Membedah Asesmen Nasional Berbasis Komputer Tingkat Sekolah Dasar

Karakter Kompetensi Lingkungan Belajar Ilustrasi konsep Asesmen Nasional: buku sebagai simbol literasi, grafik sebagai simbol numerasi dan data, serta bola lampu sebagai simbol pemahaman dan inovasi pendidikan.

Pendidikan merupakan fondasi utama pembangunan sebuah bangsa. Untuk memastikan kualitas pendidikan yang merata dan terus meningkat, diperlukan sebuah sistem evaluasi yang komprehensif dan akurat. Sistem ini tidak hanya berfungsi sebagai alat ukur, tetapi juga sebagai cermin reflektif yang memberikan umpan balik berharga bagi setiap satuan pendidikan. Dalam konteks inilah, Asesmen Nasional Berbasis Komputer (ANBK) hadir sebagai sebuah terobosan, khususnya pada jenjang Sekolah Dasar (SD). ANBK dirancang untuk mengubah paradigma evaluasi, dari yang semula berfokus pada hasil akhir individu menjadi pemetaan mutu sistem pendidikan secara menyeluruh.

Berbeda dengan sistem evaluasi sebelumnya yang seringkali menimbulkan tekanan tinggi pada peserta didik, ANBK mengambil pendekatan yang lebih holistik. Tujuannya bukan untuk menentukan kelulusan atau memberikan label pada seorang siswa, melainkan untuk mengumpulkan data mengenai kualitas proses belajar-mengajar dan iklim sekolah. Informasi ini kemudian diolah menjadi Rapor Pendidikan, sebuah laporan mendetail yang dapat digunakan oleh sekolah, pemerintah daerah, dan pemerintah pusat untuk merancang strategi perbaikan yang tepat sasaran. Dengan demikian, ANBK menjadi instrumen diagnostik yang esensial untuk mendorong peningkatan kualitas pendidikan dari akarnya.

Filosofi di Balik Transformasi Asesmen Nasional

Pergeseran dari ujian akhir yang bersifat sumatif ke asesmen yang bersifat formatif dan diagnostik merupakan inti dari filosofi ANBK. Jika evaluasi sebelumnya seringkali mengukur penguasaan konten kurikulum secara spesifik (apa yang dihafal), ANBK dirancang untuk mengukur kompetensi mendasar atau fondasional (apa yang dapat dilakukan dan dipahami). Kompetensi ini meliputi kemampuan bernalar menggunakan bahasa (literasi) dan matematika (numerasi), serta pembentukan karakter dan persepsi terhadap lingkungan belajar.

Fokus ANBK bukan pada "apa yang siswa ketahui", melainkan pada "bagaimana siswa menggunakan pengetahuannya untuk menyelesaikan masalah dalam berbagai konteks kehidupan nyata".

Filosofi ini didasarkan pada pemahaman bahwa kecakapan abad ke-21 menuntut individu yang tidak hanya kaya akan pengetahuan, tetapi juga mampu berpikir kritis, kreatif, berkolaborasi, dan berkomunikasi. Oleh karena itu, asesmen harus mampu mengukur kemampuan-kemampuan tersebut. ANBK dirancang untuk mendorong proses pembelajaran di kelas agar tidak lagi berorientasi pada penghafalan materi untuk lulus ujian, melainkan pada pengembangan kompetensi yang relevan dan berkelanjutan bagi masa depan siswa.

Implementasi di tingkat SD memiliki makna strategis. Dengan melakukan asesmen pada jenjang pertengahan, yaitu kelas V, hasil yang didapat bisa menjadi umpan balik bagi sekolah untuk melakukan perbaikan selama siswa masih berada di jenjang tersebut. Ini memberikan waktu yang cukup bagi guru dan kepala sekolah untuk mengevaluasi dan menyesuaikan metode pengajaran mereka sebelum siswa melanjutkan ke jenjang berikutnya. Ini adalah perwujudan nyata dari konsep "assessment for learning" (asesmen untuk perbaikan pembelajaran), bukan lagi "assessment of learning" (asesmen atas hasil belajar).

