Penilaian afektif merujuk pada evaluasi aspek sikap, kepribadian, nilai, minat, dan keterampilan sosial siswa yang berkaitan dengan domain perasaan dan emosi. Berbeda dengan penilaian kognitif (pengetahuan) atau psikomotorik (keterampilan fisik), penilaian afektif bertujuan menangkap bagaimana siswa merespons terhadap materi pelajaran, lingkungan belajar, dan interaksi sosial.
Meskipun sering dianggap sulit diukur secara kuantitatif, penilaian afektif sangat krusial karena sikap positif seringkali menjadi prediktor keberhasilan akademis jangka panjang dan kesuksesan dalam kehidupan bermasyarakat. Guru perlu menggunakan metode yang sistematis untuk mengamati dan mendokumentasikan perkembangan karakter siswa.
Dalam konteks pendidikan di Indonesia, penilaian afektif biasanya mencakup beberapa dimensi utama yang harus diamati secara konsisten:
Penilaian afektif paling efektif dilakukan melalui observasi berkelanjutan di kelas. Guru perlu membuat rubrik atau daftar cek (checklist) yang spesifik. Berikut adalah contoh bagaimana penilaian untuk aspek "Kerja Sama" dan "Tanggung Jawab" dapat didokumentasikan:
| Aspek yang Dinilai | Indikator Perilaku Positif | Skor 1 (Belum Terlihat) | Skor 2 (Mulai Terlihat) | Skor 3 (Konsisten) |
|---|---|---|---|---|
| Kerja Sama | Aktif berbagi ide saat diskusi kelompok. | Diam/menolak ide | Kadang memberi ide | Selalu proaktif |
| Menghargai pendapat teman. | Sering memotong pembicaraan | Mendengarkan sebelum bicara | Mendukung ide teman | |
| Tanggung Jawab | Menyelesaikan tugas tepat waktu. | Sering terlambat/tidak selesai | Kadang menyelesaikan tepat waktu | Selalu tepat waktu |
| Merawat fasilitas kelas/alat. | Merusak atau mengabaikan | Memerlukan pengingat | Menjaga tanpa disuruh |
Dalam tabel di atas, skor 1, 2, dan 3 merepresentasikan tingkat penguasaan perilaku afektif tersebut oleh siswa. Penilaian ini harus dilakukan secara periodik, misalnya mingguan atau bulanan, untuk melihat tren perkembangan sikap siswa.
Selain observasi langsung, guru dapat memanfaatkan teknik lain untuk mendapatkan gambaran yang lebih komprehensif:
Penting untuk diingat bahwa tujuan utama penilaian afektif bukanlah menghakimi, melainkan memberikan umpan balik konstruktif agar siswa dapat merefleksikan dan memperbaiki perilaku sosial dan emosional mereka. Hasil penilaian ini harus dikomunikasikan secara bijak kepada siswa dan orang tua, berfokus pada area pengembangan daripada sekadar pemberian nilai akhir.