Hibah properti, dalam konteks hukum di Indonesia, adalah pengalihan hak atas suatu benda berupa tanah dan/atau bangunan yang dilakukan oleh penghibah kepada penerima hibah tanpa adanya imbalan. Proses formalisasi hibah ini wajib dilakukan di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dalam bentuk Akta Hibah. Keputusan ini sering diambil karena faktor kekeluargaan, perencanaan waris dini, atau kemudahan transfer kepemilikan selama pemberi hibah masih hidup.
Namun, aspek yang paling sering dipertanyakan oleh masyarakat awam adalah mengenai biaya pembuatan akta hibah rumah. Biaya ini tidak tunggal, melainkan terdiri dari beberapa komponen yang dipengaruhi oleh nilai ekonomis properti yang dihibahkan serta jasa notaris/PPAT.
Biaya pembuatan Akta Hibah pada dasarnya terbagi menjadi dua kategori besar: biaya notaris/PPAT dan biaya penerimaan negara bukan pajak (PNBP) yang terkait dengan peralihan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB-TB).
Jasa PPAT meliputi biaya pembuatan akta, administrasi, dan pemeriksaan kelengkapan dokumen. Besaran biaya ini diatur berdasarkan Peraturan Pemerintah dan peraturan Ikatan Notaris Indonesia (INI) atau Ikatan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Umumnya, biaya jasa ini dihitung berdasarkan persentase dari Nilai Pasar Objek Pajak (NJOP) atau nilai transaksi, namun ada juga tarif minimal yang diberlakukan.
Untuk hibah, tarif jasa PPAT biasanya berkisar antara 1 hingga 2,5 persen dari nilai objek yang dihibahkan, tergantung kesepakatan dan kompleksitas kasus.
Ini adalah komponen biaya terbesar kedua. BPHTB dikenakan atas setiap peralihan hak, termasuk hibah. Berdasarkan peraturan daerah setempat, tarif BPHTB umumnya adalah 5% dari Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP). NPOP ini sering kali ditentukan oleh NJOP yang berlaku, meskipun dalam praktiknya nilai transaksi riil bisa menjadi dasar perhitungan jika nilainya lebih tinggi.
Perlu dicatat bahwa untuk hibah antar anggota keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat (orang tua ke anak, atau sebaliknya), beberapa daerah memberikan pembebasan atau diskon signifikan untuk BPHTB-TB. Pastikan Anda mengonfirmasi regulasi di Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) setempat.
Komponen tambahan meliputi:
Rumus Sederhana (Ilustratif):
Total Biaya ≈ (Jasa PPAT) + (5% x Nilai Objek - Potensi Diskon BPHTB) + Biaya Administrasi.
Contoh: Jika rumah bernilai Rp 500 Juta, biaya jasa PPAT (misalnya 1,5%) sekitar Rp 7,5 Juta. BPHTB (5%) adalah Rp 25 Juta, sebelum dikurangi diskon keluarga.
Selain biaya pembuatan akta, penting juga memahami implikasi Pajak Penghasilan (PPh). Dalam konteks hibah, penerima hibah (ahli waris) secara umum tidak dikenakan PPh atas penghasilan karena ia dianggap bukan transaksi ekonomi yang menghasilkan laba. Namun, jika penerima hibah bukan keluarga sedarah, atau jika pemerintah daerah menentukan lain, PPh bisa saja timbul.
Memastikan semua pembayaran pajak dan administrasi telah lunas sebelum balik nama adalah kunci agar proses berjalan lancar dan biaya pembuatan akta hibah rumah tidak membengkak karena denda keterlambatan.
Biaya pembuatan akta hibah rumah bervariasi tergantung lokasi properti dan nilai aset. Komponen terbesarnya adalah BPHTB. Sangat disarankan untuk berkonsultasi langsung dengan PPAT di wilayah properti berada. Mereka akan memberikan rincian biaya yang akurat berdasarkan regulasi daerah dan status hubungan kekeluargaan antara penghibah dan penerima hibah, sehingga Anda bisa mempersiapkan anggaran secara tepat.