Memahami Posisi dan Makna: Dalam Al Quran Surat An Nasr Urutan ke Berapa?
نصر من الله وفتح قريب
Ilustrasi simbolis pertolongan dan kemenangan dari Allah SWT.
Pertanyaan fundamental yang sering muncul di benak kaum muslimin, terutama bagi para pemula yang sedang giat mempelajari Al-Quran, adalah mengenai susunan dan posisi setiap surat di dalamnya. Salah satu surat yang penuh makna dan signifikansi historis adalah Surat An-Nasr. Jadi, dalam Al Quran Surat An Nasr urutan ke berapa? Jawaban singkat dan pastinya adalah urutan ke-110.
Meskipun jawabannya sederhana, posisi ini menyimpan banyak pelajaran dan hikmah. Surat An-Nasr bukanlah sekadar sebuah bab di akhir kitab suci; ia adalah sebuah proklamasi agung, penanda sebuah era, dan pengingat abadi tentang hakikat kemenangan sejati. Artikel ini akan mengupas tuntas tidak hanya posisi Surat An-Nasr, tetapi juga menyelami lautan makna yang terkandung di dalamnya, mulai dari sebab turunnya, tafsir per ayat, hingga hikmah yang relevan sepanjang masa.
Penempatan Surat An-Nasr dalam Mushaf Utsmani
Dalam susunan mushaf Al-Quran yang kita kenal hari ini, yang juga dikenal sebagai Mushaf Utsmani, Surat An-Nasr menempati posisi yang sangat strategis. Ia adalah surat ke-110 dari total 114 surat. Posisinya diapit oleh dua surat pendek lainnya yang juga sarat makna:
- Sebelumnya: Surat Al-Kafirun (surat ke-109)
- Setelahnya: Surat Al-Lahab (surat ke-111)
Penting untuk memahami perbedaan antara dua jenis urutan dalam Al-Quran: tartib mushafi (urutan dalam mushaf) dan tartib nuzuli (urutan pewahyuan). Urutan ke-110 adalah tartib mushafi, yaitu urutan penulisan dan pembukuan yang telah ditetapkan berdasarkan petunjuk langsung dari Malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad ﷺ. Urutan ini bukanlah hasil ijtihad atau kesepakatan para sahabat semata, melainkan bersifat tauqifi (berdasarkan wahyu).
Di sisi lain, secara tartib nuzuli, para ulama tafsir memiliki beberapa pendapat, namun mayoritas menyatakan bahwa Surat An-Nasr adalah salah satu surat yang turun paling akhir, bahkan ada yang menyebutnya sebagai surat lengkap terakhir yang diwahyukan kepada Rasulullah ﷺ. Sebagian riwayat menyebutkan surat ini turun pada saat Haji Wada' (haji perpisahan), hanya beberapa bulan sebelum wafatnya Nabi. Fakta ini memberikan bobot emosional dan spiritual yang sangat mendalam pada kandungan surat ini. Ia seolah menjadi sinyal penutup dari sebuah misi risalah yang agung.
Teks Lengkap Surat An-Nasr Beserta Terjemahan
Surat An-Nasr terdiri dari tiga ayat yang singkat namun padat makna. Berikut adalah teks Arab, transliterasi, dan terjemahannya dalam Bahasa Indonesia.
إِذَا جَاءَ نَصْرُ اللَّهِ وَالْفَتْحُ (١)
وَرَأَيْتَ النَّاسَ يَدْخُلُونَ فِي دِينِ اللَّهِ أَفْوَاجًا (٢)
فَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ وَاسْتَغْفِرْهُ ۚ إِنَّهُ كَانَ تَوَّابًا (٣)
Transliterasi Latin:
Bismillāhir-raḥmānir-raḥīm(i).
1. Iżā jā'a naṣrullāhi wal-fatḥ(u).
2. Wa ra'aitan-nāsa yadkhulūna fī dīnillāhi afwājā(n).
3. Fa sabbiḥ biḥamdi rabbika wastagfirh(u), innahū kāna tawwābā(n).
Terjemahan Bahasa Indonesia:
Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
1. Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan,
2. dan engkau melihat manusia berbondong-bondong masuk agama Allah,
3. maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan mohonlah ampunan kepada-Nya. Sungguh, Dia Maha Penerima tobat.
