Adz Dzikr Artinya: Memahami Makna dan Kedalaman Mengingat Allah
Dalam samudra spiritualitas Islam, terdapat satu amalan yang menjadi jangkar bagi jiwa, penyejuk bagi hati, dan jembatan yang menghubungkan hamba dengan Penciptanya. Amalan itu adalah dzikir. Namun, seringkali kita melafalkannya tanpa benar-benar meresapi kedalamannya. Pertanyaan mendasar yang perlu kita jawab adalah: adz dzikr artinya apa? Memahami makna dzikir bukan sekadar mengetahui terjemahan harfiah, melainkan menyelami esensi dari sebuah ibadah yang diperintahkan langsung oleh Allah SWT di banyak tempat dalam Al-Qur'an.
Secara sederhana, dzikir sering diterjemahkan sebagai "mengingat" atau "menyebut". Namun, makna ini jauh lebih luas dan mendalam. Ia adalah aktivitas kesadaran penuh seorang hamba terhadap kehadiran, keagungan, dan kekuasaan Allah SWT. Dzikir adalah detak jantung keimanan, napas spiritualitas, dan perisai yang melindungi seorang mukmin dari kelalaian dan godaan duniawi. Artikel ini akan mengupas tuntas adz dzikr artinya dari berbagai sudut pandang, mulai dari definisi bahasa dan istilah, landasannya dalam Al-Qur'an dan Hadits, jenis-jenisnya, hingga keutamaan dan manfaatnya yang luar biasa bagi kehidupan kita.
Definisi Dzikir: Mengurai Makna dari Akar Bahasa dan Istilah Syar'i
Untuk memahami konsep dzikir secara utuh, kita perlu menelusurinya dari dua sisi: makna leksikal (etimologi) dan makna terminologis (istilah dalam syariat Islam). Keduanya saling melengkapi untuk memberikan gambaran yang komprehensif.
Makna Secara Etimologi (Bahasa)
Kata "dzikr" (الذِّكْر) berasal dari akar kata dalam bahasa Arab, yaitu dzakara - yadzkuru - dzikran (ذَكَرَ - يَذْكُرُ - ذِكْرًا). Akar kata ini memiliki beberapa makna dasar yang saling berkaitan, di antaranya:
- Mengingat atau Mengingat Kembali (التذكّر): Ini adalah lawan dari kata lupa (النسيان). Dzikir adalah upaya sadar untuk menghadirkan sesuatu dalam pikiran yang sebelumnya mungkin terlupakan atau tidak menjadi fokus utama.
- Menyebut atau Menyebutkan (النطق بالشيء): Dzikir juga berarti mengucapkan sesuatu dengan lisan. Ketika seseorang menyebut nama Allah, sifat-sifat-Nya, atau pujian kepada-Nya, ia sedang melakukan dzikir secara lisan.
- Kehormatan, Kemuliaan, dan Reputasi Baik: Dalam konteks lain, dzikir bisa berarti kemuliaan atau sebutan yang baik. Ini relevan karena dengan berdzikir, seorang hamba memuliakan Allah, dan sebagai balasannya, Allah akan memuliakan dan mengingat hamba tersebut.
- Menjaga (الحفظ): Dzikir adalah cara untuk menjaga hubungan dengan Allah, menjaga iman dalam hati, dan menjaga diri dari perbuatan maksiat.
Dari makna bahasa ini saja, kita bisa melihat bahwa adz dzikr artinya bukan sekadar aktivitas verbal, tetapi juga sebuah proses kognitif dan spiritual yang melibatkan ingatan, penjagaan, dan penyebutan nama yang Maha Agung.
Makna Secara Terminologi (Istilah Syar'i)
Dalam konteks syariat Islam, makna dzikir menjadi lebih spesifik. Para ulama mendefinisikannya sebagai segala bentuk ibadah yang bertujuan untuk mengingat dan mengagungkan Allah SWT, baik dilakukan dengan lisan, hati, maupun perbuatan.
