Perbincangan mengenai hakikat agama Nabi Isa Al-Masih merupakan sebuah diskursus yang tak pernah lekang oleh waktu. Sosoknya yang agung, kelahirannya yang ajaib, serta mukjizat-mukjizat luar biasa yang menyertainya, menjadikannya salah satu figur paling berpengaruh dalam sejarah peradaban manusia. Namun, di tengah beragamnya pandangan dan keyakinan yang berkembang seputar dirinya, pertanyaan fundamental tetap menggema: apakah sesungguhnya esensi ajaran yang beliau sampaikan? Apa inti dari agama yang beliau dakwahkan kepada kaumnya, Bani Israil?
Untuk menjawab pertanyaan ini secara mendalam, kita perlu menelusuri kembali benang merah universal yang diusung oleh seluruh nabi dan rasul utusan Tuhan. Benang merah tersebut adalah sebuah konsep fundamental yang menjadi fondasi bagi seluruh risalah langit: Tauhid. Tauhid, atau keyakinan akan Keesaan Tuhan, adalah pilar utama dan pesan sentral yang tidak pernah berubah sejak nabi pertama hingga nabi terakhir. Agama Nabi Isa, pada esensinya, adalah kelanjutan dan penegasan kembali dari mata rantai ajaran tauhid ini.
Fondasi Tauhid: Misi Universal Para Utusan Tuhan
Sebelum kita menyelami secara spesifik ajaran Nabi Isa, penting untuk memahami konteks universal misinya. Setiap nabi yang diutus oleh Tuhan Yang Maha Esa, mulai dari Nabi Adam, Nuh, Ibrahim, Musa, hingga para nabi lainnya, datang dengan satu pesan inti yang sama: "Sembahlah hanya Tuhan Yang Maha Esa dan jauhilah segala bentuk sesembahan selain-Nya." Pesan ini adalah ruh dari setiap agama samawi. Perbedaan yang ada di antara risalah para nabi umumnya terletak pada aspek syariat atau hukum-hukum praktis yang disesuaikan dengan kondisi sosial, budaya, dan zaman umat yang didakwahinya. Namun, dalam perkara akidah atau keyakinan pokok, pesannya selalu tunggal dan konsisten: Tauhid.
Nabi Isa Al-Masih tidak diutus untuk memperkenalkan sebuah agama yang sama sekali baru dan terpisah dari ajaran para nabi sebelumnya. Sebaliknya, misinya adalah untuk memperbarui, meluruskan, dan mengkonfirmasi ajaran tauhid yang telah diwahyukan kepada Nabi Musa dalam kitab Taurat. Pada masa itu, banyak dari kalangan Bani Israil yang telah menyimpang dari ajaran murni Taurat. Mereka terjebak dalam legalisme yang kaku, mengutamakan ritual lahiriah tanpa menghayati esensi spiritualnya, dan sebagian lainnya telah mencampuradukkan ajaran suci dengan tradisi dan tafsiran manusiawi yang keliru.
Dalam kerangka inilah Nabi Isa hadir. Beliau datang sebagai seorang pembaharu (mujaddid) yang mengajak kaumnya kembali ke jalan yang lurus. Beliau menegaskan kembali bahwa inti dari keberagamaan adalah ketundukan dan kepasrahan total (Islam) kepada kehendak Tuhan Yang Satu. Dalam pengertian linguistiknya, "Islam" berarti berserah diri. Maka, dalam makna yang luas ini, setiap nabi dan pengikutnya yang tulus adalah seorang "muslim", yaitu orang yang menyerahkan seluruh hidupnya kepada Tuhan semesta alam. Inilah esensi dari agama Nabi Isa.
"Sesungguhnya agama di sisi Tuhan ialah penyerahan diri (Islam). Tidaklah berselisih orang-orang yang telah diberi Al Kitab kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka, karena kedengkian di antara mereka."
Kelahiran Ajaib dan Misi Kenabian Isa Al-Masih
Kisah Nabi Isa dimulai dengan sebuah keajaiban besar yang menunjukkan kekuasaan mutlak Tuhan, yaitu kelahirannya dari seorang wanita suci, Maryam (Maria), tanpa seorang ayah. Peristiwa luar biasa ini sejak awal telah menegaskan statusnya sebagai hamba dan utusan pilihan, yang diciptakan dengan cara yang istimewa untuk sebuah misi yang agung. Kelahirannya bukanlah tanda ketuhanan, melainkan tanda kebesaran Sang Pencipta, sama seperti penciptaan Nabi Adam yang tanpa ayah dan ibu.
