Ilustrasi yang terinspirasi dari aksara Lontara.
Indonesia kaya akan keberagaman bahasa daerahnya, dan di antara permata linguistik yang dimiliki Nusantara, aksara serta bahasa Lontara memiliki tempat yang istimewa. Berasal dari Sulawesi Selatan, khususnya komunitas Bugis dan Makassar, Lontara bukan sekadar alat komunikasi semata, melainkan cerminan mendalam dari sejarah, budaya, dan kearifan lokal yang telah diwariskan turun-temurun.
Apa Itu Bahasa Daerah Lontara?
Secara umum, ketika kita berbicara tentang "bahasa daerah Lontara," kita merujuk pada dua aspek utama: aksara Lontara dan bahasa yang ditulis menggunakan aksara tersebut. Aksara Lontara adalah sistem penulisan abugida yang berasal dari rumpun aksara Brahmi di India. Bentuknya yang unik, terdiri dari goresan-goresan melengkung dan garis vertikal, membuatnya mudah dikenali.
Aksara Lontara dahulu kala ditulis di atas daun lontar (sehingga disebut Lontara) atau kulit kayu. Seiring perkembangan zaman, penulisannya beralih ke kertas, namun namanya tetap lestari. Aksara ini digunakan untuk merekam berbagai macam naskah, mulai dari catatan sejarah, lontara-lontara genealogis raja-raja, karya sastra seperti puisi dan prosa, hingga hukum adat dan pedoman hidup masyarakat.
Bahasa yang menggunakan aksara Lontara pada dasarnya adalah bahasa daerah yang dituturkan oleh masyarakat Bugis dan Makassar. Bahasa Bugis dan bahasa Makassar, meskipun memiliki perbedaan, seringkali dikelompokkan bersama karena akar linguistik dan kesejarahan yang sama, serta keduanya menggunakan aksara Lontara sebagai media penulisannya.
Sejarah dan Perkembangan Aksara Lontara
Asal-usul aksara Lontara diperkirakan berasal dari aksara Kawi (Jawa Kuno) yang kemudian mengalami modifikasi sesuai dengan kebutuhan dan estetika lokal. Sejarah penggunaan aksara ini sangat panjang, diperkirakan sudah ada sejak abad ke-14 atau bahkan lebih awal. Lontara menjadi medium penting dalam pelestarian pengetahuan, tradisi, dan identitas masyarakat Bugis-Makassar sebelum era modern.
Penemuan berbagai naskah kuno yang ditulis dalam aksara Lontara memberikan bukti betapa kayanya khazanah intelektual masyarakat Bugis-Makassar di masa lampau. Naskah-naskah tersebut seringkali mengandung nilai-nilai filosofis, kosmologis, dan nasihat hidup yang relevan bahkan hingga kini. Studi terhadap naskah Lontara membuka jendela pemahaman yang luas mengenai struktur sosial, sistem kepercayaan, dan pandangan dunia leluhur mereka.
Fungsi dan Signifikansi Budaya
Fungsi utama Lontara dalam masyarakat tradisional adalah sebagai media pencatatan dan transmisi pengetahuan. Naskah-naskah lontara berfungsi sebagai pustaka masyarakat, tempat di mana ilmu pengetahuan, cerita rakyat, dan nilai-nilai luhur disimpan dan dibagikan. Setiap keluarga bangsawan atau tokoh penting biasanya memiliki koleksi lontara mereka sendiri.
Lebih dari sekadar rekaman, aksara Lontara juga memiliki nilai estetika dan simbolisme. Bentuknya yang khas diyakini memiliki makna mendalam, dan proses penulisan serta pembacaannya sendiri merupakan sebuah seni. Dalam konteks yang lebih luas, Lontara menjadi salah satu pilar identitas budaya Bugis-Makassar. Keberadaannya membedakan mereka dari kelompok etnis lain dan memperkuat rasa kebanggaan terhadap warisan leluhur.
Tantangan dan Upaya Pelestarian
Di era digital dan globalisasi ini, bahasa daerah, termasuk yang menggunakan aksara Lontara, menghadapi tantangan serius. Pengaruh bahasa asing, minimnya generasi muda yang menguasai aksara dan bahasa ini, serta kurangnya materi pembelajaran yang memadai menjadi ancaman bagi kelangsungan Lontara.
Namun, semangat pelestarian tetap membara. Berbagai upaya dilakukan oleh pemerintah, akademisi, komunitas, dan pegiat budaya. Pelatihan menulis aksara Lontara, pengembangan aplikasi pembelajaran digital, pembuatan kamus dwibahasa, serta integrasi Lontara ke dalam kurikulum sekolah menjadi beberapa langkah konkret yang diambil. Sosialisasi melalui media sosial, pameran seni, dan festival budaya juga turut berperan dalam memperkenalkan kembali keunikan Lontara kepada khalayak yang lebih luas.
Mempelajari dan melestarikan bahasa daerah Lontara bukan hanya tentang menghidupkan kembali aksara kuno, tetapi juga tentang menjaga kekayaan intelektual, warisan sejarah, dan identitas sebuah bangsa. Ia adalah pengingat bahwa setiap peradaban memiliki caranya sendiri dalam mengabadikan kisah dan kearifannya, dan Lontara adalah salah satu wujud kehebatan itu di tanah Nusantara.