Imam an-Nawawi dalam kitabnya Al-Adzkar mendefinisikan dzikir sebagai kehadiran hati bersama Allah. Ini menunjukkan bahwa esensi utama dzikir adalah keterlibatan hati. Lisan yang berdzikir tanpa hati yang hadir seringkali diibaratkan seperti jasad tanpa ruh. Meskipun tetap mendapatkan pahala, nilainya tidak akan sama dengan dzikir yang menyatukan lisan dan hati.
Secara lebih luas, adz dzikr artinya mencakup:
- Dzikir Lisan (Dzikir al-Lisan): Mengucapkan lafaz-lafaz pujian seperti tasbih (Subhanallah), tahmid (Alhamdulillah), tahlil (La ilaha illallah), takbir (Allahu Akbar), serta membaca Al-Qur'an dan berdoa.
- Dzikir Hati (Dzikir al-Qalb): Merenungkan kebesaran ciptaan Allah, mengingat nikmat-nikmat-Nya, merasakan pengawasan-Nya (muraqabah), takut akan azab-Nya, dan berharap pada rahmat-Nya. Ini adalah tingkatan dzikir yang lebih tinggi dan konstan.
- Dzikir Perbuatan (Dzikir al-Jawarih): Menjalankan segala perintah Allah dan menjauhi segala larangan-Nya dengan niat untuk taat kepada-Nya. Shalat adalah bentuk dzikir tertinggi yang menggabungkan lisan, hati, dan perbuatan. Bekerja mencari nafkah yang halal, menuntut ilmu, berbakti kepada orang tua, semuanya bisa menjadi dzikir jika diniatkan karena Allah.
Dengan demikian, pemahaman adz dzikr artinya meluas hingga mencakup seluruh aspek kehidupan seorang muslim. Setiap detik dalam hidupnya bisa bernilai dzikir jika hatinya senantiasa terhubung dengan Allah SWT.
Landasan Dzikir dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah
Pentingnya dzikir tidak berasal dari opini manusia, melainkan dari perintah langsung Sang Pencipta dan teladan dari utusan-Nya. Al-Qur'an dan Hadits Nabi Muhammad SAW dipenuhi dengan anjuran, perintah, dan penjelasan mengenai keutamaan berdzikir.
Dalil dari Al-Qur'an Al-Karim
Banyak sekali ayat dalam Al-Qur'an yang memerintahkan kita untuk berdzikir. Ayat-ayat ini tidak hanya memerintahkan, tetapi juga menjelaskan ganjaran dan efek positif dari dzikir.
فَاذْكُرُونِي أَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوا لِي وَلَا تَكْفُرُونِ
"Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula) kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku." (QS. Al-Baqarah: 152)
Ayat ini merupakan salah satu janji Allah yang paling indah. Ini adalah sebuah hubungan timbal balik. Ketika seorang hamba yang lemah dan fana mengingat Rabb-nya yang Maha Agung, maka Allah yang Maha Kuasa akan mengingatnya. Diingat oleh Allah adalah puncak kemuliaan dan sumber segala kebaikan di dunia dan akhirat.
الَّذِينَ آمَنُوا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُم بِذِكْرِ اللَّهِ ۗ أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ
"(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tenteram." (QS. Ar-Ra'd: 28)
Ayat ini adalah diagnosis sekaligus resep ilahi untuk kegelisahan jiwa manusia. Di tengah hiruk pikuk dunia yang seringkali menimbulkan stres, kecemasan, dan ketakutan, Allah memberikan solusi pasti: dzikir. Ketenangan sejati (thuma'ninah) tidak akan ditemukan dalam harta, tahta, atau hiburan duniawi. Ia hanya bersemayam dalam hati yang senantiasa basah oleh dzikrullah.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اذْكُرُوا اللَّهَ ذِكْرًا كَثِيرًا وَسَبِّحُوهُ بُكْرَةً وَأَصِيلًا
"Hai orang-orang yang beriman, berdzikirlah (dengan menyebut nama) Allah, dzikir yang sebanyak-banyaknya. Dan bertasbihlah kepada-Nya di waktu pagi dan petang." (QS. Al-Ahzab: 41-42)
Perintah dalam ayat ini sangat jelas: "dzikran katsiran" (dzikir yang banyak). Ini mengindikasikan bahwa dzikir bukanlah amalan sampingan yang dilakukan sesekali, melainkan harus menjadi kebiasaan yang menyatu dengan ritme kehidupan seorang mukmin, terutama di waktu-waktu utama seperti pagi dan petang.