Asbabun Nuzul: Latar Belakang Turunnya Surat Kemenangan
Memahami Asbabun Nuzul atau sebab-sebab turunnya sebuah ayat atau surat adalah kunci untuk membuka lapisan-lapisan maknanya. Surat An-Nasr secara spesifik berkaitan erat dengan salah satu peristiwa paling monumental dalam sejarah Islam, yaitu Fathu Makkah (Penaklukan Kota Makkah).
Mayoritas ulama tafsir, termasuk Ibnu Katsir, berpendapat bahwa surat ini diturunkan setelah terjadinya Fathu Makkah. Peristiwa ini merupakan puncak dari perjuangan dakwah Rasulullah ﷺ selama lebih dari dua dekade. Kota yang dahulu mengusir beliau dan para pengikutnya, kini ditaklukkan tanpa pertumpahan darah yang berarti. Kemenangan ini bukan sekadar kemenangan militer, melainkan kemenangan ideologi, kebenaran atas kebatilan, dan tauhid atas kemusyrikan.
Setelah Fathu Makkah, berbagai kabilah Arab yang sebelumnya ragu-ragu dan menunggu hasil pertarungan antara kaum Quraisy dan kaum muslimin, akhirnya menyadari kebenaran Islam. Mereka datang dari berbagai penjuru Jazirah Arab untuk menyatakan keislaman mereka di hadapan Rasulullah ﷺ. Inilah yang digambarkan dalam ayat kedua, "dan engkau melihat manusia berbondong-bondong masuk agama Allah."
Isyarat Dekatnya Ajal Rasulullah ﷺ
Namun, di balik kabar gembira tentang kemenangan ini, Surat An-Nasr membawa sebuah isyarat yang lebih dalam, yang hanya bisa ditangkap oleh mereka yang memiliki pemahaman spiritual yang mendalam. Ketika surat ini turun, banyak sahabat yang bergembira karena melihatnya sebagai penegasan kemenangan. Namun, beberapa sahabat senior seperti Abu Bakar Ash-Shiddiq dan Al-Abbas bin Abdul Muthalib justru menangis.
Mengapa mereka menangis? Karena mereka memahami bahwa ketika sebuah misi telah sempurna dan tugas telah tuntas, maka sang utusan akan segera kembali kepada Yang Mengutus. Turunnya surat ini, yang mengumumkan kemenangan total dan penyempurnaan dakwah, merupakan pertanda bahwa tugas Rasulullah ﷺ di dunia telah mendekati akhir. Perintah untuk bertasbih, memuji, dan beristighfar di akhir surat adalah persiapan untuk bertemu dengan Allah SWT. Ini adalah pelajaran agung: setiap puncak pencapaian adalah pengingat akan akhir dari sebuah perjalanan.
Dalam sebuah riwayat yang masyhur dari Ibnu Abbas, disebutkan bahwa Umar bin Khattab pernah bertanya kepada para sahabat senior tentang makna surat ini. Banyak yang memberikan jawaban standar tentang perintah bersyukur atas kemenangan. Namun, ketika giliran Ibnu Abbas yang saat itu masih muda, ia menjawab, "Ini adalah pertanda ajal Rasulullah ﷺ yang Allah beritahukan kepada beliau." Umar pun membenarkan penafsiran tersebut, menunjukkan kedalaman ilmu Ibnu Abbas yang didoakan secara khusus oleh Nabi.
Tafsir Mendalam Setiap Ayat Surat An-Nasr
Untuk benar-benar memahami keagungan surat ini, kita perlu membedah makna yang terkandung dalam setiap ayatnya.
Ayat 1: إِذَا جَاءَ نَصْرُ اللَّهِ وَالْفَتْحُ (Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan)
Ayat pertama ini menetapkan dua konsep kunci: An-Nasr (pertolongan) dan Al-Fath (kemenangan). Kata "Iżā" (apabila) di awal ayat menunjukkan sebuah kepastian yang akan terjadi di masa depan. Ini adalah janji Allah yang pasti akan terwujud.
