Perumpamaan Benih Kebaikan: Ganjaran Infak di Jalan Allah

Al-Qur'an, sebagai petunjuk hidup bagi umat manusia, sering kali menggunakan perumpamaan (amtsal) untuk menjelaskan konsep-konsep abstrak agar mudah dipahami, meresap ke dalam hati, dan menggerakkan jiwa untuk beramal. Salah satu perumpamaan yang paling indah dan penuh motivasi terdapat dalam Surat Al-Baqarah ayat 261. Ayat ini tidak hanya berbicara tentang angka dan ganjaran, tetapi juga menyingkap rahasia pertumbuhan spiritual dan keberkahan yang tak terhingga dari amalan infak atau sedekah di jalan Allah. Ia melukiskan sebuah gambaran agung tentang bagaimana satu kebaikan kecil, yang ditanam dengan niat tulus, dapat menghasilkan panen yang melimpah ruah di luar nalar manusia.

Ayat ini turun dalam konteks membangun peradaban Madinah, di mana semangat gotong royong, solidaritas, dan pengorbanan harta menjadi fondasi utama kekuatan masyarakat Islam. Di saat itulah, Allah SWT menurunkan ayat ini sebagai peneguh hati, pemberi kabar gembira, dan pemantik semangat bagi orang-orang beriman untuk tidak pernah ragu dalam menafkahkan sebagian dari apa yang mereka cintai demi meraih keridhaan-Nya. Mari kita selami lebih dalam lautan makna yang terkandung dalam firman-Nya.

مَثَلُ الَّذِيْنَ يُنْفِقُوْنَ اَمْوَالَهُمْ فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ اَنْۢبَتَتْ سَبْعَ سَنَابِلَ فِيْ كُلِّ سُنْۢبُلَةٍ مِّائَةُ حَبَّةٍ ۗ وَاللّٰهُ يُضٰعِفُ لِمَنْ يَّشَاۤءُ ۗ وَاللّٰهُ وَاسِعٌ عَلِيْمٌ

(QS. Al-Baqarah: 261)

Terjemahan: "Perumpamaan orang-orang yang menginfakkan hartanya di jalan Allah adalah seperti sebutir benih yang menumbuhkan tujuh tangkai, pada setiap tangkai ada seratus biji. Allah melipatgandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Mahaluas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui."

Ilustrasi benih yang menumbuhkan tujuh tangkai padi Sebuah ilustrasi grafis yang menggambarkan perumpamaan dalam Al-Baqarah 261, yaitu satu benih yang tumbuh menjadi tanaman dengan tujuh tangkai berisi biji-bijian, melambangkan pelipatgandaan pahala.

Ilustrasi perumpamaan benih yang menumbuhkan tujuh bulir padi.

Tafsir dan Uraian Mendalam Ayat 261

Untuk memahami kedalaman makna ayat ini, para ulama tafsir telah memberikan penjelasan yang kaya dari berbagai sudut pandang. Dengan menggali penafsiran mereka, kita dapat menangkap pesan ilahi yang terkandung di dalamnya secara lebih utuh.

1. "Perumpamaan Orang-Orang yang Menginfakkan Hartanya di Jalan Allah"

Kalimat pembuka ini langsung menetapkan subjek utama: mereka yang berinfak "fī sabīlillāh" (di jalan Allah). Frasa ini adalah kunci. Ia bukan sekadar "memberi" atau "berdonasi". "Di jalan Allah" mensyaratkan sebuah niat yang lurus dan tujuan yang agung. Infak tersebut harus didasari oleh keikhlasan murni, hanya untuk mencari wajah Allah, bukan untuk pamer (riya'), mencari pujian manusia (sum'ah), atau mengharapkan imbalan duniawi.

Menurut Ibnu Katsir dalam tafsirnya, "jalan Allah" mencakup segala bentuk ketaatan dan kebaikan yang diridhai-Nya, terutama jihad (dalam arti luas, termasuk berjuang dengan harta dan jiwa) untuk meninggikan kalimat Allah. Namun, para ulama memperluas maknanya hingga mencakup semua amal saleh, seperti membantu fakir miskin, menyantuni anak yatim, membangun masjid, mendanai lembaga pendidikan Islam, menolong korban bencana, dan segala aktivitas yang bertujuan untuk kemaslahatan umat dan penyebaran nilai-nilai keislaman. Syarat utamanya adalah niat: apakah perbuatan itu dilakukan untuk Allah semata?

