Jalan Menuju Ketinggian Derajat di Sisi Allah

Ilustrasi orang yang diangkat derajatnya oleh Allah karena iman dan ilmu

Setiap manusia mendambakan kehormatan, kedudukan, dan derajat yang tinggi. Dalam pandangan dunia, derajat sering kali diukur dengan materi, jabatan, ketenaran, atau garis keturunan. Namun, dalam timbangan Allah Subhanahu wa Ta'ala, standar kemuliaan sungguh berbeda. Ia tidak memandang rupa atau harta, melainkan hati dan amalan. Allah, dengan segala kemurahan-Nya, telah menjanjikan akan mengangkat derajat hamba-hamba-Nya yang memiliki sifat-sifat tertentu. Janji ini bukanlah isapan jempol, melainkan sebuah kepastian yang terukir abadi dalam firman-Nya.

Ketinggian derajat di sisi Allah adalah puncak kesuksesan sejati. Ia melampaui segala bentuk kemuliaan fana di dunia. Derajat ini mencakup kemuliaan di dunia dalam bentuk ketenangan jiwa, keberkahan hidup, dan kehormatan di mata sesama makhluk, serta puncaknya adalah kedudukan mulia di surga-Nya kelak. Jalan untuk meraihnya telah terbentang jelas dalam Al-Qur'an dan Sunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Jalan tersebut bukanlah jalan pintas yang instan, melainkan sebuah proses panjang yang menuntut kesungguhan, pengorbanan, dan keikhlasan. Artikel ini akan mengupas secara mendalam tentang siapa sajakah orang-orang yang Allah janjikan akan ditinggikan derajatnya, serta bagaimana kita dapat meniti jalan mulia tersebut.

1. Derajat Tinggi Bagi Orang yang Beriman

Fondasi utama dari segala kemuliaan di sisi Allah adalah iman. Iman bukan sekadar pengakuan di lisan, tetapi sebuah keyakinan yang menghujam kokoh di dalam hati, terucap dalam lisan, dan termanifestasi dalam perbuatan. Inilah pilar pertama dan utama yang membuat seorang hamba memiliki nilai di hadapan Penciptanya. Tanpa iman, amalan sebanyak buih di lautan pun akan sia-sia laksana debu yang beterbangan. Allah menegaskan keutamaan orang beriman dalam banyak ayat-Nya. Salah satu yang paling jelas adalah firman-Nya:

... يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ ...

"...Niscaya Allah akan mengangkat (derajat) orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat..."

(QS. Al-Mujadilah: 11)

Ayat ini secara eksplisit menyebutkan bahwa iman adalah syarat pertama untuk diangkatnya derajat seseorang. Iman yang sejati akan melahirkan ketundukan total kepada Allah. Orang yang beriman meyakini dengan sepenuh hati bahwa tiada Tuhan yang berhak disembah selain Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan-Nya. Keyakinan ini menjadi kompas dalam setiap langkah kehidupannya. Ia akan senantiasa merasa diawasi oleh Allah, sehingga terdorong untuk melakukan kebaikan dan menjauhi kemungkaran. Inilah yang disebut dengan muraqabah, sebuah tingkatan iman yang tinggi.

Karakteristik Iman yang Sempurna

Iman yang mampu mengangkat derajat pemiliknya memiliki karakteristik khusus yang dijelaskan dalam Al-Qur'an. Allah berfirman:

إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ إِذَا ذُكِرَ اللَّهُ وَجِلَتْ قُلُوبُهُمْ وَإِذَا تُلِيَتْ عَلَيْهِمْ آيَاتُهُ زَادَتْهُمْ إِيمَانًا وَعَلَىٰ رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ الَّذِينَ يُقِيمُونَ الصَّلَاةَ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنفِقُونَ أُولَٰئِكَ هُمُ الْمُؤْمِنُونَ حَقًّا ۚ لَّهُمْ دَرَجَاتٌ عِندَ رَبِّهِمْ وَمَغْفِرَةٌ وَرِزْقٌ كَرِيمٌ

"Sesungguhnya orang-orang yang beriman adalah mereka yang apabila disebut nama Allah gemetar hatinya, dan apabila dibacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, bertambah (kuat) imannya dan hanya kepada Tuhan mereka bertawakal, (yaitu) orang-orang yang melaksanakan salat dan yang menginfakkan sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka. Merekalah orang-orang yang beriman dengan sebenarnya. Mereka memperoleh beberapa derajat ketinggian di sisi Tuhannya, ampunan dan rezeki (nikmat) yang mulia."