- Naṣrullāh (Pertolongan Allah): Kata "Nasr" disandarkan langsung kepada "Allah". Ini adalah penegasan fundamental bahwa pertolongan dan kemenangan hakiki tidak berasal dari kekuatan manusia, strategi militer, jumlah pasukan, atau kecerdasan taktik. Semua itu hanyalah sarana. Sumber utama dan satu-satunya dari pertolongan adalah Allah SWT. Ini adalah inti dari tauhid dalam konteks perjuangan. Tanpa pertolongan-Nya, segala upaya manusia akan sia-sia. Pertolongan ini mencakup bantuan berupa kekuatan, keteguhan hati, diturunkannya malaikat, hingga ditanamkannya rasa takut di hati musuh.
- Al-Fath (Kemenangan): Kata "Al-Fath" secara harfiah berarti "pembukaan". Dalam konteks ini, ia merujuk secara spesifik kepada Fathu Makkah, terbukanya kota Makkah untuk Islam. Namun, maknanya jauh lebih luas. Ia juga berarti terbukanya hati manusia untuk menerima hidayah, terbukanya pintu-pintu kebaikan, dan terbukanya jalan bagi tersebarnya agama Allah ke seluruh penjuru dunia. Kemenangan ini bukan penaklukan yang bersifat destruktif, melainkan sebuah pembebasan (futuhat) yang membawa rahmat dan cahaya.
Hubungan antara "Nasr" dan "Fath" sangat erat. Pertolongan Allah adalah sebab, sedangkan kemenangan adalah akibat. Kemenangan tidak akan pernah terwujud tanpa didahului oleh pertolongan dari Allah. Ayat ini mengajarkan bahwa fokus seorang mukmin bukanlah pada kemenangan itu sendiri, melainkan pada bagaimana cara meraih pertolongan Allah, yaitu dengan ketaatan, kesabaran, dan tawakal.
Ayat 2: وَرَأَيْتَ النَّاسَ يَدْخُلُونَ فِي دِينِ اللَّهِ أَفْوَاجًا (dan engkau melihat manusia berbondong-bondong masuk agama Allah)
Ayat kedua menggambarkan buah dari pertolongan dan kemenangan tersebut. Kata "ra'aita" (engkau melihat) ditujukan langsung kepada Nabi Muhammad ﷺ, namun juga berlaku bagi siapa saja yang menyaksikan fenomena agung ini.
- An-Nās (Manusia): Kata ini bersifat umum, mencakup seluruh umat manusia. Setelah Fathu Makkah, bukan hanya penduduk Makkah yang masuk Islam, tetapi berbagai suku dan kabilah dari seluruh Jazirah Arab. Mereka yang tadinya memusuhi atau bersikap netral, kini datang dengan sukarela.
- Yadkhulūna fī dīnillāh (Masuk agama Allah): Frasa ini menegaskan bahwa mereka tidak dipaksa. Mereka masuk atas kesadaran sendiri setelah melihat bukti nyata kemenangan Islam dan kemuliaan akhlak yang ditunjukkan oleh Rasulullah ﷺ saat menaklukkan Makkah dengan penuh pengampunan.
- Afwājā (Berbondong-bondong): Kata ini adalah inti dari ayat ini. Ia menggambarkan perubahan skala yang dramatis. Jika pada periode Makkah dakwah berjalan lambat dan orang masuk Islam secara perorangan dan sembunyi-sembunyi, maka setelah kemenangan ini, mereka masuk Islam dalam kelompok-kelompok besar, rombongan demi rombongan. Ini adalah bukti nyata bahwa ketika penghalang utama (kekuasaan Quraisy) telah dihancurkan, cahaya Islam menyebar dengan sangat cepat.
Ayat ini adalah pemenuhan janji Allah dan bukti kebenaran risalah Nabi Muhammad ﷺ. Ia menunjukkan bahwa kesabaran dalam menghadapi kesulitan pada akhirnya akan membuahkan hasil yang luar biasa. Ia juga mengajarkan bahwa kemenangan sejati bukanlah saat musuh dikalahkan, melainkan saat musuh justru menjadi saudara seiman.