2. "Seperti Sebutir Benih (Kamatsali Habbah)"

Allah memilih perumpamaan yang sangat dekat dengan kehidupan manusia: pertanian. Sebuah benih (habbah) terlihat kecil, sepele, dan tidak berharga. Ketika seseorang menanamnya, seolah-olah ia membuang sesuatu yang dimilikinya ke dalam tanah. Inilah analogi dari infak. Seseorang mengeluarkan harta yang ia cintai, yang secara kasat mata hartanya berkurang. Namun, sebagaimana seorang petani yang yakin bahwa benih yang ia tanam di tanah yang subur akan tumbuh dan menghasilkan panen berlipat, seorang mukmin harus memiliki keyakinan yang jauh lebih kuat bahwa infak yang ia "tanam" di jalan Allah tidak akan pernah sia-sia. Justru, ia sedang melakukan investasi terbaik dengan Dzat Yang Maha Kaya.

Perumpamaan ini juga mengandung isyarat tentang kualitas. Tidak semua benih akan tumbuh subur. Benih harus berkualitas baik, dan harus ditanam di tanah yang subur serta dirawat dengan baik. Demikian pula infak. Harta yang diinfakkan harus berasal dari sumber yang halal (thayyib), karena Allah itu Maha Baik dan hanya menerima yang baik. Niat yang ikhlas adalah "tanah yang subur", dan cara memberikannya—dengan adab yang baik tanpa menyakiti penerima—adalah "perawatan"-nya.

3. "Menumbuhkan Tujuh Tangkai, pada Setiap Tangkai Ada Seratus Biji"

Di sinilah keajaiban pelipatgandaan itu digambarkan secara matematis dan visual. Satu benih tidak hanya menghasilkan satu tanaman, tetapi tanaman itu bercabang menjadi tujuh tangkai (sab'a sanābil). Angka tujuh dalam tradisi Arab dan Al-Qur'an sering kali digunakan untuk menunjukkan makna "banyak" atau "kesempurnaan", bukan sekadar jumlah literal. Ini adalah isyarat pertama tentang kelimpahan ganjaran.

Kemudian, keajaiban itu berlanjut. Setiap tangkai dari ketujuh tangkai itu menghasilkan seratus biji (mi'atu habbah). Secara sederhana, ini berarti satu kebaikan (satu benih) dibalas dengan 700 kali lipat (7 x 100). Ini adalah sebuah janji pasti dari Allah. Jika dalam perdagangan dunia, keuntungan 10% atau 20% sudah dianggap besar, maka Allah menawarkan "return on investment" sebesar 70.000%. Ini adalah sebuah tawaran yang tidak akan ditolak oleh siapa pun yang memiliki akal dan iman.

Syekh Abdurrahman as-Sa'di dalam Tafsir as-Sa'di menjelaskan bahwa perumpamaan ini menunjukkan betapa besarnya berkah dari sedekah yang ikhlas. Amal tersebut akan terus tumbuh dan berkembang pahalanya bagi pemiliknya, bahkan setelah ia meninggal dunia, sebagaimana tanaman yang terus memberikan buahnya musim demi musim.

4. "Dan Allah Melipatgandakan bagi Siapa yang Dia Kehendaki"

Setelah menyebut angka 700 kali lipat, Allah menambahkan kalimat yang lebih dahsyat: "Wallāhu yudhā'ifu liman yasyā'". Ini menunjukkan bahwa angka 700 bukanlah batas akhir. Itu adalah standar ganjaran yang luar biasa, namun bagi siapa saja yang Allah kehendaki, pelipatgandaan itu bisa jauh lebih besar, tanpa batas, sesuai dengan kehendak dan kemurahan-Nya.

Pelipatgandaan "tanpa batas" ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, sebagaimana dijelaskan para ulama:

Kalimat ini adalah penegasan bahwa perhitungan Allah tidak sama dengan matematika manusia. Rahmat dan karunia-Nya melampaui segala ekspektasi.

