Sejarah, sebagai disiplin ilmu yang mempelajari masa lalu umat manusia, memiliki banyak definisi dan interpretasi. Berbagai ahli dari berbagai latar belakang dan tradisi pemikiran telah memberikan pandangan mereka mengenai apa sebenarnya sejarah itu. Memahami beragam pengertian ini membantu kita melihat kompleksitas dan kekayaan makna sejarah.
Sering disebut sebagai "Bapak Sejarah", Herodotus (sekitar 484-425 SM) dalam karyanya "Histories" mendefinisikan sejarah sebagai penyelidikan tentang sebab-musabab suatu peristiwa, terutama mengenai perang antara Yunani dan Persia. Baginya, sejarah adalah rekaman peristiwa masa lalu yang penting dan berusaha menjelaskan mengapa peristiwa tersebut terjadi.
Berbeda dengan Herodotus yang menyertakan unsur mitos, Thucydides (sekitar 460-400 SM) menekankan pendekatan yang lebih ilmiah dan rasional. Ia memandang sejarah sebagai studi tentang peristiwa politik dan militer yang terjadi di masa lalu, dengan fokus pada akurasi faktual dan analisis sebab-akibat yang objektif. Sejarah baginya adalah panduan untuk masa depan.
Sejarawan Arab terkemuka ini (1332-1406 M) dalam karyanya "Muqaddimah" mendefinisikan sejarah sebagai "kehidupan manusia di dunia, dan tentang sifat dari peradaban dunia, dan tentang berbagai macam keadaan yang terjadi pada manusia dalam pembentukan dan perkembangan mereka." Ia melihat sejarah sebagai ilmu yang mempelajari siklus peradaban manusia dan dinamika sosialnya.
Tokoh penting dalam historiografi modern, Leopold von Ranke (1795-1886) mengedepankan prinsip "seperti yang sebenarnya terjadi" (wie es eigentlich gewesen). Baginya, sejarah adalah upaya untuk merekonstruksi masa lalu seakurat mungkin melalui studi kritis terhadap dokumen-dokumen primer. Sejarah adalah seni narasi yang didasarkan pada bukti empiris.
Filsuf Inggris, R.G. Collingwood (1889-1943), berpendapat bahwa sejarah bukanlah sekadar deskripsi peristiwa, melainkan sebuah proses di mana manusia mencoba memahami pikiran dan tindakan orang-orang di masa lalu. Sejarah adalah "sejarah dari apa yang dipikirkan manusia," yang melibatkan penjelajahan kembali dunia batin pelaku sejarah.
Carl Becker (1873-1945) menawarkan pandangan yang lebih subjektif. Ia berpendapat bahwa sejarah adalah rekaman dari apa yang kita ingat tentang masa lalu, yang dibentuk oleh imajinasi sejarawan dan konteks zamannya. Sejarah tidak hanya tentang fakta, tetapi juga tentang bagaimana fakta itu ditafsirkan dan diceritakan.
Salah satu pendiri Mazhab Annales, Marc Bloch (1886-1944) mendefinisikan sejarah sebagai "ilmu tentang manusia dalam segala aspeknya, tentang semua masyarakat yang pernah ada, dan tentang semua periode waktu." Ia memperluas cakupan sejarah dari peristiwa politik menjadi studi tentang struktur sosial, ekonomi, budaya, dan mentalitas masyarakat secara luas.
Geoffrey Barraclough (1908-1984) melihat sejarah sebagai penyelidikan yang terus menerus dan terbuka. Ia menyatakan bahwa sejarah "bukanlah sekadar akumulasi pengetahuan tentang masa lalu, melainkan kegiatan aktif yang terus menerus tentang masa lalu." Sejarah selalu relevan untuk memahami tantangan masa kini dan masa depan.
W.H. Walsh dalam bukunya "An Introduction to the Philosophy of History" berpendapat bahwa sejarah adalah bentuk penjelasan. Ia menekankan pentingnya kausalitas dan pemahaman tentang motif serta tujuan agen sejarah untuk menjelaskan mengapa peristiwa tertentu terjadi.
Sejarawan Indonesia ini (1921-2007) mendefinisikan sejarah sebagai "penyusunan kembali peristiwa masa lalu yang merupakan pengalaman manusia yang disusun dalam suatu susunan yang teratur dan dapat dipahami." Baginya, sejarah adalah rekonstruksi yang kritis dan sistematis dari masa lalu berdasarkan bukti-bukti yang ada.
Beragamnya definisi ini menunjukkan bahwa sejarah bukan hanya sekumpulan fakta masa lalu yang kaku, melainkan sebuah bidang studi yang dinamis, multidimensional, dan selalu terbuka untuk interpretasi baru. Setiap ahli menawarkan lensa unik untuk memahami bagaimana kita dapat belajar dari masa lalu.