Tiga Instrumen Utama dalam ANBK

ANBK tidak terdiri dari satu tes tunggal, melainkan sebuah rangkaian asesmen yang komprehensif dengan tiga instrumen utama. Ketiga instrumen ini bekerja secara sinergis untuk memberikan gambaran utuh mengenai mutu pendidikan di sebuah sekolah. Ketiganya adalah:

  1. Asesmen Kompetensi Minimum (AKM), yang mengukur hasil belajar kognitif siswa dalam bidang literasi membaca dan numerasi.
  2. Survei Karakter, yang mengukur hasil belajar sosial-emosional siswa yang mengacu pada Profil Pelajar Pancasila.
  3. Survei Lingkungan Belajar, yang mengukur kualitas berbagai aspek input dan proses belajar-mengajar di sekolah dari perspektif siswa, guru, dan kepala sekolah.

Kombinasi dari ketiga instrumen ini memungkinkan analisis yang lebih mendalam. Sebagai contoh, hasil AKM yang rendah mungkin dapat dijelaskan oleh data dari Survei Lingkungan Belajar yang menunjukkan adanya praktik perundungan atau kurangnya dukungan guru. Sebaliknya, hasil AKM yang tinggi bisa jadi berkorelasi dengan iklim sekolah yang positif dan karakter siswa yang mandiri dan bernalar kritis. Dengan demikian, ANBK menyediakan data yang kaya dan kontekstual.

Mendalami Asesmen Kompetensi Minimum (AKM)

AKM adalah komponen sentral dari ANBK yang seringkali menjadi sorotan utama. Penting untuk dipahami bahwa AKM tidak menggantikan semua mata pelajaran. Sebaliknya, AKM berfokus pada dua kompetensi paling mendasar yang diperlukan oleh setiap individu untuk dapat belajar sepanjang hayat dan berkontribusi pada masyarakat, yaitu literasi membaca dan numerasi.

1. Literasi Membaca: Lebih dari Sekadar Membaca

Literasi membaca dalam konteks AKM didefinisikan sebagai kemampuan untuk memahami, menggunakan, mengevaluasi, dan merefleksikan berbagai jenis teks untuk menyelesaikan masalah dan mengembangkan kapasitas individu sebagai warga negara Indonesia dan dunia. Definisi ini menunjukkan bahwa literasi bukan hanya soal kelancaran membaca, tetapi juga kemampuan berpikir tingkat tinggi terhadap isi bacaan.

Komponen Konten Literasi

Teks yang digunakan dalam AKM Literasi dibagi menjadi dua jenis utama:

Proses Kognitif yang Diukur

AKM Literasi mengukur tiga level proses kognitif:

2. Numerasi: Matematika dalam Kehidupan Sehari-hari

Numerasi adalah kemampuan untuk menggunakan konsep, prosedur, fakta, dan alat matematika untuk menyelesaikan masalah sehari-hari dalam berbagai konteks yang relevan. Fokusnya bukan pada kerumitan rumus matematika, melainkan pada aplikasi dan penalaran matematis.

Komponen Konten Numerasi

Konten numerasi dalam AKM untuk jenjang SD dikelompokkan ke dalam beberapa domain:

Proses Kognitif yang Diukur

Sama seperti literasi, numerasi juga mengukur tiga level proses kognitif:

Konteks dalam AKM

Baik soal literasi maupun numerasi disajikan dalam tiga konteks utama untuk memastikan relevansinya dengan kehidupan siswa:

Mengenal Survei Karakter: Membangun Profil Pelajar Pancasila

Hasil belajar yang berkualitas tidak hanya diukur dari kemampuan kognitif. Karakter merupakan pilar yang sama pentingnya. Survei Karakter dirancang untuk memotret sikap, nilai, dan keyakinan siswa yang mencerminkan Profil Pelajar Pancasila. Profil ini merupakan rumusan karakter dan kemampuan yang diharapkan tumbuh pada setiap pelajar Indonesia.