Sejak dalam buaian, beliau telah dianugerahi kemampuan berbicara untuk membela kesucian ibunya dan mengumumkan status kenabiannya. Ini adalah mukjizat pertama yang menandakan bahwa beliau adalah sosok yang didukung langsung oleh kekuatan ilahi. Misi utamanya, sebagaimana yang beliau deklarasikan, adalah sebagai seorang hamba dan nabi Tuhan yang diutus secara khusus kepada Bani Israil.
Tugas kenabiannya mencakup beberapa poin penting:
- Mengajak Kembali kepada Tauhid Murni: Membersihkan keyakinan Bani Israil dari berbagai bentuk penyekutuan Tuhan dan mengembalikan mereka pada penyembahan kepada Tuhan Yang Maha Esa semata.
- Mengkonfirmasi Taurat: Beliau tidak datang untuk meniadakan hukum Taurat yang diturunkan kepada Nabi Musa. Sebaliknya, beliau datang untuk membenarkan dan mengamalkannya, seraya memberikan penjelasan yang lebih mendalam tentang makna spiritual di baliknya.
- Memberikan Keringanan: Sebagai bentuk rahmat Tuhan, Nabi Isa diizinkan untuk menghalalkan sebagian dari apa yang sebelumnya diharamkan bagi Bani Israil, sebagai keringanan atas beban mereka.
- Mengajarkan Akhlak Mulia: Beliau menekankan pentingnya kesucian hati, kasih sayang, kerendahan hati, pengampunan, dan keadilan, sebagai cerminan iman yang sejati.
- Memberikan Kabar Gembira: Salah satu bagian penting dari misinya adalah menyampaikan kabar gembira akan datangnya seorang Rasul terakhir setelahnya, yang akan menjadi penutup para nabi dan membawa risalah universal untuk seluruh umat manusia.
Dengan demikian, agama Nabi Isa bukanlah sebuah entitas teologis yang berdiri sendiri, melainkan sebuah episode krusial dalam narasi panjang kenabian yang bertujuan untuk membimbing umat manusia kembali kepada fitrah mereka, yaitu menyembah Sang Pencipta.
Inti Ajaran dalam Agama Nabi Isa
Jika kita membedah lebih dalam, ajaran yang dibawa oleh Nabi Isa dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa pilar utama yang saling berkaitan. Pilar-pilar ini secara kolektif membentuk bangunan utuh dari agama yang beliau dakwahkan.
1. Penegasan Keesaan Tuhan (Tauhid)
Inilah fondasi dari segala fondasi. Seluruh perkataan, perumpamaan, dan tindakan Nabi Isa selalu bermuara pada pengagungan Tuhan Yang Maha Esa. Beliau dengan tegas mengajarkan bahwa hanya ada satu Tuhan yang patut disembah, yaitu Tuhan yang sama yang disembah oleh Ibrahim, Ishak, Yakub, dan Musa. Beliau menolak keras segala bentuk pengkultusan terhadap dirinya atau makhluk lain. Dalam banyak riwayat, beliau sering kali menyebut dirinya sebagai "Anak Manusia" untuk menegaskan sisi kemanusiaannya dan statusnya sebagai hamba.
Beliau mengajarkan bahwa Tuhan adalah Dzat yang tidak beranak dan tidak diperanakkan, Maha Kuasa, Maha Mengetahui, dan tidak menyerupai apapun dari ciptaan-Nya. Doa, ibadah, dan ketaatan mutlak hanya boleh dipersembahkan kepada-Nya. Ketika ditanya tentang hukum yang terutama, jawaban beliau selalu merujuk pada perintah untuk mengasihi Tuhan dengan segenap hati, jiwa, dan akal budi, yang merupakan manifestasi dari tauhid. Konsep ini menolak secara fundamental gagasan trinitas atau penyifatan Tuhan dengan sifat-sifat manusiawi yang terbatas.
2. Syariat dan Ibadah sebagai Wujud Ketaatan
Iman tanpa amal adalah kosong. Keyakinan akan Keesaan Tuhan harus diwujudkan dalam bentuk ketaatan praktis melalui pelaksanaan syariat atau hukum-hukum ilahi. Nabi Isa mengajarkan para pengikutnya untuk menjalankan ibadah sebagai sarana mendekatkan diri kepada Tuhan. Beliau sendiri adalah seorang ahli ibadah yang taat. Beliau mendirikan shalat (sembahyang), menunaikan puasa, dan menganjurkan untuk bersedekah kepada kaum fakir miskin.