5. "Dan Allah Mahaluas (Karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui"

Ayat ini ditutup dengan penyebutan dua Asmaul Husna yang relevan: "Wallāhu Wāsi'un 'Alīm". Ini adalah jaminan dan penenteram hati bagi orang yang berinfak.

Al-Wāsi' (Yang Mahaluas): Nama ini menjamin bahwa karunia Allah tidak terbatas. Kerajaan-Nya tidak akan berkurang sedikit pun meskipun Dia memberikan ganjaran berlipat ganda kepada seluruh makhluk-Nya. Jangan pernah khawatir bahwa infak akan membuat kita miskin, karena kita sedang bertransaksi dengan Dzat Yang Mahaluas pemberian-Nya. Keluasan-Nya mencakup rahmat, ampunan, dan rezeki. Ketika kita memberi, Allah akan menggantinya dari "pintu" keluasan-Nya yang tak terduga.

Al-'Alīm (Yang Maha Mengetahui): Nama ini adalah jaminan keadilan dan ketepatan balasan Allah. Dia Maha Mengetahui segala sesuatu, termasuk apa yang tersembunyi di dalam hati. Dia tahu persis kadar keikhlasan kita, kesulitan kita saat mengeluarkan harta, dan niat tersembunyi di balik setiap amalan. Tidak ada satu pun kebaikan, sekecil apa pun, yang akan luput dari pengetahuan-Nya. Dia juga mengetahui siapa yang paling berhak menerima ganjaran berlipat ganda dan siapa yang paling tulus dalam beramal. Pengetahuan-Nya memastikan bahwa setiap orang akan menerima balasan yang setimpal, bahkan lebih baik, dari apa yang telah mereka kerjakan.

Asbabun Nuzul (Sebab Turunnya Ayat)

Meskipun Al-Qur'an berlaku universal sepanjang masa, mengetahui konteks historis turunnya sebuah ayat (Asbabun Nuzul) dapat memberikan pemahaman yang lebih kaya. Para ahli tafsir menyebutkan beberapa riwayat terkait turunnya ayat ini, yang semuanya berpusat pada kedermawanan luar biasa para sahabat Nabi.

Salah satu riwayat yang populer menyebutkan bahwa ayat ini turun berkenaan dengan kedermawanan Utsman bin Affan ra. dan Abdurrahman bin Auf ra. Ketika Nabi Muhammad SAW sedang mempersiapkan pasukan untuk Perang Tabuk, yang dikenal sebagai "Jaisyul 'Usrah" (pasukan di masa sulit), beliau menganjurkan para sahabat untuk berinfak. Saat itu, kaum muslimin sedang mengalami paceklik dan kekurangan logistik.

Utsman bin Affan ra. tampil ke depan dan menyumbangkan 950 ekor unta dan 50 ekor kuda, ditambah dengan seribu dinar uang emas. Kedermawanan ini membuat wajah Rasulullah SAW berseri-seri, dan beliau berdoa untuk Utsman. Di sisi lain, Abdurrahman bin Auf ra. datang membawa empat ribu dirham perak, setengah dari seluruh kekayaannya, dan menyerahkannya kepada Rasulullah. Ketika ditanya apa yang ia tinggalkan untuk keluarganya, ia menjawab, "Aku tinggalkan untuk mereka Allah dan Rasul-Nya."

Melihat pengorbanan yang begitu besar dari para sahabatnya, Allah SWT menurunkan ayat Al-Baqarah 261 ini sebagai kabar gembira dan penegasan bahwa pengorbanan mereka tidak akan sia-sia. Setiap dirham dan dinar yang mereka keluarkan akan tumbuh dan berlipat ganda menjadi 700 kali lipat, bahkan lebih, di sisi Allah. Kisah ini mengajarkan bahwa ayat ini bukan sekadar teori, melainkan jawaban langsung dari langit atas amal nyata yang dilakukan oleh hamba-hamba-Nya yang tulus.

Hikmah dan Pelajaran Berharga

Surat Al-Baqarah ayat 261 bukan hanya janji pahala, tetapi juga sumber hikmah dan pelajaran yang mendalam bagi kehidupan seorang muslim.