Dalil dari As-Sunnah (Hadits Nabi)
Rasulullah SAW adalah teladan utama dalam berdzikir. Lisan beliau tidak pernah kering dari menyebut asma Allah. Banyak sekali hadits yang menjelaskan keutamaan dzikir.
Dari Abu Hurairah RA, Rasulullah SAW bersabda, Allah Ta'ala berfirman (dalam Hadits Qudsi):
"Aku sesuai dengan persangkaan hamba-Ku kepada-Ku. Aku bersamanya ketika ia mengingat-Ku. Jika ia mengingat-Ku dalam dirinya, maka Aku akan mengingatnya dalam diri-Ku. Jika ia mengingat-Ku di tengah-tengah keramaian, maka Aku akan mengingatnya di tengah-tengah keramaian yang lebih baik dari mereka (yaitu para malaikat)." (HR. Bukhari dan Muslim)
Hadits Qudsi ini semakin memperkuat makna dari QS. Al-Baqarah: 152. Kebersamaan (ma'iyyah) Allah adalah anugerah terbesar. Ini bukan kebersamaan fisik, melainkan kebersamaan dalam bentuk pertolongan, perlindungan, rahmat, dan bimbingan. Semakin sering seorang hamba berdzikir, semakin ia merasakan kehadiran dan pertolongan Allah dalam hidupnya.
Rasulullah SAW juga memberikan perumpamaan yang sangat indah tentang orang yang berdzikir dan yang tidak.
"Perumpamaan orang yang berdzikir kepada Rabbnya dan orang yang tidak berdzikir adalah seperti orang yang hidup dan orang yang mati." (HR. Bukhari)
Ini adalah metafora yang sangat kuat. Orang yang lalai dari dzikir, meskipun jasadnya berjalan di muka bumi, hatinya dianggap mati secara spiritual. Sebaliknya, orang yang senantiasa berdzikir, hatinya hidup, bercahaya, dan subur dengan keimanan. Dzikir adalah nutrisi bagi ruhani, sebagaimana makanan adalah nutrisi bagi jasmani.
Dalam hadits lain, Rasulullah SAW menyoroti betapa ringannya amalan dzikir namun betapa berat timbangannya di sisi Allah.
"Dua kalimat yang ringan di lisan, berat dalam timbangan (amal), dan dicintai oleh Ar-Rahman (Allah Yang Maha Pengasih): 'Subhanallahi wa bihamdihi, Subhanallahil 'azhim' (Maha Suci Allah dan segala puji bagi-Nya, Maha Suci Allah Yang Maha Agung)." (HR. Bukhari dan Muslim)
Hadits ini memotivasi kita untuk tidak pernah meremehkan lafaz-lafaz dzikir yang pendek. Di balik keringanannya saat diucapkan, tersimpan bobot pahala yang sangat besar dan kecintaan dari Allah SWT.
Jenis dan Pembagian Dzikir dalam Praktik Ibadah
Setelah memahami adz dzikr artinya dan landasannya, penting untuk mengetahui berbagai bentuk dan jenisnya agar kita bisa mengamalkannya dalam berbagai situasi dan kondisi. Para ulama membagi dzikir berdasarkan beberapa kategori.
1. Dzikir Berdasarkan Sifat Pengucapannya
Pembagian ini berkaitan dengan bagaimana dzikir itu dilafalkan, apakah dengan suara yang terdengar atau hanya dalam hati.
- Dzikir Jahar (Terdengar): Yaitu dzikir yang diucapkan dengan lisan sehingga suaranya terdengar, setidaknya oleh diri sendiri. Contohnya adalah membaca Al-Qur'an dengan suara, bertalbiyah saat haji/umrah, atau berdzikir bersama setelah shalat berjamaah (dengan batasan tidak mengganggu orang lain). Dzikir jahar memiliki manfaat untuk membangkitkan semangat, mengusir kantuk, dan lebih mudah menjaga konsentrasi bagi sebagian orang.