Ayat 3: فَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ وَاسْتَغْفِرْهُ ۚ إِنَّهُ كَانَ تَوَّابًا (maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan mohonlah ampunan kepada-Nya. Sungguh, Dia Maha Penerima tobat)
Ayat ketiga adalah respons yang seharusnya dilakukan oleh seorang hamba ketika menerima nikmat terbesar. Setelah perjuangan panjang yang berakhir dengan kemenangan gemilang, Allah tidak memerintahkan untuk berpesta pora atau berbangga diri. Sebaliknya, Allah memerintahkan tiga hal yang menunjukkan puncak adab seorang hamba kepada Tuhannya.
- Fa sabbiḥ (Maka bertasbihlah): Tasbih (mengucapkan Subhanallah) berarti menyucikan Allah dari segala kekurangan dan sifat yang tidak layak bagi-Nya. Dalam konteks ini, bertasbih adalah mengakui bahwa kemenangan ini murni karena keagungan dan kekuasaan Allah, bukan karena kekuatan diri sendiri. Ini adalah cara untuk menundukkan ego dan menepis segala bentuk kesombongan yang mungkin muncul di puncak kejayaan.
- Biḥamdi rabbika (Dengan memuji Tuhanmu): Tasbih disandingkan dengan tahmid (mengucapkan Alhamdulillah). Jika tasbih adalah menafikan kekurangan, maka tahmid adalah menetapkan segala pujian dan kesempurnaan hanya bagi Allah. Keduanya merupakan satu kesatuan zikir yang sempurna: menyucikan Allah sambil memuji-Nya atas segala nikmat, terutama nikmat kemenangan dan hidayah.
- Wastagfirh (Dan mohonlah ampunan kepada-Nya): Ini adalah perintah yang paling menakjubkan. Mengapa di saat kemenangan justru diperintahkan untuk beristighfar? Para ulama menjelaskan beberapa hikmah:
- Sebagai bentuk kerendahan hati, mengakui bahwa dalam seluruh proses perjuangan, pasti ada kekurangan dan kelalaian yang dilakukan oleh manusia.
- Untuk membersihkan hati dari perasaan ujub (bangga diri) atau riya' (pamer) yang bisa menyertai sebuah kesuksesan.
- Sebagai persiapan untuk menghadap Allah (isyarat wafatnya Nabi), karena istighfar adalah bekal terbaik seorang hamba. Rasulullah ﷺ yang ma'shum (terjaga dari dosa) saja diperintahkan untuk beristighfar, apalagi kita.
- Innahū kāna tawwābā (Sungguh, Dia Maha Penerima tobat): Ayat ini ditutup dengan sebuah penegasan yang menenangkan hati. Allah adalah At-Tawwab, bentuk superlatif yang berarti Maha Penerima tobat. Dia tidak hanya menerima tobat, tetapi Dia senang dengan hamba-Nya yang kembali dan bertaubat. Ini adalah jaminan dan pintu harapan yang selalu terbuka bagi siapa pun yang tulus memohon ampunan, tidak peduli seberapa besar kesalahannya.
Kandungan dan Hikmah Universal Surat An-Nasr
Meskipun turun dalam konteks sejarah yang spesifik, pesan Surat An-Nasr bersifat universal dan abadi. Beberapa kandungan dan hikmah utama yang bisa kita petik adalah:
1. Hakikat Kemenangan Milik Allah
Pelajaran paling fundamental dari surat ini adalah penegasan kembali konsep tauhid. Setiap keberhasilan, baik dalam skala pribadi, komunitas, maupun negara, adalah berkat pertolongan Allah. Surat ini melarang keras adanya arogansi dan mengajarkan kita untuk selalu mengembalikan segala pencapaian kepada-Nya. Manusia hanya berusaha, tetapi hasil akhir adalah ketetapan-Nya.
2. Respon Tepat Terhadap Nikmat
Surat An-Nasr memberikan formula abadi tentang bagaimana seharusnya seorang mukmin merespon nikmat dan kesuksesan. Bukan dengan euforia yang melalaikan, melainkan dengan meningkatkan kualitas spiritual: memperbanyak tasbih, tahmid, dan istighfar. Sukses seharusnya membuat kita semakin dekat dengan Allah, bukan semakin jauh.
