Membedah Asesmen Nasional Berbasis Komputer (ANBK) Tingkat SMA
Dunia pendidikan terus bergerak dinamis, mencari format evaluasi yang paling relevan untuk mengukur dan meningkatkan kualitas pembelajaran. Salah satu transformasi paling signifikan dalam sistem evaluasi pendidikan di Indonesia adalah pergeseran dari Ujian Nasional (UN) ke Asesmen Nasional Berbasis Komputer (ANBK). Khususnya di jenjang Sekolah Menengah Atas (SMA), ANBK membawa paradigma baru yang tidak lagi berfokus pada kelulusan individu, melainkan pada pemetaan mutu sistem pendidikan secara menyeluruh. Artikel ini akan mengupas tuntas seluk-beluk ANBK SMA, mulai dari filosofi dasarnya, instrumen yang digunakan, teknis pelaksanaan, hingga cara memanfaatkan hasilnya untuk perbaikan berkelanjutan.
Bab 1: Memahami Filosofi di Balik ANBK
Untuk memahami ANBK secara utuh, kita perlu menyelami alasan mendasar di balik perubahannya dari UN. Ujian Nasional, selama bertahun-tahun, menjadi momok yang menegangkan bagi siswa, guru, dan orang tua. Sifatnya yang high-stakes, atau berisiko tinggi, menjadikannya penentu tunggal kelulusan siswa. Akibatnya, proses pembelajaran di sekolah sering kali terdistorsi menjadi sekadar latihan soal dan penghafalan materi demi mencapai skor tinggi, mengesampingkan pengembangan kompetensi yang lebih esensial seperti kemampuan bernalar kritis, kreativitas, dan kolaborasi.
Kelemahan UN inilah yang mendorong lahirnya ANBK. Pemerintah, melalui Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, merancang ANBK bukan sebagai alat untuk menghakimi siswa, melainkan sebagai sebuah cermin. Cermin yang merefleksikan kualitas proses belajar-mengajar di setiap satuan pendidikan. Tujuannya adalah untuk memberikan umpan balik yang konstruktif kepada sekolah dan pemerintah daerah agar mereka dapat mengidentifikasi area yang perlu diperbaiki.
Pergeseran Fokus: Dari Individu ke Sistem
Perbedaan fundamental antara UN dan ANBK terletak pada objek yang dievaluasi. UN mengevaluasi pencapaian akademik individu siswa di akhir jenjang pendidikan. Sebaliknya, ANBK mengevaluasi kualitas sistem pendidikan di sebuah sekolah. Inilah mengapa peserta ANBK bukanlah seluruh siswa di tingkat akhir, melainkan sampel siswa yang dipilih secara acak dari kelas XI. Pemilihan siswa kelas XI juga strategis, karena hasil asesmen dapat digunakan untuk perbaikan pembelajaran selama satu tahun sebelum siswa tersebut lulus.
Dengan menghilangkan beban penentu kelulusan, ANBK diharapkan dapat mengurangi tingkat stres siswa dan mengembalikan esensi belajar yang sesungguhnya. Siswa dapat mengikuti asesmen dengan lebih jujur dan tanpa tekanan, sehingga data yang dihasilkan menjadi lebih valid dalam memotret kondisi nyata di lapangan. ANBK adalah alat diagnostik, bukan vonis. Hasilnya tidak akan tertera di ijazah siswa, melainkan diolah menjadi sebuah laporan komprehensif yang disebut Rapor Pendidikan.
Bab 2: Tiga Instrumen Utama dalam ANBK
ANBK dirancang sebagai sebuah asesmen holistik yang mengukur berbagai aspek penting dalam pendidikan. Untuk mencapai tujuan tersebut, ANBK menggunakan tiga instrumen utama yang saling melengkapi. Ketiganya adalah Asesmen Kompetensi Minimum (AKM), Survei Karakter, dan Survei Lingkungan Belajar.
A. Asesmen Kompetensi Minimum (AKM)
AKM adalah jantung dari ANBK yang mengukur dua kompetensi mendasar yang diperlukan oleh semua siswa, terlepas dari apa pun profesi mereka di masa depan. Kompetensi ini adalah literasi membaca dan literasi numerasi. Istilah "minimum" digunakan untuk menekankan bahwa AKM mengukur kompetensi esensial yang seharusnya dimiliki oleh setiap individu untuk dapat berfungsi secara produktif dalam masyarakat.