- Dzikir Sirr/Khafi (Lirih/Tersembunyi): Yaitu dzikir yang dilakukan di dalam hati atau dengan gerakan lisan yang sangat lirih tanpa suara. Dzikir jenis ini dianggap lebih utama oleh sebagian ulama karena lebih dekat dengan keikhlasan, lebih jauh dari riya' (pamer), dan menunjukkan kekhusyukan yang mendalam. Allah berfirman, "Dan sebutlah (nama) Tuhanmu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara, di waktu pagi dan petang, dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai." (QS. Al-A'raf: 205).
2. Dzikir Berdasarkan Waktu Pelaksanaannya
Ada dzikir yang terikat dengan waktu tertentu (muqayyad) dan ada yang tidak terikat waktu (muthlaq).
- Dzikir Muqayyad (Terikat Waktu): Ini adalah dzikir yang dianjurkan untuk dibaca pada waktu-waktu spesifik, seperti dzikir pagi dan petang (Al-Ma'tsurat), dzikir setelah shalat fardhu, dzikir sebelum tidur, dzikir saat bangun tidur, dzikir saat masuk dan keluar rumah, dan lain-lain. Dzikir jenis ini memiliki keutamaan khusus yang terkait dengan waktunya.
- Dzikir Muthlaq (Tidak Terikat Waktu): Ini adalah dzikir yang bisa dilakukan kapan saja, di mana saja (selama bukan di tempat yang tidak layak seperti toilet), dan dalam kondisi apa pun (berdiri, duduk, atau berbaring). Contohnya adalah memperbanyak bacaan tasbih, tahmid, tahlil, dan takbir sepanjang hari. Inilah yang dimaksud dalam firman Allah, "...(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring..." (QS. Ali Imran: 191).
3. Dzikir Berdasarkan Bentuk Lafaznya
Lafaz-lafaz dzikir sangat beragam, masing-masing memiliki makna dan keutamaan tersendiri.
- Tasbih (تسبيح): Mengucapkan "Subhanallah" (Maha Suci Allah). Ini adalah bentuk penyucian Allah dari segala sifat kekurangan, kelemahan, dan dari segala sesuatu yang tidak layak bagi keagungan-Nya.
- Tahmid (تحميد): Mengucapkan "Alhamdulillah" (Segala Puji bagi Allah). Ini adalah bentuk pengakuan bahwa segala pujian dan rasa syukur yang sempurna hanya pantas ditujukan kepada Allah atas segala nikmat-Nya yang tak terhingga.
- Tahlil (تهليل): Mengucapkan "La ilaha illallah" (Tiada Tuhan selain Allah). Ini adalah kalimat tauhid, inti dari ajaran Islam. Kalimat ini menegasikan segala bentuk sesembahan selain Allah dan menetapkan bahwa hanya Allah satu-satunya yang berhak disembah.
- Takbir (تكبير): Mengucapkan "Allahu Akbar" (Allah Maha Besar). Ini adalah deklarasi kebesaran mutlak Allah di atas segala sesuatu. Kalimat ini menanamkan dalam hati bahwa tidak ada yang lebih besar, lebih kuat, dan lebih berkuasa daripada Allah SWT.
- Istighfar (استغفار): Mengucapkan "Astaghfirullah" (Aku memohon ampun kepada Allah). Ini adalah bentuk pengakuan atas dosa dan kesalahan, serta permohonan ampunan kepada Allah Yang Maha Pengampun.
- Shalawat (صلاة على النبي): Mengucapkan doa dan pujian untuk Nabi Muhammad SAW, seperti "Allahumma shalli 'ala Muhammad". Ini adalah perintah Allah dan bentuk cinta serta penghormatan kita kepada Rasulullah.
Memahami ragam bentuk ini membantu kita memperkaya amalan dzikir harian kita, sehingga tidak monoton dan lebih bermakna.
