Proses peralihan hak atas properti melalui hibah merupakan salah satu cara yang sah dan sering digunakan untuk memindahkan kepemilikan aset, misalnya dari orang tua kepada anak. Namun, akta hibah yang telah dibuat di hadapan notaris belum serta merta mengubah status kepemilikan di Badan Pertanahan Nasional (BPN). Tahap selanjutnya yang krusial adalah memproses balik nama kepemilikan agar status hukumnya menjadi sertifikat hak milik atas nama penerima hibah. Hal ini sering menimbulkan pertanyaan mengenai biaya akta hibah menjadi sertifikat.
Biaya yang timbul dalam proses ini tidak hanya terbatas pada biaya pembuatan akta hibah awal, tetapi juga mencakup serangkaian pungutan dan jasa yang dikenakan saat proses balik nama di BPN dilakukan. Memahami komponen biaya ini sangat penting untuk perencanaan keuangan yang matang.
Proses konversi akta hibah menjadi sertifikat atas nama penerima hibah melibatkan beberapa pos pengeluaran utama. Secara garis besar, biaya ini terbagi menjadi dua kategori besar: biaya notaris/PPAT dan biaya yang dibayarkan kepada negara (PNBP dan BPHTB).
Jika proses hibah dilakukan melalui PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah) atau Notaris, akan ada biaya jasa profesional yang dikenakan. Biaya ini biasanya dihitung berdasarkan persentase dari nilai objek yang dihibahkan, namun ada batas maksimum dan minimum yang ditetapkan oleh peraturan. Jika akta hibah sudah ada, komponen ini dilewati, namun jika belum, ini adalah langkah awal yang harus dibiayai.
Ini seringkali menjadi komponen biaya terbesar dalam proses balik nama karena hibah dianggap sebagai perolehan hak baru. Tarif BPHTB ditetapkan oleh pemerintah daerah (APBD) setempat, namun umumnya berkisar antara 2,5% hingga 5% dari Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP). Nilai NPOP ini didasarkan pada perbandingan antara Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) dengan harga transaksi yang wajar.
PNBP adalah biaya yang dibayarkan langsung kepada negara melalui BPN untuk proses administratif pendaftaran peralihan hak dan penerbitan sertifikat baru. Biaya ini sifatnya relatif tetap atau dihitung berdasarkan luas tanah, namun umumnya lebih kecil dibandingkan BPHTB.
Meliputi biaya pengecekan sertifikat di BPN, biaya pengukuran ulang jika diperlukan (walaupun jarang untuk proses balik nama murni), serta biaya administrasi lain yang dikenakan oleh Kantor Pertanahan setempat.
Misalnya, sebidang tanah di Jakarta dengan NJOP Rp 500.000.000,-. Jika diasumsikan nilai transaksi yang disepakati (NPOP) sama dengan NJOP, dan tarif BPHTB daerah adalah 3%:
Total perkiraan biaya akta hibah menjadi sertifikat dalam contoh ini bisa mencapai sekitar Rp 20.500.000,- di luar potensi keringanan pajak.
Proses ini paling efisien jika dilakukan melalui PPAT yang berwenang di wilayah properti tersebut. Alurnya umumnya meliputi:
Dokumen utama yang diperlukan adalah Akta Hibah, Sertifikat Asli, KTP para pihak, dan Surat Keterangan Waris (jika hibah dilakukan dari ahli waris). Pastikan semua dokumen legalitas, termasuk bukti pembayaran PBB terbaru, telah disiapkan.
Kesimpulannya, meskipun proses hibah memberikan kepastian hukum awal melalui akta notaris, biaya signifikan (terutama BPHTB) perlu diantisipasi saat mengubah kepemilikan tersebut ke dalam bentuk sertifikat yang sah di mata BPN. Konsultasi detail dengan PPAT adalah langkah terbaik untuk mendapatkan estimasi biaya yang paling akurat sesuai lokasi properti Anda.