1. Mengubah Perspektif tentang Harta

Ayat ini secara fundamental mengubah cara pandang kita terhadap harta. Harta bukanlah tujuan akhir, melainkan sarana (wasilah) untuk meraih kebahagiaan abadi. Harta yang disimpan dan ditumpuk berisiko hilang, dicuri, atau habis. Sementara itu, harta yang diinfakkan di jalan Allah adalah harta yang sesungguhnya, yang "ditransfer" ke rekening akhirat dan nilainya terus bertumbuh secara eksponensial. Infak bukanlah mengurangi harta, melainkan menyuburkannya, baik dalam bentuk keberkahan di dunia maupun pahala di akhirat.

2. Kekuatan Niat dan Keikhlasan

Perumpamaan benih menekankan pentingnya "menanam" dengan benar. Akar dari semua amal adalah niat. Tanpa niat yang tulus karena Allah, infak sebanyak apa pun tidak akan "tumbuh". Ia akan menjadi seperti benih yang dilempar ke atas batu: sia-sia. Ayat ini, jika digabungkan dengan ayat-ayat setelahnya (262-264) yang melarang mengungkit-ungkit pemberian (mann) dan menyakiti perasaan penerima (adza), membentuk satu paket etika berinfak yang sempurna. Pahala 700 kali lipat itu bersyarat: ikhlas di awal, dan menjaga adab di akhir.

3. Motivasi untuk Optimis dan Tidak Takut Miskin

Salah satu bisikan setan yang paling kuat untuk menghalangi seseorang berinfak adalah rasa takut miskin. Setan menakut-nakuti bahwa jika kita memberi, kita akan kekurangan. Ayat ini adalah antitesis yang sempurna untuk bisikan tersebut. Allah, Sang Pemilik segala perbendaharaan langit dan bumi, menjamin bahwa Dia tidak hanya akan mengganti, tetapi akan melipatgandakannya. Ini menumbuhkan mentalitas kelimpahan (abundance mentality) pada seorang muslim, di mana ia yakin bahwa dengan memberi, ia justru membuka pintu-pintu rezeki yang lebih luas dari Allah Yang Maha Kaya.

4. Fondasi Pembangunan Sosial dan Ekonomi Umat

Secara sosial, ayat ini adalah motor penggerak solidaritas dan kepedulian. Jika setiap muslim yang mampu mengamalkan ayat ini, maka masalah kemiskinan, kelaparan, dan ketimpangan sosial dalam masyarakat Islam akan dapat teratasi. Semangat infak menciptakan jaring pengaman sosial yang kuat, di mana yang kaya membantu yang miskin, dan yang kuat menopang yang lemah. Ini akan melahirkan masyarakat yang harmonis, saling mencintai, dan terhindar dari penyakit sosial seperti iri, dengki, dan kebencian akibat kesenjangan ekonomi.

Implementasi dalam Kehidupan Sehari-hari

Memahami keagungan ayat ini harus bermuara pada tindakan nyata. Berikut adalah beberapa cara untuk mengimplementasikan pesan Al-Baqarah 261 dalam kehidupan kita:

Kesimpulan

Surat Al-Baqarah ayat 261 adalah sebuah mahakarya ilahi yang merangkum janji, motivasi, dan pedagogi dalam sebuah perumpamaan yang abadi. Ia mengajak kita untuk melihat melampaui logika materialistis dan memasuki dunia spiritualitas di mana memberi adalah bentuk investasi paling menguntungkan. Ayat ini bukan sekadar tentang matematika pahala, tetapi tentang menumbuhkan benih keimanan di dalam jiwa, yang buahnya tidak hanya kita petik di akhirat, tetapi juga keberkahannya kita rasakan dalam ketenangan dan kelapangan hidup di dunia.

Dengan keyakinan penuh pada janji Allah Yang Mahaluas dan Maha Mengetahui, marilah kita menjadi para "petani" kebaikan yang gemar menanam benih-benih infak di setiap lahan amal yang terbentang. Sebab setiap benih yang kita tanam dengan tulus hari ini, adalah jaminan panen raya yang akan kita nikmati kelak di hadapan-Nya, sebuah panen yang nilainya jauh melampaui segala apa yang dapat kita hitung dan bayangkan.

🏠 Homepage