Praktik-praktik ibadah ini bukanlah hal baru, melainkan kelanjutan dari tradisi para nabi sebelumnya. Shalat adalah bentuk komunikasi langsung seorang hamba dengan Tuhannya, puasa adalah latihan untuk mengendalikan hawa nafsu dan meningkatkan ketakwaan, sementara sedekah adalah wujud kepedulian sosial dan rasa syukur atas nikmat Tuhan. Beliau mengajarkan bahwa ibadah harus dilakukan dengan niat yang tulus dan ikhlas, bukan untuk pamer atau mencari pujian manusia. Ibadah yang sejati adalah ibadah yang membersihkan jiwa dan memperbaiki perilaku.
3. Akhlak Mulia dan Penyucian Jiwa
Salah satu penekanan terkuat dalam ajaran Nabi Isa adalah pada dimensi akhlak dan spiritualitas. Beliau melihat bahwa kaumnya pada saat itu terjebak dalam formalisme agama yang kering. Mereka menjalankan ritual, tetapi hati mereka jauh dari Tuhan. Oleh karena itu, beliau banyak berbicara tentang pentingnya niat yang lurus, hati yang bersih, dan akhlak yang mulia.
Ajaran-ajarannya yang terkenal, seperti anjuran untuk memberikan pipi yang lain ketika ditampar, mencintai musuh, dan tidak menghakimi orang lain, adalah puncak dari ajaran tentang kesabaran, pengampunan, dan kerendahan hati. Beliau mengajarkan bahwa kebahagiaan sejati tidak terletak pada kekayaan materi atau kedudukan duniawi, melainkan pada kekayaan jiwa dan kedekatan dengan Tuhan. Beliau mengajak manusia untuk membersihkan diri dari sifat-sifat tercela seperti kesombongan, iri hati, kemunafikan, dan ketamakan. Agama Nabi Isa adalah agama yang mengutamakan transformasi batiniah sebagai landasan bagi kesalehan lahiriah.
"Berbahagialah orang yang suci hatinya, karena mereka akan melihat Tuhan. Berbahagialah orang yang membawa damai, karena mereka akan disebut anak-anak Tuhan."
Frasa "anak-anak Tuhan" dalam konteks ini bukanlah bermakna biologis, melainkan sebuah kiasan untuk menunjukkan kedekatan dan kecintaan Tuhan kepada hamba-hamba-Nya yang saleh, sebuah metafora yang lazim digunakan dalam tradisi semitik kuno.
4. Konsep Kehidupan Setelah Kematian
Seperti halnya para nabi lainnya, Nabi Isa juga menegaskan adanya kehidupan setelah kematian. Beliau mengajarkan tentang adanya hari pembalasan, surga, dan neraka. Dunia ini hanyalah tempat persinggahan sementara, sebuah ladang untuk menanam amal yang hasilnya akan dipetik di akhirat. Ajaran ini memberikan tujuan hidup yang lebih tinggi bagi manusia, mendorong mereka untuk berbuat kebaikan dan menjauhi kejahatan, karena setiap perbuatan akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Tuhan Yang Maha Adil.
Beliau mengingatkan kaumnya untuk tidak terpedaya oleh kemewahan dunia yang fana dan mengajak mereka untuk mempersiapkan bekal untuk kehidupan yang abadi. Keyakinan akan hari akhir ini menjadi motivasi spiritual yang kuat bagi para pengikutnya untuk senantiasa berada di jalan kebenaran dan keadilan, bahkan ketika menghadapi kesulitan dan penindasan.
Mukjizat: Tanda Kenabian, Bukan Bukti Ketuhanan
Nabi Isa dianugerahi oleh Tuhan dengan berbagai mukjizat yang luar biasa. Kemampuannya untuk menyembuhkan orang sakit kusta, memberikan penglihatan kepada orang buta sejak lahir, dan bahkan menghidupkan orang mati adalah bukti nyata bahwa beliau adalah seorang utusan yang didukung oleh kekuatan ilahi. Mukjizat-mukjizat ini berfungsi sebagai tanda untuk meyakinkan Bani Israil yang skeptis akan kebenaran risalahnya.
Namun, penting untuk dicatat bahwa setiap mukjizat yang beliau lakukan selalu disertai dengan penegasan bahwa semua itu terjadi "dengan izin Tuhan". Beliau tidak pernah mengklaim bahwa kekuatan tersebut berasal dari dirinya sendiri. Ini adalah poin krusial yang membedakan antara seorang nabi dengan Tuhan. Seorang nabi adalah perantara, sedangkan Tuhan adalah sumber dari segala kekuatan dan keajaiban. Mukjizat adalah alat bukti kenabian, bukan bukti ketuhanan pelakunya.
