Banjarmasin, ibu kota Kalimantan Selatan, tidak hanya dikenal sebagai kota seribu sungai, tetapi juga sebagai surga bagi pecinta kuliner tradisional. Salah satu warisan kuliner yang paling kaya dan memikat adalah "wadai." Dalam bahasa Banjar, wadai merujuk pada kue atau makanan ringan manis yang memiliki variasi tak terhingga, seringkali disajikan dalam acara adat, perayaan hari besar, atau sekadar teman minum teh di sore hari. Keunikan wadai khas Banjarmasin terletak pada penggunaan bahan-bahan lokal seperti santan kental, gula merah (gula aren), dan tepung beras, yang menciptakan tekstur legit dan aroma yang khas.
Meskipun kini banyak makanan modern yang masuk, popularitas wadai tradisional tidak pernah surut. Mereka adalah cerminan budaya gotong royong dan kekayaan alam Kalimantan Selatan. Proses pembuatannya yang seringkali memakan waktu, seperti mengukus berjam-jam atau memanggang dengan metode tradisional, menambah nilai otentik dari setiap gigitan yang Anda nikmati. Mencicipi wadai adalah cara terbaik untuk menyentuh jantung kuliner masyarakat Banjar.
Beragamnya jenis wadai seringkali membingungkan para pendatang. Namun, ada beberapa nama yang wajib masuk dalam daftar pencarian Anda ketika berada di kota ini. Setiap wadai menceritakan kisahnya sendiri, seringkali berhubungan dengan ritual atau musim tertentu.
Lebih dari sekadar jajanan pasar, wadai memiliki peran penting dalam tatanan sosial masyarakat Banjar. Hampir setiap acara penting—mulai dari kelahiran, pernikahan, hingga perayaan keagamaan seperti Hari Raya Idul Fitri—pasti disajikan berbagai macam wadai. Jumlah dan jenis wadai yang disajikan seringkali melambangkan status dan penghormatan kepada tamu yang datang. Misalnya, wadai yang sulit dibuat atau memerlukan bahan premium akan didahulukan untuk disajikan kepada sesepuh atau tamu kehormatan.
Penggunaan gula merah, yang seringkali merupakan produk olahan dari pohon aren lokal, menunjukkan keterikatan erat masyarakat dengan sumber daya alam di sekitar mereka. Rasa manis dari wadai ini bukan hanya soal kenikmatan lidah, tetapi juga simbol keramahan dan harapan akan kehidupan yang manis dan sejahtera. Ketika Anda membeli sebungkus wadai dari pedagang di pasar terapung, Anda tidak hanya membeli makanan, tetapi juga sepotong tradisi yang dijaga turun-temurun.
Meskipun kini banyak wadai yang dimodifikasi menggunakan oven listrik, banyak pengrajin wadai tradisional masih mempertahankan cara pembuatan kuno. Misalnya, untuk wadai yang dipanggang, mereka mungkin masih menggunakan tungku tanah liat atau oven kayu agar panasnya lebih merata dan menghasilkan aroma 'smoky' yang khas. Proses mengaduk adonan santan yang harus terus menerus dilakukan untuk mencegah pecah santan adalah pelajaran kesabaran yang diturunkan dari generasi ke generasi.
Proses pembuatan yang telaten ini memastikan bahwa setiap wadai yang dihasilkan memiliki kualitas rasa yang konsisten dan otentik. Di pasar-pasar tradisional Banjarmasin, Anda bisa menyaksikan langsung ibu-ibu penjual wadai yang dengan cekatan membungkus kue-kue mungil dalam daun pisang atau kertas minyak. Keunikan inilah yang membuat wadai khas Banjarmasin menjadi oleh-oleh yang sangat dicari, membawa pulang sepotong kecil kekayaan rasa Kalimantan Selatan.