1. Literasi Membaca
Literasi membaca didefinisikan sebagai kemampuan untuk memahami, menggunakan, mengevaluasi, dan merefleksikan berbagai jenis teks untuk menyelesaikan masalah dan mengembangkan kapasitas individu sebagai warga Indonesia dan warga dunia agar dapat berkontribusi secara produktif kepada masyarakat.
Definisi ini menunjukkan bahwa literasi bukan sekadar kemampuan membaca secara harfiah. Ini adalah kemampuan berpikir tingkat tinggi yang melibatkan analisis mendalam terhadap teks. Dalam AKM, literasi membaca diukur melalui tiga komponen utama:
- Konten: Jenis teks yang digunakan dalam asesmen. Terdapat dua jenis utama, yaitu Teks Informasi (teks yang bertujuan untuk memberikan fakta, data, dan pengetahuan, seperti artikel ilmiah, berita, dan infografis) dan Teks Fiksi (teks yang bertujuan untuk menghibur dan memberikan pengalaman emosional, seperti cerpen, novel, dan puisi).
-
Proses Kognitif: Tingkatan proses berpikir yang diukur. Terdiri dari:
- Menemukan Informasi: Kemampuan mencari, mengakses, dan menemukan informasi spesifik yang tersurat dalam teks.
- Interpretasi dan Integrasi: Kemampuan memahami informasi tersurat maupun tersirat, memadukan ide-ide antar bagian teks, dan membuat inferensi atau kesimpulan.
- Evaluasi dan Refleksi: Kemampuan menilai kredibilitas dan kesesuaian teks dengan konteks, serta merefleksikan isi teks untuk pengambilan keputusan atau menghubungkannya dengan pengalaman pribadi.
- Konteks: Latar atau situasi di mana teks tersebut digunakan. Meliputi konteks Personal (berkaitan dengan kepentingan diri sendiri), Sosial Budaya (berkaitan dengan kepentingan masyarakat atau budaya), dan Saintifik (berkaitan dengan isu atau aktivitas ilmiah).
2. Literasi Numerasi
Numerasi adalah kemampuan berpikir menggunakan konsep, prosedur, fakta, dan alat matematika untuk menyelesaikan masalah sehari-hari pada berbagai jenis konteks yang relevan bagi individu sebagai warga negara Indonesia dan dunia.
Sama seperti literasi membaca, numerasi melampaui kemampuan berhitung dasar. Ini adalah tentang mengaplikasikan penalaran matematis dalam kehidupan nyata. Komponen yang diukur dalam numerasi adalah:
- Konten: Topik-topik matematika yang relevan. Meliputi Bilangan (pemahaman tentang angka, operasi hitung), Pengukuran dan Geometri (pemahaman tentang ukuran, bentuk, dan ruang), Data dan Ketidakpastian (kemampuan menganalisis data, grafik, tabel, dan memahami probabilitas), serta Aljabar (pemahaman tentang pola dan hubungan).
-
Proses Kognitif: Tingkatan proses berpikir matematis. Terdiri dari:
- Pemahaman: Kemampuan memahami fakta, prosedur, serta konsep matematika.
- Penerapan: Kemampuan menerapkan konsep matematika untuk menyelesaikan masalah rutin dalam konteks nyata.
- Penalaran: Kemampuan bernalar dengan konsep matematika untuk menyelesaikan masalah non-rutin, menganalisis, dan membuat kesimpulan.
- Konteks: Situasi yang digunakan dalam soal. Sama seperti literasi, konteksnya meliputi Personal, Sosial Budaya, dan Saintifik.
Soal-soal AKM dirancang untuk mendorong penalaran. Siswa tidak hanya diminta untuk mengingat rumus, tetapi juga untuk menganalisis situasi, memilih strategi yang tepat, dan menjustifikasi jawaban mereka. Bentuk soalnya pun beragam, mulai dari pilihan ganda, pilihan ganda kompleks (jawaban lebih dari satu), menjodohkan, isian singkat, hingga uraian.