Menganggap mukjizat sebagai bukti ketuhanan adalah sebuah kesalahpahaman yang fundamental. Nabi Musa mampu membelah lautan dan mengubah tongkat menjadi ular, namun tidak ada yang menganggapnya sebagai Tuhan. Nabi Sulaiman mampu berbicara dengan hewan dan mengendalikan angin, namun beliau tetaplah seorang hamba dan nabi. Demikian pula dengan Nabi Isa, mukjizatnya yang agung adalah penegasan statusnya sebagai Rasul Ulul Azmi (rasul dengan keteguhan hati yang luar biasa), bukan sebagai Tuhan atau bagian dari Tuhan.
Penyimpangan dan Kemurnian Ajaran
Sejarah mencatat bahwa setelah Nabi Isa diangkat ke langit, para pengikutnya mengalami perpecahan dan perbedaan pendapat yang tajam. Ajaran tauhid yang murni yang beliau sampaikan secara bertahap mulai bercampur dengan berbagai pengaruh filsafat, budaya, dan tradisi pagan dari Yunani dan Romawi. Konsep-konsep yang semula asing bagi ajaran beliau, seperti penebusan dosa warisan, trinitas, dan pengangkatan status Nabi Isa menjadi Tuhan atau "Anak Tuhan" dalam makna harfiah, mulai berkembang dan mendominasi.
Pergeseran fokus dari menyembah Tuhan Yang Esa menjadi menyembah Nabi Isa adalah penyimpangan terbesar dari esensi agama Nabi Isa yang asli. Ajaran yang semula sederhana dan berpusat pada tauhid, berubah menjadi doktrin teologis yang rumit dan filosofis. Kitab suci Injil yang asli, yang merupakan wahyu Tuhan kepada Nabi Isa, diyakini telah mengalami perubahan, penambahan, dan pengurangan oleh tangan manusia dari generasi ke generasi, sehingga sulit untuk memisahkan antara firman Tuhan yang murni dengan tulisan dan interpretasi para murid atau penulis biografi.
Islam datang sebagai agama terakhir untuk mengembalikan ajaran para nabi, termasuk Nabi Isa, kepada relnya yang murni. Al-Qur'an, sebagai wahyu terakhir yang terjaga keasliannya, bertindak sebagai korektor dan konfirmator. Al-Qur'an memuliakan Nabi Isa dan ibunya, Maryam, dengan kedudukan yang sangat tinggi. Nabi Isa disebut sebagai Al-Masih, Kalimatullah (firman dari Tuhan yang terwujud), dan Ruh dari-Nya. Namun, Al-Qur'an dengan tegas menolak ketuhanannya dan mengembalikan posisinya pada tempat yang semestinya: sebagai seorang hamba yang mulia dan seorang rasul yang agung.
Kesimpulan: Menemukan Kembali Esensi Ajaran Nabi Isa
Pada akhirnya, memahami agama Nabi Isa yang sejati berarti kembali kepada akar dari semua ajaran samawi: Tauhid. Agama yang beliau bawa adalah agama penyerahan diri (Islam) kepada Tuhan Yang Maha Esa, sama seperti agama yang dibawa oleh Nabi Ibrahim, Musa, dan nabi-nabi lainnya. Inti ajarannya adalah mengesakan Tuhan dalam ibadah, membersihkan jiwa melalui akhlak mulia, menegakkan keadilan, dan menyebarkan kasih sayang di muka bumi.
Beliau adalah mata rantai emas dalam silsilah kenabian, yang datang untuk memperbaiki penyimpangan kaumnya dan mempersiapkan jalan bagi kedatangan nabi penutup. Memuliakan Nabi Isa berarti mengikuti ajarannya yang murni, yaitu menyembah hanya kepada Tuhan yang telah mengutusnya. Mengagungkan beliau adalah dengan meneladani kesabaran, kerendahan hati, dan keteguhan imannya dalam menghadapi segala cobaan.
Dengan membersihkan pandangan kita dari berbagai distorsi sejarah dan doktrin yang berkembang di kemudian hari, kita dapat melihat sosok Nabi Isa Al-Masih dalam cahayanya yang asli: seorang hamba pilihan, seorang rasul yang perkasa, dan seorang pembawa pesan tauhid yang agung, yang seluruh hidupnya didedikasikan untuk mengabdi dan menyeru manusia kepada jalan Tuhan semesta alam.