Pesan Agung Ali bin Abi Thalib tentang Ilmu

Ali bin Abi Thalib, sepupu sekaligus menantu kesayangan Rasulullah SAW, dikenal luas sebagai salah satu pribadi paling cerdas dan berwawasan luas dalam sejarah Islam. Warisan pemikirannya, terutama mengenai pentingnya ilmu pengetahuan, tetap relevan hingga hari ini. Bagi Ali, ilmu bukanlah sekadar kumpulan fakta, melainkan fondasi tegaknya peradaban dan cahaya penuntun jiwa.

Ilmu sebagai Investasi Abadi

Ali seringkali menekankan perbedaan antara kekayaan materi dan kekayaan ilmu. Harta benda dapat habis dan dicuri, namun ilmu yang tertanam dalam dada adalah aset yang tak terampas. Filosofinya menempatkan ilmu sebagai modal sejati yang dibawa seseorang, baik di dunia maupun di akhirat.

"Ilmu itu lebih baik daripada harta. Ilmu menjagamu, sedangkan harta harus kamu jaga."

Pernyataan ini menyoroti sifat ilmu yang protektif. Ketika seseorang berilmu, ia memiliki kebijaksanaan untuk menghindari bahaya, membuat keputusan yang benar, dan memanfaatkan sumber daya dengan bijak. Sebaliknya, harta benda, tanpa diimbangi ilmu, justru bisa menjadi sumber malapetaka.

Ilmu Ali bin Abi Thalib

Ilustrasi: Simbol Ilmu yang Menerangi

Pentingnya Praktik dan Aksi

Bagi Ali, ilmu yang hanya tersimpan dalam lisan atau tulisan tanpa menggerakkan amal perbuatan adalah ilmu yang mandul. Ia mengajarkan bahwa tingkatan tertinggi dari ilmu adalah ketika ilmu tersebut termanifestasi dalam akhlak dan tindakan sehari-hari.

Beliau pernah berkata mengenai ilmu yang diamalkan:

"Tidak ada gunanya ilmu jika tidak disertai amal, dan tidak ada gunanya amal jika tidak disertai ilmu yang benar."

Ini menekankan pada keseimbangan fundamental dalam spiritualitas dan kehidupan. Ilmu memberikan peta jalan (pemahaman), sementara amal adalah langkah nyata menempuh jalan tersebut. Ilmu tanpa amal bisa jadi kesombongan intelektual, sementara amal tanpa ilmu bisa jadi kesesatan yang terorganisir.

Menuntut Ilmu Sejak Dini

Semangat Ali untuk menuntut ilmu tidak pernah padam, sebuah prinsip yang beliau tanamkan kepada umatnya. Beliau melihat masa muda sebagai periode emas untuk menyerap pengetahuan karena hati masih bersih dan daya ingat masih kuat. Masa muda yang diisi dengan kesibukan duniawi dan melupakan ilmu adalah masa depan yang suram.

Pengajaran ini sangat relevan di era informasi saat ini. Kemudahan akses informasi (digital) harus diimbangi dengan kedalaman pemahaman dan integritas moral. Ali mendorong bukan hanya menghafal, tetapi memahami esensi di balik apa yang dipelajari.

Ilmu dan Kerendahan Hati

Salah satu aspek paling menonjol dari ajaran Ali tentang ilmu adalah penekanannya pada kerendahan hati. Semakin seseorang mengetahui betapa luasnya alam semesta dan betapa dangkalnya pengetahuannya relatif terhadap totalitas kebenaran, semakin ia akan bersikap tawadhu. Kebodohan yang dibalut kesombongan adalah penyakit yang paling ditakuti Ali.

Beliau membedakan antara orang yang berilmu sejati dan orang yang hanya tampak berilmu. Orang yang berilmu sejati akan tenang dalam menghadapi ketidaktahuan orang lain, sementara orang yang ilmunya dangkal cenderung gemar berdebat untuk membuktikan diri.

Kesimpulannya, warisan pemikiran Ali bin Abi Thalib mengenai ilmu adalah panggilan untuk hidup yang terorientasi pada pengetahuan yang aplikatif, berdasar pada kerendahan hati, dan terus menerus dicari sepanjang hayat. Ilmu adalah cahaya yang membebaskan akal dan menyucikan jiwa, menjadikannya pondasi utama bagi setiap insan yang ingin mencapai kebahagiaan sejati.

— Refleksi atas pemikiran Ali bin Abi Thalib RA

🏠 Homepage