B. Survei Karakter
Pendidikan tidak hanya bertujuan untuk mencerdaskan secara kognitif, tetapi juga untuk membentuk karakter mulia. Instrumen kedua, Survei Karakter, dirancang untuk mengukur hasil belajar non-kognitif siswa yang mencerminkan nilai-nilai luhur Pancasila. Survei ini memberikan gambaran tentang sikap, nilai, dan keyakinan siswa.
Aspek-aspek yang diukur dalam Survei Karakter selaras dengan profil Pelajar Pancasila, yaitu:
- Beriman, Bertakwa kepada Tuhan YME, dan Berakhlak Mulia: Mengukur akhlak beragama, akhlak pribadi, akhlak kepada manusia, akhlak kepada alam, dan akhlak bernegara.
- Berkebinekaan Global: Mengukur kemampuan mengenal dan menghargai budaya, kemampuan komunikasi interkultural, serta refleksi dan tanggung jawab terhadap pengalaman kebinekaan.
- Bergotong Royong: Mengukur kemampuan kolaborasi, kepedulian, dan berbagi dengan sesama.
- Mandiri: Mengukur kesadaran akan diri dan situasi yang dihadapi serta regulasi diri.
- Bernalar Kritis: Mengukur kemampuan memperoleh dan memproses informasi dan gagasan, menganalisis dan mengevaluasi penalaran, merefleksikan pemikiran, dan mengambil keputusan.
- Kreatif: Mengukur kemampuan menghasilkan gagasan yang orisinal serta menghasilkan karya dan tindakan yang orisinal.
Penting untuk dicatat bahwa Survei Karakter bukanlah tes kepribadian. Tidak ada jawaban yang benar atau salah. Tujuannya adalah untuk mendapatkan potret karakter siswa di tingkat sekolah, yang nantinya menjadi bahan refleksi bagi sekolah untuk menciptakan program-program pembinaan karakter yang lebih efektif.
C. Survei Lingkungan Belajar
Hasil belajar siswa sangat dipengaruhi oleh lingkungan tempat mereka belajar. Instrumen ketiga, Survei Lingkungan Belajar, bertujuan untuk memotret kualitas berbagai aspek input dan proses belajar-mengajar di satuan pendidikan. Survei ini diisi oleh seluruh komponen sekolah: siswa, guru, dan kepala sekolah.
Dengan mengumpulkan data dari berbagai perspektif, survei ini memberikan gambaran yang komprehensif tentang iklim sekolah. Beberapa aspek penting yang diukur antara lain:
- Iklim Keamanan Sekolah: Persepsi tentang tingkat keamanan fisik dan psikologis di sekolah, termasuk isu perundungan (bullying), kekerasan seksual, dan penyalahgunaan narkoba.
- Iklim Kebinekaan Sekolah: Sejauh mana sekolah mempraktikkan sikap toleransi beragama, menghargai perbedaan, dan memberikan dukungan kepada siswa dari berbagai latar belakang.
- Kualitas Pembelajaran: Persepsi siswa dan guru tentang praktik pengajaran di kelas, seperti manajemen kelas yang efektif, dukungan afektif dari guru, dan metode pembelajaran yang merangsang aktivitas kognitif siswa.
- Refleksi dan Pengembangan Guru: Sejauh mana guru melakukan refleksi terhadap praktik mengajarnya dan berpartisipasi dalam program pengembangan profesional.
- Kepemimpinan Instruksional Kepala Sekolah: Peran kepala sekolah dalam merumuskan visi-misi, memandu perencanaan, dan memfasilitasi program-program yang berfokus pada peningkatan kualitas pembelajaran.
Data dari Survei Lingkungan Belajar sangat krusial. Ini memberikan konteks terhadap hasil AKM dan Survei Karakter. Misalnya, jika skor AKM sebuah sekolah rendah, data dari survei ini bisa membantu mengidentifikasi kemungkinan penyebabnya, apakah karena kualitas pembelajarannya yang kurang baik, iklim sekolah yang tidak aman, atau faktor lainnya.
Bab 3: Pelaksanaan Teknis ANBK SMA
Pelaksanaan ANBK yang berbasis komputer menuntut kesiapan teknis dari sekolah. Terdapat beberapa aspek penting yang perlu dipahami terkait mekanisme pelaksanaannya.