3. Pentingnya Istighfar di Puncak Kejayaan
Pelajaran tentang istighfar di saat sukses adalah sebuah tamparan bagi ego manusia. Ia mengajarkan kerendahan hati yang luar biasa. Semakin tinggi posisi kita, semakin besar nikmat yang kita terima, maka semakin besar pula kebutuhan kita untuk memohon ampunan kepada Allah atas segala potensi kelalaian dan kesombongan yang mungkin menyertainya.
4. Setiap Awal Memiliki Akhir
Surat ini adalah pengingat bahwa setiap tugas dan amanah di dunia ini memiliki batas waktu. Sebagaimana misi kenabian Rasulullah ﷺ yang berakhir dengan sempurna, setiap dari kita juga memiliki misi hidup yang akan berakhir. Oleh karena itu, kita harus senantiasa mempersiapkan diri untuk "pulang" dengan memperbanyak amal saleh dan istighfar.
5. Optimisme dan Janji Allah
Bagi mereka yang sedang berjuang di jalan kebenaran dan merasa kesulitan, surat ini adalah sumber optimisme yang tak terbatas. Ia adalah bukti bahwa janji Allah tentang pertolongan dan kemenangan itu pasti akan datang, selama syarat-syaratnya dipenuhi, yaitu kesabaran, keikhlasan, dan ketaatan.
Hubungan Surat An-Nasr dengan Surat Sebelum dan Sesudahnya
Susunan surat dalam Al-Quran (tartib mushafi) memiliki hikmah dan keterkaitan makna yang luar biasa (munasabah). Posisi Surat An-Nasr di antara Surat Al-Kafirun dan Al-Lahab bukanlah suatu kebetulan.
Kaitan dengan Surat Al-Kafirun (Sebelumnya)
Surat Al-Kafirun, surat ke-109, adalah surat deklarasi pemisahan (bara'ah) yang tegas antara tauhid dan syirik. "Bagimu agamamu, dan bagiku agamaku." Surat ini menetapkan prinsip dasar yang tidak bisa ditawar. Setelah prinsip ini ditegakkan dengan kokoh, maka datanglah Surat An-Nasr sebagai buah dari keteguhan prinsip tersebut. Hubungannya adalah: tegakkan dulu batas-batas keimanan dengan tegas (Al-Kafirun), maka Allah akan memberikan pertolongan dan kemenangan (An-Nasr). Kemenangan tidak akan diberikan kepada mereka yang imannya masih goyah atau suka mencampuradukkan antara hak dan batil.
Kaitan dengan Surat Al-Lahab (Sesudahnya)
Surat Al-Lahab, surat ke-111, berbicara tentang kehancuran dan azab bagi salah satu musuh Islam yang paling gigih, yaitu Abu Lahab dan istrinya. Jika Surat An-Nasr menunjukkan akhir yang gemilang bagi golongan yang membela agama Allah (Hizbullah), maka Surat Al-Lahab menunjukkan akhir yang tragis bagi golongan yang memusuhi agama Allah (Hizbusy Syaithan). Penempatan kedua surat ini secara berdampingan memberikan sebuah kontras yang sangat kuat: inilah akibat bagi para penolong agama Allah, dan inilah akibat bagi para penentangnya. Ini adalah sebuah penegasan tentang keadilan ilahi.
Kesimpulan
Jadi, untuk menjawab pertanyaan awal, dalam Al Quran Surat An Nasr urutan ke berapa? Jawabannya adalah urutan ke-110 dalam susunan mushaf. Namun, seperti yang telah kita jelajahi, angka ini hanyalah gerbang pembuka menuju pemahaman yang jauh lebih dalam. Surat An-Nasr adalah surat tentang puncak perjuangan, esensi kemenangan, adab dalam kesuksesan, dan persiapan menuju akhir perjalanan.
Ia mengajarkan kita bahwa pertolongan Allah adalah kunci segala keberhasilan. Ia membimbing kita untuk merespon setiap nikmat dengan tasbih, tahmid, dan istighfar. Dan yang terpenting, ia mengingatkan kita bahwa setiap misi yang tuntas adalah pertanda bahwa sudah waktunya untuk bersiap kembali kepada-Nya. Semoga kita dapat mengambil ibrah dari surat yang agung ini dan menerapkannya dalam setiap fase kehidupan kita, baik di saat lapang maupun di saat sempit, di saat berjuang maupun di saat meraih kemenangan.