Keutamaan dan Manfaat Dzikir: Buah Manis bagi Jiwa dan Raga
Amalan dzikir bukan hanya sekadar rutinitas ibadah tanpa dampak. Ia laksana hujan yang menyirami tanah gersang, menumbuhkan berbagai tanaman yang indah dan bermanfaat. Manfaat dzikir mencakup aspek spiritual, psikologis, hingga fisik dalam kehidupan sehari-hari.
Manfaat Spiritual dan Keimanan
- Mendatangkan Cinta Allah: Dzikir adalah pintu gerbang terbesar menuju cinta Allah. Semakin sering seorang hamba mengingat-Nya, semakin besar pula cinta Allah kepadanya.
- Menghapus Dosa dan Kesalahan: Rasulullah SAW bersabda bahwa dzikir dapat menggugurkan dosa-dosa sebagaimana angin menggugurkan daun-daun kering dari pohon. Terutama kalimat istighfar dan tahlil yang memiliki keutamaan besar dalam menghapus dosa.
- Mendatangkan Ketenangan Hati: Sebagaimana firman Allah dalam QS. Ar-Ra'd: 28, dzikir adalah satu-satunya sumber ketenangan jiwa yang hakiki. Ia meredakan badai kecemasan dan kegelisahan dalam dada.
- Melindungi dari Godaan Setan: Dzikir adalah benteng yang paling kokoh dari bisikan dan tipu daya setan. Setan akan lari dan menjauh dari hati yang senantiasa basah oleh dzikrullah. Dzikir pagi dan petang secara spesifik berisi doa-doa perlindungan dari segala keburukan.
- Memberatkan Timbangan Amal di Akhirat: Seperti disebutkan dalam hadits, kalimat-kalimat dzikir yang ringan di lisan memiliki bobot yang sangat berat di Mizan (timbangan amal) pada hari kiamat.
- Menjadi Cahaya di Dunia, di Alam Kubur, dan di Akhirat: Dzikir akan menjadi penerang bagi pelakunya. Ia menerangi hati dari kegelapan maksiat di dunia, menerangi kuburnya yang sempit, dan menjadi cahaya saat melewati jembatan Shirathal Mustaqim.
Manfaat Psikologis dan Mental
- Mengurangi Stres dan Kecemasan: Secara ilmiah, ritme dzikir yang teratur dapat menenangkan sistem saraf, memperlambat detak jantung, dan menurunkan tekanan darah. Ini adalah terapi alami yang paling efektif untuk mengelola stres.
- Meningkatkan Fokus dan Kesadaran (Mindfulness): Berdzikir dengan khusyuk melatih pikiran untuk fokus pada satu titik, yaitu Allah. Ini meningkatkan kemampuan konsentrasi dan menghadirkan kesadaran penuh (mindfulness) dalam aktivitas sehari-hari.
- Menumbuhkan Optimisme dan Pikiran Positif: Dengan selalu mengingat Allah, seorang hamba akan selalu sadar bahwa ia berada dalam pengawasan dan pertolongan Zat Yang Maha Kuasa. Ini menumbuhkan rasa optimis dan husnudzan (berbaik sangka) kepada Allah dalam menghadapi setiap ujian hidup.
- Membangun Rasa Syukur: Dzikir, terutama tahmid (Alhamdulillah), membiasakan lisan dan hati untuk selalu mengakui dan mensyukuri nikmat. Sikap syukur ini terbukti secara psikologis dapat meningkatkan kebahagiaan dan kepuasan hidup.
Manfaat dalam Kehidupan Sehari-hari
- Memberkahi Waktu dan Aktivitas: Dzikir mendatangkan keberkahan. Aktivitas yang dimulai dan diiringi dengan dzikir akan terasa lebih mudah, lancar, dan hasilnya lebih baik.
- Menjaga Lisan dari Perkataan Sia-sia: Orang yang membiasakan lisannya untuk berdzikir tidak akan punya banyak waktu untuk Ghibah (menggunjing), Namimah (adu domba), atau berbicara hal-hal yang tidak bermanfaat. Lisan yang sibuk mengingat Allah akan terjaga dari dosa lisan.