(QS. Al-Anfal: 2-4)

Dari ayat yang mulia ini, kita bisa melihat bahwa iman yang sejati adalah iman yang hidup. Ia bereaksi dan berinteraksi dengan nama dan ayat-ayat Allah. Hati menjadi bergetar karena pengagungan dan rasa takut, iman semakin bertambah kokoh saat mendengar kalamullah, dan puncaknya adalah penyerahan diri total (tawakal) kepada Sang Pemilik Kehidupan. Iman ini kemudian dibuktikan dengan amal nyata, yaitu mendirikan shalat sebagai wujud hubungan vertikal dengan Allah, dan berinfak sebagai wujud hubungan horizontal dengan sesama makhluk. Balasan bagi mereka? Derajat yang tinggi, ampunan, dan rezeki yang mulia. Ini adalah paket lengkap kebahagiaan dunia dan akhirat.

Keimanan jugalah yang menjadi pembeda antara para sahabat Rasulullah dengan generasi lainnya. Mereka adalah generasi terbaik karena kedalaman iman mereka. Iman yang membuat Bilal bin Rabah rela menahan siksaan pedih di bawah terik matahari dengan batu besar di dadanya, sambil terus mengumandangkan "Ahad, Ahad... (Allah Maha Esa)". Iman yang membuat keluarga Yasir mengorbankan nyawa mereka demi mempertahankan akidah. Iman inilah yang menjadi bahan bakar perjuangan, kesabaran, dan pengorbanan mereka, sehingga Allah memuji mereka dan menjanjikan surga bagi mereka.

2. Derajat Tinggi Bagi Orang yang Berilmu

Setelah iman, faktor kedua yang secara tegas disebutkan dalam QS. Al-Mujadilah ayat 11 adalah ilmu. Islam adalah agama yang sangat menjunjung tinggi ilmu dan para penuntutnya. Ilmu diibaratkan sebagai cahaya yang menerangi jalan kehidupan, membedakan antara yang hak dan yang batil, antara petunjuk dan kesesatan. Dengan ilmu, iman seseorang menjadi lebih berkualitas, dan ibadahnya menjadi lebih benar.

Ilmu yang dimaksud di sini, terutama, adalah ilmu syar'i, yaitu ilmu yang bersumber dari Al-Qur'an dan Sunnah. Ilmu inilah yang mengenalkan seorang hamba kepada Rabb-nya, kepada nama-nama dan sifat-sifat-Nya yang mulia, serta kepada perintah dan larangan-Nya. Semakin dalam ilmu seseorang tentang Allah, semakin besar pula rasa takut (khasyah) dan pengagungannya kepada-Nya. Inilah puncak dari ilmu yang bermanfaat.

... إِنَّمَا يَخْشَى اللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءُ ...

"...Di antara hamba-hamba Allah yang takut kepada-Nya, hanyalah para ulama (orang-orang yang berilmu)..."

(QS. Fatir: 28)

Rasa takut yang lahir dari ilmu ini bukanlah rasa takut yang negatif, melainkan rasa takut yang diiringi dengan pengagungan, cinta, dan harapan. Rasa takut inilah yang akan membentengi seseorang dari perbuatan maksiat dan mendorongnya untuk senantiasa taat. Oleh karena itu, para ulama, pewaris para nabi, menempati kedudukan yang sangat mulia dalam Islam. Mereka adalah pelita umat yang membimbing manusia keluar dari kegelapan kebodohan.

Keutamaan Menuntut dan Menyebarkan Ilmu

Tidak hanya orang yang telah berilmu, bahkan proses menuntut ilmu itu sendiri merupakan sebuah ibadah yang agung dan jalan yang dimudahkan menuju surga. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللَّهُ لَهُ بِهِ طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّةِ

"Barangsiapa menempuh suatu jalan untuk mencari ilmu, maka Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga."

(HR. Muslim)

Hadits ini menunjukkan betapa besar penghargaan Allah terhadap para pencari ilmu. Setiap langkah yang diayunkan, setiap waktu yang diluangkan, setiap kesulitan yang dihadapi dalam menuntut ilmu, semuanya bernilai pahala dan menjadi sebab dimudahkannya jalan ke surga. Bahkan, para malaikat pun menaungi para penuntut ilmu dengan sayap-sayap mereka karena ridha dengan apa yang mereka lakukan.

