Kurikulum 2013 (K-13) menekankan pada pengembangan utuh peserta didik, tidak hanya pada ranah kognitif (pengetahuan) dan psikomotorik (keterampilan), tetapi juga pada ranah afektif (sikap dan nilai). Ranah afektif ini mencakup penerimaan (receiving), respons (responding), apresiasi (valuing), organisasi, hingga internalisasi nilai. Penilaian afektif bertujuan untuk memetakan bagaimana siswa menginternalisasi nilai-nilai karakter yang diajarkan di sekolah.
Meskipun penting, penilaian aspek afektif sering kali dianggap paling menantang bagi guru karena sifatnya yang subjektif dan internal. Namun, dengan instrumen yang tepat, penilaian ini dapat dilakukan secara sistematis dan objektif sebisa mungkin.
Dalam konteks Kurikulum 2013, penilaian afektif sebagian besar dilakukan melalui teknik observasi (pengamatan) yang sistematis selama proses pembelajaran berlangsung. Berikut adalah instrumen kunci yang digunakan:
Jurnal adalah catatan harian guru mengenai perilaku, sikap, atau kejadian menonjol yang melibatkan siswa selama proses belajar mengajar. Jurnal ini harus fokus pada deskripsi perilaku spesifik, bukan penilaian akhir.
Melibatkan rekan sebaya untuk memberikan penilaian terhadap sikap teman mereka. Penilaian ini sangat efektif untuk mengukur aspek sosial seperti kerjasama, kejujuran saat ujian, dan kepedulian.
Siswa merefleksikan perilakunya sendiri berdasarkan kriteria sikap yang telah ditetapkan. Ini mendorong tanggung jawab pribadi atas perkembangannya.
Penilaian observasi harus didasarkan pada indikator sikap yang jelas terkait dengan Kompetensi Dasar (KD) yang sedang dipelajari. Berikut adalah contoh sederhana bagaimana sebuah aspek (misalnya, Religiusitas atau Tanggung Jawab) dicatat:
| Aspek Sikap | Deskripsi Perilaku Teramati | Skala (B/SB/C/K) |
|---|---|---|
| Tanggung Jawab | Mengerjakan tugas piket kebersihan kelas tanpa diingatkan. | SB (Sangat Baik) |
| Kerjasama | Terlibat aktif dalam sesi tanya jawab tetapi tidak mau berbagi tugas. | C (Cukup) |
| Percaya Diri | Menolak untuk maju presentasi meskipun sudah dipersiapkan dengan baik. | K (Kurang) |
Catatan: Dalam K-13, hasil observasi ini kemudian diolah menjadi predikat kualitatif (Sangat Baik, Baik, Cukup, Kurang) yang dilaporkan dalam rapor, bukan sekadar nilai angka mentah.
Proses pengumpulan data afektif harus dilakukan secara berkelanjutan sepanjang semester. Guru tidak hanya mencatat kejadian positif, tetapi juga kejadian negatif yang memerlukan tindak lanjut pembinaan. Penting ditekankan bahwa penilaian afektif berfokus pada perkembangan, bukan penghukuman.
Pengolahan akhir melibatkan sintesis dari semua instrumen (jurnal, observasi sejawat, dan penilaian diri). Jika hasil penilaian diri siswa menunjukkan tingkat yang sangat berbeda dengan observasi guru, guru perlu melakukan wawancara singkat untuk menggali pemahaman siswa mengenai sikap tersebut. Tujuannya adalah memastikan bahwa nilai-nilai karakter yang diharapkan telah terinternalisasi secara konsisten dalam perilaku sehari-hari siswa di lingkungan sekolah.
Meskipun Kurikulum Merdeka telah diluncurkan, pemahaman terhadap penilaian afektif K-13 tetap relevan karena banyak prinsip penguatan karakter yang diadopsi dan dikembangkan dalam kerangka kurikulum baru, menekankan pentingnya penilaian otentik terhadap proses pembentukan karakter.