Dalam hukum Islam, pembagian warisan atau yang dikenal sebagai ilmu faraid adalah sebuah disiplin ilmu yang sangat penting. Pengetahuan ini mengatur bagaimana harta peninggalan seorang Muslim yang telah meninggal dunia dibagikan kepada ahli warisnya. Salah satu konsep kunci dalam ilmu faraid adalah pengenalan terhadap ahli waris ashabul furudh.
Ahli waris ashabul furudh adalah mereka yang memiliki hak bagian warisan yang telah ditentukan secara pasti dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah. Kata "ashabul furudh" secara harfiah berarti "pemilik bagian-bagian yang telah ditetapkan". Berbeda dengan ahli waris 'ashabah' yang bagiannya bergantung pada sisa harta setelah dibagikan kepada ashabul furudh, ashabul furudh memiliki jatah tetap yang tidak bisa berkurang atau bertambah kecuali ada sebab tertentu, seperti adanya orang yang menghalangi waris (mahjub).
Para ulama sepakat bahwa ada dua belas (12) jenis ahli waris yang termasuk dalam kategori ashabul furudh. Mereka terbagi lagi berdasarkan kedekatan hubungan nasab dan jenis kelaminnya. Berikut adalah rinciannya:
Perlu dicatat bahwa anak laki-laki dan saudara laki-laki (baik kandung, se-ayah, maupun se-ibu) secara teknis tidak termasuk dalam kategori ashabul furudh karena tidak ada bagian pasti yang ditetapkan untuk mereka dalam nash. Mereka dikategorikan sebagai 'ashabah, yang hak warisnya bergantung pada sisa harta setelah dibagikan kepada para ashabul furudh. Namun, dalam pembahasan umum mengenai ahli waris, terkadang mereka disebut agar pembagiannya menjadi jelas.
Memahami siapa saja ahli waris ashabul furudh adalah langkah awal yang krusial dalam menghitung pembagian warisan. Ketepatan dalam mengidentifikasi mereka dan memahami hak bagian masing-masing akan mencegah terjadinya perselisihan dan memastikan keadilan dalam pembagian harta. Ilmu faraid bukan hanya sekadar perhitungan matematis, tetapi juga merupakan wujud ketaatan umat Muslim terhadap syariat Allah SWT.
Dalam praktiknya, terkadang terjadi kondisi yang lebih kompleks, seperti adanya beberapa ahli waris ashabul furudh secara bersamaan, atau adanya ahli waris 'ashabah yang turut mendapatkan bagian. Hal ini memerlukan pemahaman mendalam tentang kaidah-kaidah 'ilmu faraid, termasuk konsep ta'shib (pemberian sisa harta) dan mahjub (terhalang oleh waris lain). Oleh karena itu, disarankan untuk selalu merujuk pada sumber-sumber yang terpercaya atau berkonsultasi dengan ahli waris yang kompeten dalam bidang ini jika menghadapi kasus pembagian warisan yang rumit.
Dengan demikian, pemahaman yang benar tentang ahli waris ashabul furudh adalah fondasi penting untuk melaksanakan kewajiban agama dalam hal pembagian harta warisan sesuai syariat Islam.