Peserta Asesmen
Seperti yang telah disebutkan, peserta ANBK di jenjang SMA adalah siswa kelas XI. Mereka tidak dipilih berdasarkan prestasi akademik, melainkan melalui metode pengambilan sampel acak (random sampling) oleh sistem pusat. Jumlah maksimum peserta dari setiap sekolah adalah 45 siswa, dengan tambahan 5 siswa sebagai cadangan. Pemilihan acak ini bertujuan untuk mendapatkan data yang representatif tanpa memberikan beban berlebih pada sekolah dan siswa. Selain siswa, seluruh guru dan kepala sekolah juga menjadi responden untuk Survei Lingkungan Belajar.
Moda Pelaksanaan
Sekolah diberikan fleksibilitas untuk memilih moda pelaksanaan ANBK yang paling sesuai dengan kondisi infrastruktur mereka. Terdapat dua moda utama:
- Moda Online Penuh: Dalam moda ini, setiap komputer klien (komputer yang digunakan siswa) harus terhubung langsung ke internet dengan bandwidth yang stabil dan memadai. Seluruh data asesmen dikirim dan diterima secara langsung dari server pusat. Moda ini lebih sederhana dari segi penyiapan jaringan lokal, tetapi sangat bergantung pada kualitas koneksi internet.
- Moda Semi-Online: Moda ini menjadi solusi bagi sekolah dengan koneksi internet yang kurang stabil. Sekolah perlu menyiapkan satu komputer proktor yang berfungsi sebagai server lokal. Komputer proktor ini akan mengunduh paket soal dari server pusat terlebih dahulu. Selama pelaksanaan asesmen, komputer klien hanya perlu terhubung ke komputer proktor melalui jaringan area lokal (LAN). Koneksi internet hanya dibutuhkan saat sinkronisasi data sebelum dan sesudah asesmen.
Jadwal dan Alokasi Waktu
Pelaksanaan ANBK untuk siswa biasanya dijadwalkan selama dua hari. Alokasi waktu telah dirancang dengan cermat untuk setiap instrumen. Berikut adalah contoh struktur jadwal tipikal:
Hari Pertama:
- Latihan Soal (10 menit)
- Asesmen Literasi Membaca (90 menit)
- Survei Karakter (30 menit)
Hari Kedua:
- Latihan Soal (10 menit)
- Asesmen Numerasi (90 menit)
- Survei Lingkungan Belajar (30 menit)
Bentuk Soal dan Sifat Adaptif (CAT)
Salah satu keunggulan ANBK adalah penggunaan Computerized Adaptive Testing (CAT) dalam instrumen AKM. CAT adalah sebuah metode penyajian soal yang cerdas, di mana tingkat kesulitan soal berikutnya yang akan diterima siswa bergantung pada kemampuannya dalam menjawab soal sebelumnya.
Mekanismenya bekerja sebagai berikut: Setiap siswa akan memulai dengan paket soal pada tingkat kesulitan sedang. Jika siswa mampu menjawab dengan benar, sistem akan memberikan soal berikutnya yang sedikit lebih sulit. Sebaliknya, jika siswa menjawab salah, soal berikutnya akan lebih mudah. Proses ini terus berlanjut hingga asesmen selesai.
Keuntungan utama dari CAT adalah efisiensi dan akurasi pengukuran. Asesmen dapat mengukur kemampuan siswa dengan lebih presisi menggunakan jumlah soal yang lebih sedikit dibandingkan tes konvensional. Ini juga membuat pengalaman tes menjadi lebih personal, karena siswa tidak akan merasa terlalu frustrasi dengan soal yang terlalu sulit atau bosan dengan soal yang terlalu mudah.
Bab 4: Strategi Persiapan Menghadapi ANBK
Meskipun ANBK tidak menentukan kelulusan individu, persiapan yang baik tetap diperlukan agar hasil asesmen benar-benar mencerminkan kemampuan siswa dan kondisi sekolah yang sesungguhnya. Persiapan ini harus melibatkan siswa, guru, dan seluruh ekosistem sekolah.
Strategi untuk Siswa
Fokus persiapan siswa bukanlah menghafal materi, melainkan mengasah kemampuan bernalar dan membiasakan diri dengan format soal.
- Perkuat Budaya Literasi: Jangan membatasi diri pada buku pelajaran. Bacalah beragam jenis teks, seperti artikel berita, esai, ulasan produk, infografis, dan bahkan karya sastra. Saat membaca, berlatihlah untuk menemukan ide utama, memahami informasi tersirat, dan mengevaluasi argumen penulis.