Ilmu yang telah didapat tidak semestinya berhenti pada diri sendiri. Mengajarkan dan menyebarkan ilmu yang bermanfaat adalah salah satu bentuk amal jariyah yang pahalanya akan terus mengalir bahkan setelah kematian. Rasulullah bersabda bahwa salah satu amalan yang tidak terputus adalah "ilmu yang dimanfaatkan". Bayangkan, setiap kali seseorang mengamalkan ilmu yang kita ajarkan, kita akan mendapatkan bagian pahalanya tanpa mengurangi pahala orang tersebut sedikit pun. Ini adalah investasi akhirat yang paling menguntungkan.

Ilmu mengangkat derajat seseorang tidak hanya di akhirat, tetapi juga di dunia. Orang yang berilmu akan dihormati, perkataannya akan didengar, dan pendapatnya akan dihargai. Sejarah Islam telah mencatat nama-nama besar para ulama seperti Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafi'i, dan Imam Ahmad. Meskipun mereka telah wafat berabad-abad yang lalu, nama mereka tetap harum, karya-karya mereka terus dipelajari, dan doa-doa kebaikan senantiasa tercurah untuk mereka. Inilah bukti nyata bagaimana Allah mengangkat derajat orang-orang yang berilmu.

3. Derajat Tinggi Bagi Orang yang Bertaqwa

Jika iman adalah pondasi dan ilmu adalah cahaya, maka taqwa adalah buah dari keduanya. Taqwa adalah puncak tertinggi dari kemuliaan seorang hamba di sisi Allah. Taqwa secara bahasa berarti 'menjaga diri' atau 'melindungi'. Secara istilah, para ulama mendefinisikannya sebagai "melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya, didasari oleh ilmu, dengan mengharap rahmat-Nya dan takut akan azab-Nya."

Taqwa adalah satu-satunya standar kemuliaan yang diakui di sisi Allah, yang melampaui segala standar duniawi seperti suku, bangsa, warna kulit, dan status sosial. Allah berfirman dengan sangat tegas:

... إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِندَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ ...

"...Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa..."

(QS. Al-Hujurat: 13)

Ayat ini meruntuhkan segala bentuk kesombongan yang didasarkan pada keturunan atau kebangsaan. Di hadapan Allah, seorang budak dari Habasyah yang bertaqwa jauh lebih mulia daripada seorang bangsawan Quraisy yang durhaka. Taqwa adalah pakaian kebesaran seorang mukmin. Siapa pun yang mengenakannya, ia akan mulia. Dan siapa pun yang menanggalkannya, ia akan hina, meskipun seluruh dunia memujinya.

Wujud Nyata Ketaqwaan

Ketaqwaan bukanlah klaim tanpa bukti. Ia harus termanifestasi dalam seluruh aspek kehidupan seorang muslim. Orang yang bertaqwa akan senantiasa berhati-hati dalam bertindak dan berucap. Ia akan menjaga shalatnya, menunaikan zakatnya, berpuasa di bulan Ramadhan, dan menunaikan haji jika mampu. Ia juga akan menjauhi segala yang diharamkan Allah, seperti syirik, riba, zina, dusta, ghibah, dan perbuatan zalim lainnya.

Orang yang bertaqwa hidup dalam kesadaran penuh bahwa setiap gerak-geriknya diawasi oleh Allah Yang Maha Melihat. Kesadaran ini membuatnya malu untuk berbuat maksiat, bahkan ketika tidak ada seorang pun yang melihatnya. Ia menyadari bahwa dunia ini hanyalah tempat persinggahan sementara, dan bekal terbaik untuk perjalanan menuju akhirat adalah ketaqwaan.

... وَتَزَوَّدُوا فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَىٰ ...

"...Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa..."

(QS. Al-Baqarah: 197)

Selain mendapatkan derajat yang tinggi di akhirat, orang yang bertaqwa juga dijanjikan kemudahan dan jalan keluar dari setiap kesulitan di dunia, serta rezeki dari arah yang tidak disangka-sangka (QS. At-Talaq: 2-3). Ini adalah jaminan langsung dari Allah bagi hamba-hamba-Nya yang menjadikan taqwa sebagai pegangan hidup. Mereka mungkin tidak selalu bergelimang harta, tetapi hati mereka akan senantiasa kaya dengan ketenangan dan kecukupan.