Penting untuk ditekankan bahwa dalam Survei Karakter tidak ada jawaban yang benar atau salah. Tujuannya adalah untuk mendapatkan gambaran jujur mengenai perkembangan karakter siswa sebagai hasil dari proses belajar di sekolah. Hasil survei ini menjadi umpan balik bagi sekolah untuk memperkuat pendidikan karakter.

Enam Dimensi Profil Pelajar Pancasila yang Diukur

  1. Beriman, Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan Berakhlak Mulia: Mengukur pemahaman dan penerapan akhlak dalam hubungannya dengan Tuhan, diri sendiri, sesama manusia, alam, dan negara.
  2. Berkebinekaan Global: Mengukur kemampuan siswa untuk mengenal dan menghargai budaya lain, berkomunikasi secara interkultural, dan merefleksikan pengalaman kebhinekaan.
  3. Gotong Royong: Mengukur kecenderungan siswa untuk berkolaborasi, menunjukkan kepedulian, dan mau berbagi dengan orang lain untuk mencapai tujuan bersama.
  4. Mandiri: Mengukur tingkat kesadaran siswa akan diri dan situasi yang dihadapi, serta kemampuannya dalam meregulasi diri sendiri untuk menghadapi tantangan.
  5. Bernalar Kritis: Mengukur kemampuan siswa dalam memperoleh dan memproses informasi secara objektif, menganalisis, mengevaluasi, dan kemudian mengambil keputusan berdasarkan penalaran tersebut.
  6. Kreatif: Mengukur kemampuan siswa untuk menghasilkan gagasan, karya, atau tindakan yang orisinal, bermakna, dan berdampak.

Menyelami Survei Lingkungan Belajar: Memotret Ekosistem Sekolah

Kualitas hasil belajar siswa sangat dipengaruhi oleh kualitas lingkungan tempat mereka belajar. Survei Lingkungan Belajar (Sulingjar) dirancang untuk mengukur berbagai aspek yang membentuk ekosistem pendidikan di sekolah. Uniknya, instrumen ini tidak hanya diisi oleh siswa, tetapi juga oleh seluruh guru dan kepala sekolah. Pendekatan 360 derajat ini memberikan data yang lebih kaya dan valid mengenai kondisi nyata di satuan pendidikan.

Aspek-Aspek Kunci yang Diukur dalam Sulingjar

Sulingjar memotret berbagai dimensi penting dalam lingkungan sekolah, antara lain:

Kualitas Proses Pembelajaran

Praktik Guru dan Kepemimpinan Kepala Sekolah

Iklim Keamanan dan Kebinekaan Sekolah

Data dari Sulingjar memberikan konteks yang sangat penting untuk memahami hasil AKM dan Survei Karakter. Misalnya, skor AKM yang tidak optimal bisa jadi disebabkan oleh iklim keamanan yang buruk atau praktik pembelajaran yang belum berpusat pada siswa. Dengan data ini, sekolah dapat mengidentifikasi area prioritas untuk perbaikan.

Aspek Teknis dan Pelaksanaan ANBK SD

Pelaksanaan ANBK, terutama pada fase-fase awal, melibatkan berbagai aspek teknis yang perlu dipahami oleh satuan pendidikan. Pemahaman ini penting untuk memastikan kelancaran proses asesmen.

Peserta Asesmen: Metode Sampling

Salah satu perbedaan fundamental ANBK dengan ujian sebelumnya adalah penggunaan metode sampling. Tidak semua siswa di sebuah sekolah mengikuti ANBK. Peserta dipilih secara acak oleh sistem dari populasi siswa kelas V. Untuk jenjang SD, jumlah maksimal peserta adalah 30 siswa utama dan 5 siswa cadangan per sekolah.

Penggunaan sampel ini memperkuat pesan bahwa ANBK bertujuan untuk memetakan mutu sekolah, bukan menilai individu siswa. Hasilnya tidak akan tercantum di ijazah atau rapor individu.