- Terapkan Numerasi dalam Keseharian: Latih kemampuan menganalisis data yang ada di sekitar Anda, seperti membaca grafik statistik di berita, menghitung diskon saat berbelanja, atau menginterpretasi data pada tagihan listrik. Pahami konsep matematika di balik fenomena sehari-hari.
- Latihan Berpikir Kritis: Biasakan untuk bertanya "mengapa" dan "bagaimana". Jangan menerima informasi begitu saja. Coba analisis dari berbagai sudut pandang, identifikasi asumsi, dan buat kesimpulan berdasarkan bukti yang ada.
- Manfaatkan Simulasi: Kementerian menyediakan platform simulasi ANBK melalui situs web Pusat Asesmen Pendidikan (Pusmenjar). Manfaatkan fasilitas ini untuk membiasakan diri dengan antarmuka aplikasi, jenis-jenis soal, dan cara menjawabnya (misalnya, cara memilih lebih dari satu jawaban pada soal pilihan ganda kompleks).
- Jaga Ketenangan: Ingatlah bahwa ANBK adalah asesmen low-stakes. Tidak ada tekanan untuk lulus. Kerjakan asesmen dengan jujur dan sungguh-sungguh untuk membantu sekolah mendapatkan gambaran yang akurat.
Strategi untuk Guru dan Sekolah
Peran sekolah dan guru jauh lebih besar, karena ANBK pada dasarnya mengevaluasi kualitas sistem yang mereka bangun.
- Transformasi Paradigma Mengajar: Pindah dari metode pengajaran yang berpusat pada guru (ceramah) ke metode yang berpusat pada siswa. Terapkan model pembelajaran yang mendorong penalaran, seperti Project-Based Learning, Problem-Based Learning, dan pembelajaran berbasis inkuiri.
- Literasi dan Numerasi Lintas Mata Pelajaran: Jangan menganggap literasi hanya tanggung jawab guru Bahasa Indonesia dan numerasi hanya tanggung jawab guru Matematika. Guru Sejarah bisa melatih siswa mengevaluasi kredibilitas sumber teks sejarah. Guru Biologi bisa meminta siswa menginterpretasi grafik pertumbuhan populasi. Guru Seni Budaya bisa meminta siswa menganalisis teks ulasan pertunjukan.
- Ciptakan Lingkungan Belajar yang Positif: Hasil Survei Karakter dan Survei Lingkungan Belajar sangat bergantung pada budaya sekolah. Ciptakan iklim yang aman, inklusif, dan bebas dari perundungan. Dorong kolaborasi antar siswa dan bangun hubungan yang positif antara guru dan siswa.
- Gunakan Data untuk Refleksi: Manfaatkan hasil Rapor Pendidikan dari ANBK sebelumnya. Identifikasi area mana yang sudah baik dan mana yang masih perlu perbaikan. Gunakan data tersebut sebagai dasar untuk menyusun Rencana Kerja Sekolah (RKS) yang lebih terarah.
- Lakukan Sosialisasi dan Gladi Bersih: Pastikan seluruh siswa, terutama yang menjadi sampel, memahami tujuan dan teknis pelaksanaan ANBK. Laksanakan gladi bersih untuk menguji kesiapan teknis (komputer, jaringan, listrik) dan membiasakan siswa dengan alur asesmen.
Bab 5: Menganalisis dan Memanfaatkan Hasil ANBK
Puncak dari siklus ANBK adalah pemanfaatan hasilnya, yang disajikan dalam sebuah platform digital bernama Rapor Pendidikan. Platform ini adalah alat bantu utama bagi sekolah, dinas pendidikan, dan pemerintah daerah untuk melakukan perbaikan mutu pendidikan berbasis data.
Memahami Rapor Pendidikan
Rapor Pendidikan tidak menampilkan skor mentah individu, melainkan menyajikan data agregat di tingkat sekolah. Data ini disajikan dalam format yang mudah dipahami, biasanya dalam bentuk level kompetensi dan skor indeks.
Untuk hasil AKM (literasi dan numerasi), kemampuan siswa dikelompokkan ke dalam empat level:
- Perlu Intervensi Khusus: Siswa belum mampu menemukan dan mengambil informasi eksplisit yang ada dalam teks ataupun membuat interpretasi sederhana.