4. Derajat Tinggi Bagi Orang yang Berakhlak Mulia

Islam tidak hanya mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya, tetapi juga hubungan manusia dengan sesamanya. Akhlak mulia adalah cerminan dari kualitas iman dan ilmu seseorang. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia. Beliau adalah teladan terbaik dalam setiap aspek akhlak, baik dalam kejujuran, amanah, kasih sayang, maupun kesabaran. Beliau bersabda:

إِنَّ مِنْ أَحَبِّكُمْ إِلَيَّ وَأَقْرَبِكُمْ مِنِّي مَجْلِسًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَحَاسِنَكُمْ أَخْلَاقًا

"Sesungguhnya di antara orang yang paling aku cintai dan paling dekat tempat duduknya denganku pada hari kiamat adalah orang yang paling baik akhlaknya di antara kalian."

(HR. Tirmidzi)

Kedudukan yang dekat dengan Rasulullah di hari kiamat adalah salah satu derajat tertinggi yang bisa dicapai oleh seorang mukmin. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya akhlak mulia dalam timbangan Allah. Bahkan, akhlak yang baik disebut sebagai amalan yang paling berat timbangannya di hari kiamat kelak. Berikut adalah beberapa akhlak mulia yang dapat mengangkat derajat seorang hamba:

a. Kesabaran (As-Sabr)

Sabar adalah pilar penting dalam kehidupan seorang muslim. Ia adalah kemampuan menahan diri dari keluh kesah, amarah, dan keputusasaan dalam menghadapi ujian. Kesabaran terbagi menjadi tiga: sabar dalam menjalankan ketaatan, sabar dalam menjauhi kemaksiatan, dan sabar dalam menghadapi takdir yang pahit. Orang yang sabar dijanjikan pahala tanpa batas. Allah berfirman, "Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas." (QS. Az-Zumar: 10). Kesabaran adalah kunci untuk melewati setiap ujian dengan keimanan yang tetap kokoh, dan setiap ujian yang berhasil dilewati akan mengangkat derajat seorang hamba di sisi Allah.

b. Rasa Syukur (Asy-Syukr)

Syukur adalah mengakui nikmat dari Allah dengan hati, mengucapkannya dengan lisan (alhamdulillah), dan menggunakan nikmat tersebut dalam ketaatan kepada-Nya. Syukur adalah lawan dari kufur nikmat. Allah menjanjikan tambahan nikmat bagi siapa saja yang bersyukur. "Jika kamu bersyukur, pasti akan Aku tambah (nikmat-Ku) untukmu." (QS. Ibrahim: 7). Orang yang senantiasa bersyukur akan selalu melihat kebaikan dalam setiap keadaan. Hatinya dipenuhi dengan kepuasan dan ketenangan. Sikap inilah yang membuatnya dicintai Allah dan diangkat derajatnya, karena ia menyadari bahwa segala sesuatu berasal dari Allah dan akan kembali kepada-Nya.

c. Kerendahan Hati (Tawadhu)

Tawadhu adalah sikap rendah hati, tidak sombong, dan tidak merasa lebih baik dari orang lain. Ini adalah sifat yang sangat dicintai Allah. Kesombongan adalah dosa pertama yang dilakukan oleh Iblis, dan ia menjadi sifat yang paling dibenci oleh-Nya. Orang yang tawadhu akan mudah menerima kebenaran, menghargai orang lain, dan tidak akan meremehkan siapa pun. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

... وَمَا تَوَاضَعَ أَحَدٌ لِلَّهِ إِلَّا رَفَعَهُ اللَّهُ

"...Dan tidaklah seseorang bersikap rendah hati karena Allah, melainkan Allah akan mengangkat (derajat)nya."

(HR. Muslim)

Ini adalah sebuah kaidah yang pasti. Semakin seseorang merendahkan dirinya di hadapan Allah dan sesama makhluk (bukan dalam artian kehinaan), maka Allah sendiri yang akan mengangkat kehormatan dan kedudukannya di dunia dan akhirat.

5. Derajat Tinggi Bagi Orang yang Bermanfaat Bagi Sesama

Seorang muslim sejati bukanlah pribadi yang egois dan hanya memikirkan ibadah ritualnya semata. Keimanannya harus membuahkan kepedulian sosial dan keinginan untuk memberikan manfaat kepada orang lain. Inilah esensi dari sebaik-baik manusia, sebagaimana disabdakan oleh Nabi:

خَيْرُ النَّاسِ أَنْفَعُهُمْ لِلنَّاسِ

"Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lainnya."

