quraisy, meskipun ibunya (Hamnah binti Sufyan) tidak setuju dengan keputusannya. Ketika sang ibu bersumpah untuk tidak makan dan minum sampai Sa'ad meninggalkan Islam, Sa'ad dengan teguh menjawab, "Wahai Ibu, seandainya engkau memiliki seratus nyawa dan nyawa itu keluar satu per satu, aku tidak akan pernah meninggalkan agamaku." Keteguhan hati ini membuat ibunya luluh dan akhirnya membiarkannya memeluk Islam.
Sejak awal, Sa'ad dikenal sebagai pribadi yang memiliki bakat alami dalam memanah. Ia adalah pemanah andalan Muslimin. Dalam pertempuran Badar, meskipun usianya relatif muda, kontribusinya sangat signifikan. Namun, puncak kegemilang militer Sa'ad terlihat jelas dalam Pertempuran Uhud. Ketika banyak sahabat lain terpukul mundur, Sa'ad, atas instruksi langsung Nabi Muhammad SAW, bertugas menjaga Rasulullah SAW di garis pertahanan terdepan. Nabi bahkan pernah menyerahkan panah-panah kepadanya seraya bersabda, "Panahlah! Demi ayah dan ibuku tercurah untukmu!"
Setelah wafatnya Rasulullah SAW, peran Sa'ad tidak berkurang. Di bawah kepemimpinan Umar bin Khattab, Sa'ad ditunjuk sebagai panglima perang terbesar dalam sejarah penaklukan Persia (Sasanid Empire). Salah satu kemenangannya yang paling monumental adalah Pertempuran Al-Qadisiyyah. Meskipun menghadapi pasukan Persia yang jauh lebih besar dan diperkuat gajah perang, taktik cerdas Sa'ad, ditambah dengan keahliannya dalam strategi militer, berhasil membalikkan keadaan dan menghancurkan kekuatan utama Persia.
Kemenangan ini membuka jalan bagi penaklukan ibu kota Persia, Madain (sekarang dekat Baghdad), yang merupakan pukulan telak bagi kekaisaran tersebut. Keberhasilannya dalam memimpin pasukan Muslim melawan dua kekuatan besar dunia saat itu (Bizantium dan Persia) menjadikannya jenderal militer Muslim terkemuka pada generasinya.
Kisah paling terkenal mengenai Sa'ad adalah mengenai doa yang makbul. Dikisahkan bahwa suatu ketika, Sa'ad pernah didoakan oleh Nabi Muhammad SAW agar doanya tidak terhalang oleh hijab. Ada juga riwayat yang menyebutkan bahwa karena ia jarang menggunakan air untuk bersuci (menginginkan air sedikit saja), doanya menjadi lebih cepat dikabulkan.
Beberapa anekdot menunjukkan bahwa Sa'ad tidak pernah memohon kekayaan atau kekuasaan yang berlebihan, namun ia selalu memohon agar dijauhkan dari kefakiran dan agar selalu memiliki peluru panah yang cukup di medan perang. Dalam masa tuanya, ia mengalami kelumpuhan sebagian. Ketika ditanya mengapa ia tidak berdoa untuk kesembuhan total seperti sahabat lain, Sa'ad menjawab bahwa ia teringat akan doanya kepada Nabi agar dihindarkan dari menghadapi cobaan penyakit berat hingga usia senja, dan Allah SWT mengabulkannya dengan memberikan penyakit yang tidak mematikan namun sedikit menyusahkanāsebagai pengingat akan pengabdiannya.
Sa'ad bin Abi Waqqash wafat setelah menunaikan ibadah Haji di usia yang sangat tua. Beliau meninggalkan warisan sebagai seorang pejuang yang saleh, seorang penakluk besar, dan seorang teladan dalam ketaatan dan kesederhanaan. Bahkan ketika wafat, beliau berwasiat agar dimandikan dengan baju yang dikenakannya saat Perang Badar, sebagai penanda kesetiaannya yang abadi kepada Islam.
Kisah Sa'ad bin Abi Waqqash memberikan pelajaran berharga bahwa kekuatan sejati seorang mukmin tidak hanya terletak pada kemampuan fisik atau strategi, tetapi pada keteguhan iman dan kualitas hubungan pribadinya dengan Sang Pencipta. Hingga kini, namanya tetap dikenang sebagai salah satu pahlawan Islam yang paling dihormati.