Simbol kasih sayang dan permohonan suci
Hubungan antara Sayyidina Ali bin Abi Thalib dan Sayyidatina Fatimah az-Zahra adalah salah satu narasi paling agung dalam sejarah Islam. Pernikahan mereka bukan sekadar penyatuan dua individu, melainkan penggabungan dua cahaya utama dari keluarga Nabi Muhammad SAW. Di balik keagungan status mereka, tersembunyi kisah keromantisan yang mendalam, yang seringkali diekspresikan melalui doa dan pengorbanan tulus.
Ali bin Abi Thalib, sebagai suami dan sahabat sejati, memandang Fatimah bukan hanya sebagai putri Rasulullah, tetapi sebagai belahan jiwanya yang memancarkan kesucian dan keteguhan iman. Dalam konteks kehidupan yang penuh ujian—terutama terkait kemiskinan materi pada masa awal pernikahan mereka—doa menjadi jembatan komunikasi tertinggi antara Ali, Fatimah, dan Allah SWT.
Meskipun literatur sejarah tidak selalu mencatat setiap kalimat doa yang dipanjatkan Ali secara rinci dalam catatan harian, semangat dan intensitas doa beliau untuk kebaikan, perlindungan, dan kebahagiaan Fatimah dapat dirasakan melalui berbagai riwayat tentang kehidupan mereka. Doa Ali seringkali muncul dalam situasi genting atau sebagai bentuk syukur atas karunia yang diberikan Allah.
Salah satu aspek yang paling sering disorot adalah bagaimana Ali senantiasa memohon ketabahan bagi Fatimah dalam menghadapi kesulitan hidup duniawi. Mereka hidup sederhana, seringkali hanya bergantung pada karunia Allah dan bantuan kaum muslimin lainnya. Dalam kondisi ini, doa Ali adalah sumber kekuatan spiritual utama yang menopang ketegaran Fatimah. Doa tersebut mencerminkan pengakuan bahwa segala bentuk kekayaan sejati bersumber dari keridhaan Ilahi, bukan dari harta benda.
Meskipun redaksi pastinya mungkin bervariasi tergantung periwayatannya, inti dari doa Ali bin Abi Thalib untuk Fatimah selalu berkisar pada permohonan agar Allah memberkahi ikatan pernikahan mereka, menjaga kesucian hati Fatimah, dan memberikan rahmat agar mereka dapat menjalani sisa hidup dalam ketaatan.
"Ya Allah, sesungguhnya Engkau Maha Mengetahui apa yang ada dalam hati hamba-Mu. Lindungilah Fatimah putri Rasul-Mu dari segala keburukan dunia dan akhirat. Jadikanlah dia penyejuk mata hati hamba, dan rahmatilah kami dengan cinta yang Engkau cintai, yaitu cinta kepada kebenaran dan keikhlasan."
(Makna tersirat dari semangat permohonan dalam riwayat Ahlul Bait)
Doa jenis ini bukan sekadar ucapan lisan. Bagi Ali, doa adalah tindakan nyata yang mendahului atau menyertai setiap usaha yang ia lakukan untuk membahagiakan Fatimah. Ia memohon ketenangan bagi Fatimah, terutama ketika ia harus berjauhan untuk membela Islam atau mencari nafkah. Ini adalah cerminan ajaran Islam tentang bagaimana seorang suami harus bertanggung jawab secara spiritual atas keluarganya.
Kisah pernikahan Ali dan Fatimah telah menjadi mercusuar bagi umat Islam tentang bagaimana seharusnya sebuah rumah tangga dibangun di atas dasar ketakwaan dan saling menghormati. Doa Ali bin Abi Thalib untuk Fatimah mengajarkan bahwa fondasi terkuat dalam pernikahan adalah spiritualitas bersama. Ketika dunia terasa berat, kembali kepada doa adalah jalan keluar yang paling utama.
Doa yang dipanjatkan oleh seorang wali Allah seperti Ali bin Abi Thalib memiliki bobot tersendiri. Doa tersebut memohonkan keberkahan (barakah) yang melampaui pemahaman materi. Kehidupan mereka yang sederhana namun penuh kehormatan adalah bukti bahwa doa yang tulus, disertai usaha yang jujur, pasti akan dijawab oleh Allah SWT. Mereka adalah teladan sempurna bagaimana mengintegrasikan cinta duniawi dalam bingkai cinta Ilahi.
Hingga kini, setiap kali kita membaca atau mendengar tentang hubungan mulia ini, kita diingatkan akan pentingnya mendoakan pasangan dan keluarga kita. Doa Ali untuk Fatimah adalah warisan abadi tentang bagaimana cinta sejati harus selalu memohon restu dan perlindungan dari Sang Pencipta segalanya. Keteladanan mereka menginspirasi generasi muslim untuk menjadikan rumah tangga sebagai ladang pahala melalui kerendahan hati, kesabaran, dan doa yang tak pernah putus.