Ali bin Abi Thalib, sepupu sekaligus menantu kesayangan Rasulullah SAW, dikenal luas bukan hanya karena keberaniannya di medan perang, tetapi juga karena kedalaman ilmunya, zuhudnya, dan akhlak mulianya. Kehidupan beliau adalah cerminan nyata dari ajaran Islam yang murni. Mempelajari amalan Ali bin Abi Thalib berarti meneladani seorang ahli ibadah yang selalu berusaha mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Salah satu amalan yang paling menonjol dari Imam Ali adalah kegigihannya dalam melaksanakan salat malam. Beliau seringkali menghidupkan malamnya dengan munajat dan membaca Al-Qur'an. Diriwayatkan bahwa Ali bin Abi Thalib jarang sekali melewatkan salat malam, bahkan ketika beliau sedang dalam kondisi sangat lelah atau sedang dalam perjalanan.
Salat malam dianggap sebagai sarana utama untuk menjernihkan hati dan meraih kedekatan spiritual. Bagi Ali, waktu antara subuh dan isya adalah ladang amal yang harus dioptimalkan. Kebiasaan ini menunjukkan disiplin spiritual tingkat tinggi yang ia warisi langsung dari Rasulullah SAW.
Amalan Ali bin Abi Thalib juga tercermin dalam gaya hidupnya yang sederhana, meskipun beliau memegang posisi sosial yang tinggi. Sifat zuhud (tidak terikat pada dunia) memungkinkannya fokus sepenuhnya pada akhirat. Beliau mengajarkan bahwa kekayaan sejati bukanlah pada tumpukan harta, melainkan pada ketenangan jiwa.
Tawakkal beliau kepada Allah sangatlah mutlak. Ketika menghadapi kesulitan atau peperangan, keyakinannya bahwa takdir telah digariskan oleh Allah memberikannya ketenangan luar biasa. Beliau selalu berkata bahwa kemenangan dan kekalahan hanyalah bagian dari rencana Ilahi, yang terpenting adalah usaha dan niat yang benar.
Ali RA dikenal sebagai pribadi yang sangat dermawan. Sedekah adalah amalan yang sering ia lakukan, seringkali tanpa diketahui orang lain. Terdapat riwayat terkenal mengenai beliau yang memberikan pakaian terbaiknya kepada seorang pengemis padahal saat itu beliau sendiri hanya memiliki satu pakaian. Filosofi di balik amalan ini adalah prinsip ikhlas: beramal agar mendapat ridha Allah, bukan pujian manusia.
Kedermawanan ini tidak hanya terbatas pada materi. Beliau juga murah hati dalam memaafkan kesalahan orang lain, menunjukkan ketinggian akhlak yang menyertai kekuatannya sebagai pemimpin. Beliau mengajarkan bahwa memaafkan adalah kemenangan terbesar atas ego diri sendiri.
Ali bin Abi Thalib dijuluki sebagai 'Gerbang Ilmu' oleh Rasulullah SAW. Amalan beliau dalam menuntut ilmu tidak pernah berhenti. Beliau tidak pernah menyembunyikan ilmu yang ia miliki, melainkan menyebarkannya dengan cara yang bijaksana dan mudah dipahami oleh berbagai tingkatan masyarakat.
Ia memiliki metode pengajaran yang khas, sering menggunakan perumpamaan (misalnya, perumpamaan dunia seperti ular berbisa yang tampak indah namun mematikan). Ketekunannya dalam meneliti makna-makna tersembunyi dari Al-Qur'an dan Sunnah menjadi warisan abadi bagi umat Islam. Mencari ilmu, bagi Ali, adalah ibadah yang berkelanjutan.
Salah satu ajaran praktis yang sering diulang-ulang adalah pentingnya menjaga lisan. Ali sangat ketat dalam perkataannya. Beliau percaya bahwa perkataan yang buruk atau dusta dapat merusak amal ibadah yang telah dibangun dengan susah payah.
Beliau mengajarkan bahwa sebelum berbicara, seseorang harus menimbang apakah perkataan itu bermanfaat, benar, dan diucapkan pada waktu yang tepat. Menghindari ghibah (menggunjing) adalah prioritas utama, karena ghibah dianggap sebagai racun yang merusak hubungan antarmanusia dan hubungan dengan Tuhan.
Amalan Ali bin Abi Thalib adalah paket lengkap yang mencakup dimensi ritual (ibadah mahdhah), dimensi sosial (kedermawanan dan pemaafan), dan dimensi intelektual (pencarian ilmu). Beliau adalah teladan paripurna seorang Muslim yang menyeimbangkan kehidupan dunia dan akhirat. Untuk mengamalkan warisan beliau, seorang Muslim harus senantiasa berkomitmen pada kejujuran, ketekunan dalam ibadah malam, dan kedermawanan hati yang tulus.
Merenungi kisah hidup dan amalan beliau memberikan inspirasi kuat bahwa keutamaan sejati terletak pada integritas karakter, bukan pada jabatan atau popularitas semata. Warisan kebijaksanaan beliau terus hidup dan menjadi pedoman hingga hari ini bagi mereka yang mencari jalan menuju kesalehan sejati.