(HR. Ahmad, Thabrani, dan Daruqutni)

Memberi manfaat kepada sesama adalah ladang pahala yang sangat luas. Setiap kebaikan yang kita berikan kepada orang lain, baik berupa harta, tenaga, pikiran, atau bahkan sekadar senyuman tulus, akan dicatat sebagai amal saleh yang dapat mengangkat derajat kita.

a. Menolong Orang Lain dan Memenuhi Kebutuhannya

Membantu meringankan beban saudara kita adalah amalan yang sangat dicintai Allah. Rasulullah memberikan jaminan yang luar biasa bagi mereka yang gemar menolong sesama. Dalam sebuah hadits qudsi tersirat bahwa menolong orang lapar dan sakit seolah-olah melakukannya untuk Allah. Dalam hadits lain, beliau bersabda:

... وَاللَّهُ فِي عَوْنِ الْعَبْدِ مَا كَانَ الْعَبْدُ فِي عَوْنِ أَخِيهِ ...

"...Allah senantiasa menolong seorang hamba selama hamba tersebut menolong saudaranya..."

(HR. Muslim)

Siapa yang tidak ingin mendapatkan pertolongan langsung dari Allah? Dengan menolong orang lain, kita sebenarnya sedang "mengundang" pertolongan Allah untuk diri kita sendiri. Amalan ini, jika dilakukan dengan ikhlas, akan menjadi sebab diangkatnya kesulitan kita di dunia dan di akhirat, serta meninggikan kedudukan kita di sisi-Nya.

b. Menjaga Lisan dan Menyebarkan Kedamaian

Manfaat tidak selalu harus berupa materi. Salah satu manfaat terbesar yang bisa kita berikan kepada orang di sekitar kita adalah dengan menjaga lisan kita dari menyakiti mereka. Menahan diri dari ghibah (menggunjing), fitnah, adu domba, dan perkataan kasar adalah sebuah sedekah untuk diri sendiri dan orang lain. Sebaliknya, menggunakan lisan untuk berkata yang baik, menasihati dengan lembut, mendamaikan orang yang berselisih, dan menyebarkan salam adalah amalan yang sangat mulia. Sebuah kata yang baik bisa jadi sangat ringan diucapkan, tetapi sangat berat dalam timbangan amal dan mampu mengangkat derajat pemiliknya ke surga.

c. Menyambung Tali Silaturahmi

Silaturahmi, atau menyambung tali kekerabatan, adalah perintah agung dalam Islam. Memutuskannya adalah dosa besar yang diancam dengan laknat. Sebaliknya, orang yang senantiasa menjaga hubungan baik dengan kerabatnya dijanjikan keluasan rezeki, dipanjangkan umurnya (dalam artian keberkahannya), dan mendapatkan rahmat khusus dari Allah. Rasulullah bersabda bahwa Allah berfirman, "Aku adalah Ar-Rahman, dan ini adalah Ar-Rahim (kekerabatan). Barangsiapa menyambungnya, maka Aku akan menyambung hubungan dengannya. Dan barangsiapa memutuskannya, maka Aku akan memutuskan hubungan dengannya." (HR. Abu Dawud). Terhubung dengan Allah adalah derajat kemuliaan tertinggi yang bisa diraih seorang hamba.

Kesimpulan: Sebuah Perjalanan Menuju Kemuliaan Abadi

Jalan menuju derajat yang tinggi di sisi Allah adalah sebuah perjalanan seumur hidup. Ia bukanlah tujuan yang bisa diraih dalam semalam, melainkan akumulasi dari iman yang kokoh, ilmu yang bermanfaat, ketaqwaan yang tulus, akhlak yang mulia, dan kontribusi positif bagi sesama. Kelima pilar ini saling terkait dan menguatkan satu sama lain.

Iman menjadi dasar, ilmu menjadi penerang, taqwa menjadi penjaga, akhlak menjadi penghias, dan manfaat bagi sesama menjadi bukti nyata dari semua itu. Mengejar kemuliaan di sisi Allah adalah investasi terbaik yang akan membawa kebahagiaan sejati, bukan hanya di akhirat yang abadi, tetapi juga dalam bentuk ketenangan, keberkahan, dan kehormatan di dunia yang fana ini.

Marilah kita senantiasa memohon kepada Allah agar dianugerahi kekuatan untuk meniti jalan ini. Semoga kita termasuk dalam golongan hamba-hamba-Nya yang Ia janjikan, "Allah akan mengangkat (derajat) orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat." Karena pada akhirnya, hanya penilaian-Nya yang berarti, dan hanya ridha-Nya yang menjadi tujuan akhir dari perjalanan hidup kita.

🏠 Homepage