- Dasar: Siswa mampu menemukan dan mengambil informasi eksplisit yang ada dalam teks serta membuat interpretasi sederhana.
- Cakap: Siswa mampu membuat interpretasi dari informasi implisit yang ada dalam teks, mampu membuat simpulan dari hasil integrasi beberapa informasi dalam suatu teks.
- Mahir: Siswa mampu mengintegrasikan beberapa informasi lintas teks; mengevaluasi isi, kualitas, cara penulisan suatu teks, dan bersikap reflektif terhadap isi teks.
Rapor Pendidikan akan menunjukkan persentase siswa di setiap level ini. Sementara itu, hasil Survei Karakter dan Survei Lingkungan Belajar disajikan dalam bentuk skor indeks dengan kategori seperti "Baik", "Sedang", atau "Kurang".
Siklus Perbaikan: Identifikasi, Refleksi, dan Benahi (IRB)
Tujuan utama Rapor Pendidikan adalah untuk memicu siklus perbaikan berkelanjutan yang dikenal dengan alur IRB: Identifikasi, Refleksi, dan Benahi.
- Identifikasi: Langkah pertama adalah sekolah mempelajari data di Rapor Pendidikan. Sekolah mengidentifikasi indikator-indikator yang capaiannya sudah baik (sebagai kekuatan) dan yang masih rendah (sebagai area yang perlu perbaikan). Misalnya, sebuah sekolah mungkin menemukan bahwa kemampuan numerasi siswa berada di level "Dasar" dan iklim keamanannya berada di kategori "Kurang".
- Refleksi: Setelah mengidentifikasi masalah, sekolah melakukan refleksi mendalam untuk mencari akar penyebabnya. Mengapa kemampuan numerasi rendah? Apakah karena metode pengajaran guru matematika kurang variatif? Apakah siswa kurang dilatih soal-soal penalaran? Mengapa iklim keamanan kurang? Apakah karena program anti-perundungan belum efektif? Apakah pengawasan di jam istirahat kurang?
- Benahi: Berdasarkan hasil refleksi, sekolah merumuskan program atau kegiatan konkret untuk mengatasi akar masalah tersebut. Program ini kemudian dimasukkan ke dalam perencanaan dan anggaran sekolah. Contoh pembenahan untuk masalah numerasi adalah mengadakan pelatihan bagi guru tentang metode pembelajaran numerasi lintas mapel. Untuk masalah keamanan, sekolah bisa membentuk Satgas Anti-Perundungan yang melibatkan siswa dan guru.
Siklus ini terus berulang setiap tahun. Hasil ANBK berikutnya akan menjadi alat untuk mengevaluasi apakah program pembenahan yang telah dilakukan berhasil atau perlu dimodifikasi lebih lanjut.
Kesimpulan: ANBK sebagai Kompas Pendidikan
Asesmen Nasional Berbasis Komputer (ANBK) untuk jenjang SMA menandai sebuah evolusi penting dalam cara kita memandang evaluasi pendidikan. Ia beralih dari sebuah ajang penentuan nasib individu menjadi sebuah mekanisme diagnostik sistemik. ANBK bukanlah tujuan akhir, melainkan sebuah kompas yang memberikan arah bagi perbaikan mutu pendidikan.
Dengan tiga instrumennya yang komprehensif—AKM, Survei Karakter, dan Survei Lingkungan Belajar—ANBK memberikan potret holistik tentang apa yang terjadi di dalam ruang-ruang kelas dan di lingkungan sekolah. Fokusnya pada kompetensi mendasar seperti literasi dan numerasi, serta penekanannya pada karakter dan iklim belajar yang positif, sejalan dengan tuntutan keterampilan abad ke-21.
Keberhasilan ANBK pada akhirnya tidak diukur dari naiknya skor semata, tetapi dari sejauh mana data yang dihasilkannya mampu memicu refleksi, mendorong inovasi, dan menggerakkan perubahan positif di setiap sekolah. Ini adalah sebuah upaya kolaboratif yang membutuhkan komitmen dari semua pihak—siswa, guru, kepala sekolah, dan pemangku kebijakan—untuk bersama-sama membangun ekosistem pendidikan Indonesia yang lebih berkualitas, adil, dan berdaya saing.