Moda Pelaksanaan: Daring dan Semi-Daring

ANBK dilaksanakan berbasis komputer untuk efisiensi dan objektivitas. Terdapat dua moda pelaksanaan yang bisa dipilih sekolah sesuai dengan ketersediaan infrastruktur:

Bentuk Soal yang Adaptif dan Beragam

Untuk mengukur kompetensi secara lebih akurat, ANBK menggunakan berbagai bentuk soal yang tidak hanya terpaku pada pilihan ganda. Bentuk-bentuk soal ini meliputi:

Selain keragaman bentuk soal, AKM juga menerapkan mekanisme tes adaptif yang disebut Multi-Stage Adaptive Testing (MST). Dalam sistem ini, setiap siswa akan mengerjakan paket soal awal. Berdasarkan performa mereka di paket awal, sistem akan secara otomatis memberikan paket soal berikutnya yang tingkat kesulitannya sesuai dengan kemampuan siswa tersebut. Siswa dengan kemampuan tinggi akan mendapatkan soal yang lebih menantang, sementara siswa dengan kemampuan lebih rendah akan mendapatkan soal yang lebih mendasar. Pendekatan ini membuat pengukuran menjadi lebih efisien dan akurat pada setiap level kemampuan.

Memaknai Hasil ANBK: Dari Data Menuju Tindakan

Setelah pelaksanaan ANBK selesai, hasilnya diolah dan disajikan dalam platform Rapor Pendidikan. Platform ini adalah dasbor tunggal yang menampilkan data kualitas pendidikan secara terperinci untuk setiap satuan pendidikan dan daerah.

Rapor Pendidikan: Cermin untuk Refleksi

Rapor Pendidikan tidak menampilkan skor mentah individu, melainkan menyajikan profil sekolah dalam berbagai indikator. Hasil AKM, misalnya, disajikan dalam beberapa tingkatan kompetensi, seperti 'Perlu Intervensi Khusus', 'Dasar', 'Cakap', dan 'Mahir'. Begitu pula dengan hasil Survei Karakter dan Survei Lingkungan Belajar yang disajikan dalam kategori seperti 'Baik', 'Sedang', atau 'Kurang'.

Tujuan utama dari Rapor Pendidikan adalah untuk memicu refleksi. Sekolah diharapkan dapat menggunakan data ini untuk:

  1. Mengidentifikasi Kekuatan dan Kelemahan: Mengetahui area mana yang sudah baik dan area mana yang memerlukan perhatian lebih.
  2. Melakukan Analisis Akar Masalah: Menganalisis mengapa suatu indikator rendah dengan melihat keterkaitannya dengan indikator lain.
  3. Merencanakan Perbaikan: Menyusun program dan kegiatan yang relevan dan berbasis data untuk mengatasi masalah yang teridentifikasi. Perencanaan ini dituangkan dalam Rencana Kegiatan dan Anggaran Sekolah (RKAS).

Menghindari Kesalahan Interpretasi

Penting bagi semua pemangku kepentingan untuk menghindari miskonsepsi umum terkait ANBK:

Kesimpulan: Era Baru Evaluasi Pendidikan

Kehadiran Asesmen Nasional Berbasis Komputer, khususnya pada tingkat Sekolah Dasar, menandai sebuah lompatan paradigma dalam cara kita memandang dan melaksanakan evaluasi pendidikan di Indonesia. Ini adalah pergeseran dari budaya tes yang penuh tekanan menuju budaya refleksi dan perbaikan berkelanjutan. ANBK bukan sekadar program, melainkan sebuah filosofi yang menempatkan peningkatan kualitas pembelajaran sebagai tujuan utamanya.

Dengan tiga instrumennya yang saling melengkapi—AKM, Survei Karakter, dan Survei Lingkungan Belajar—ANBK memberikan potret yang jauh lebih utuh dan bermakna tentang kesehatan sebuah ekosistem sekolah. Ia mengajak kita untuk melihat melampaui angka dan skor, untuk memahami proses, konteks, dan karakter yang membentuk pengalaman belajar siswa. Pada akhirnya, data yang dihasilkan dari ANBK bukanlah sebuah vonis, melainkan sebuah peta jalan yang dapat memandu setiap satuan pendidikan dalam perjalanan mereka untuk menjadi lebih baik, demi menciptakan generasi penerus bangsa yang kompeten, berkarakter, dan siap menghadapi tantangan zaman.

🏠 Homepage