- Memberikan Kekuatan Fisik dan Energi: Terdapat kisah masyhur ketika Fatimah RA, putri Rasulullah, merasa kelelahan dengan pekerjaan rumah tangga. Rasulullah SAW mengajarkan kepadanya untuk membaca tasbih (33x), tahmid (33x), dan takbir (34x) sebelum tidur, seraya bersabda bahwa itu lebih baik daripada seorang pembantu. Ini mengisyaratkan bahwa dzikir dapat memberikan kekuatan dan energi spiritual yang berefek pada kekuatan fisik.
Adab dalam Berdzikir: Kunci Meraih Kekhusyukan
Agar dzikir kita lebih bermakna dan diterima di sisi Allah, ada beberapa adab atau etika yang perlu diperhatikan. Adab ini membantu kita mencapai tingkat kekhusyukan yang lebih tinggi.
- Ikhlas: Niat berdzikir harus murni karena Allah SWT, bukan untuk pamer (riya') atau mencari pujian dari manusia.
- Khusyuk dan Tadabbur: Berusahalah untuk hadir hati saat berdzikir. Jangan hanya lisan yang bergerak, tetapi hati dan pikiran ikut merenungkan makna dari setiap lafaz yang diucapkan. Pahami bahwa adz dzikr artinya adalah koneksi, bukan sekadar komat-kamit.
- Dalam Keadaan Suci: Sangat dianjurkan untuk berdzikir dalam keadaan suci dari hadas kecil (memiliki wudhu). Namun, berdzikir tanpa wudhu tetap diperbolehkan dan lebih baik daripada tidak berdzikir sama sekali.
- Menghadap Kiblat: Jika memungkinkan, berdzikirlah sambil duduk menghadap kiblat karena ini adalah posisi ibadah yang paling mulia.
- Memilih Waktu dan Tempat yang Tenang: Carilah waktu dan tempat yang kondusif, di mana gangguan minim, seperti sepertiga malam terakhir, setelah shalat Subuh, atau di tempat yang sepi. Ini akan membantu meningkatkan konsentrasi.
- Merendahkan Suara: Terutama saat berdzikir sendiri, adabnya adalah dengan suara lirih atau di dalam hati, karena ini lebih menunjukkan perendahan diri di hadapan Allah dan lebih jauh dari riya'.
- Merasa Hadir di Hadapan Allah: Tanamkan dalam diri perasaan bahwa Allah sedang melihat, mendengar, dan mengetahui apa yang ada di dalam hati kita. Ini adalah puncak dari Ihsan: "Engkau beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihat-Nya, dan jika engkau tidak mampu melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia melihatmu."
Kesimpulan: Dzikir Sebagai Napas Kehidupan Mukmin
Kembali ke pertanyaan awal, adz dzikr artinya apa? Jawabannya jauh lebih dalam dari sekadar "mengingat". Ia adalah esensi dari penghambaan, sebuah kesadaran konstan akan kehadiran Allah yang mewujud dalam lisan, hati, dan perbuatan. Dzikir adalah nutrisi bagi ruh, penenteram bagi jiwa, perisai dari keburukan, dan pemberat timbangan amal.
Ia bukanlah amalan yang terbatas di dalam masjid atau di atas sajadah saja. Makna dzikir yang sejati adalah ketika ia mewarnai seluruh hidup kita. Saat melihat keindahan alam, hati berdzikir "Subhanallah". Saat menerima nikmat, lisan berucap "Alhamdulillah". Saat menghadapi kesulitan, jiwa bersandar dengan "La hawla wa la quwwata illa billah". Dan saat tergelincir dalam dosa, kita segera kembali dengan "Astaghfirullah".
Menjadikan dzikir sebagai sahabat karib adalah kunci untuk membuka pintu-pintu kebaikan, ketenangan, dan keberkahan. Mari kita basahi lisan kita, hidupkan hati kita, dan hiasi hari-hari kita dengan dzikrullah, karena hanya dengan mengingat Allah, hati akan menemukan ketenteraman sejatinya.