Dzikrullah: Kunci Ketenangan Jiwa dan Kekuatan Hati
Di tengah hiruk pikuk kehidupan modern yang sering kali penuh dengan tekanan, kecemasan, dan ketidakpastian, manusia senantiasa mencari sauh untuk menambatkan jiwanya. Banyak yang mencarinya pada materi, hiburan, atau pengakuan sosial, namun sering kali berujung pada kekosongan yang lebih dalam. Islam, sebagai pedoman hidup yang paripurna, menawarkan sebuah solusi abadi yang bersumber langsung dari Sang Pencipta: Dzikrullah, atau mengingat Allah.
Dzikrullah bukanlah sekadar ritual mengucapkan serangkaian kata. Ia adalah esensi dari kehidupan seorang mukmin, napas spiritual yang menjaga hati tetap hidup, dan cahaya yang menerangi jalan di tengah kegelapan. Ia adalah jembatan yang menghubungkan hamba dengan Rabb-nya, sebuah dialog intim yang melampaui batas ruang dan waktu. Melalui dzikrullah, jiwa yang gelisah menemukan ketenangannya, hati yang keras menjadi lembut, dan pikiran yang kalut menemukan kejernihan.
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman dalam kitab-Nya yang mulia, sebuah ayat yang menjadi penawar bagi setiap hati yang gundah:
الَّذِينَ آمَنُوا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُم بِذِكْرِ اللَّهِ ۗ أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ
"(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram." (QS. Ar-Ra'd: 28)
Ayat ini bukan sekadar informasi, melainkan sebuah jaminan ilahi. Ia adalah janji pasti dari Yang Maha Mengetahui bahwa ketenangan sejati, kedamaian yang hakiki, hanya bisa ditemukan dalam satu sumber: mengingat-Nya. Artikel ini akan mengupas secara mendalam tentang hakikat dzikrullah, kedudukannya dalam Islam, ragam bentuknya, serta buah manis yang bisa dipetik oleh siapa saja yang menjadikannya sebagai bagian tak terpisahkan dari kehidupannya.
Makna dan Hakikat Dzikrullah
Untuk memahami dzikrullah secara utuh, kita perlu menyelami maknanya yang berlapis-lapis, dari yang paling lahiriah hingga yang paling batiniah. Secara bahasa, kata "dzikr" (ذِكْر) berasal dari bahasa Arab yang berarti mengingat, menyebut, mengenang, atau menyadari. Namun, dalam terminologi syariat, maknanya jauh lebih luas dan mendalam.
1. Dzikir Lisan (Mengingat dengan Lidah)
Ini adalah bentuk dzikir yang paling umum dikenal dan dipraktikkan. Dzikir lisan adalah pengucapan kalimat-kalimat thayyibah (kalimat yang baik) yang mengagungkan, memuji, dan menyucikan Allah. Ini mencakup lafaz-lafaz seperti:
- Tasbih (تَسْبِيح): Mengucapkan "Subhanallah" (Maha Suci Allah), yang berarti menyucikan Allah dari segala sifat kekurangan, kelemahan, dan segala sesuatu yang tidak layak bagi keagungan-Nya.
- Tahmid (تَحْمِيد): Mengucapkan "Alhamdulillah" (Segala puji bagi Allah), yang merupakan pengakuan bahwa segala pujian dan rasa syukur yang sempurna hanya pantas ditujukan kepada Allah atas segala nikmat-Nya yang tak terhingga.
- Tahlil (تَهْلِيل): Mengucapkan "La ilaha illallah" (Tiada Tuhan selain Allah), yang merupakan inti dari tauhid, penegasan keesaan Allah, dan penolakan terhadap segala bentuk sesembahan selain-Nya. Ini adalah kalimat paling agung dalam Islam.
- Takbir (تَكْبِير): Mengucapkan "Allahu Akbar" (Allah Maha Besar), sebuah deklarasi bahwa Allah lebih besar dari segala sesuatu, baik yang tampak maupun yang tersembunyi, menempatkan kebesaran-Nya di atas segala urusan duniawi.
- Istighfar (اِسْتِغْفَار): Mengucapkan "Astaghfirullah" (Aku memohon ampun kepada Allah), sebuah pengakuan atas kelemahan diri dan permohonan ampun atas segala dosa dan kelalaian.
- Shalawat (صَلَوَات): Mengucapkan shalawat kepada Nabi Muhammad ﷺ, sebagai bentuk cinta, penghormatan, dan ketaatan terhadap perintah Allah.
Meskipun diucapkan oleh lisan, dzikir ini bukanlah aktivitas mekanis semata. Ia adalah gerbang pembuka menuju dimensi dzikir yang lebih dalam.
2. Dzikir Qalbi (Mengingat dengan Hati)
Inilah ruh dan inti dari segala bentuk dzikir. Dzikir qalbi adalah kehadiran hati bersama Allah dalam setiap keadaan. Ia adalah kesadaran konstan bahwa Allah selalu melihat, mendengar, dan mengetahui segala apa yang kita lakukan, katakan, dan sembunyikan dalam hati. Dzikir hati ini tidak terikat oleh kata-kata, melainkan oleh perasaan dan keyakinan.
Bentuk dzikir qalbi meliputi:
- Muraqabah: Perasaan senantiasa diawasi oleh Allah, yang mendorong seseorang untuk berbuat kebaikan dan menjauhi kemaksiatan, baik dalam kesendirian maupun di keramaian.
- Tafakkur: Merenungkan keagungan ciptaan Allah di langit dan di bumi, yang membawa pada pengakuan akan kekuasaan dan kebijaksanaan-Nya.
- Mahabbah: Menghadirkan rasa cinta yang mendalam kepada Allah, merindukan perjumpaan dengan-Nya, dan merasakan kelezatan dalam beribadah kepada-Nya.
- Khauf dan Raja': Menyeimbangkan antara rasa takut (khauf) akan azab-Nya dan harapan (raja') akan rahmat-Nya. Rasa takut mencegah dari kemaksiatan, sementara harapan mendorong untuk terus berbuat baik.
- Syukur: Mengingat dan menyadari nikmat-nikmat Allah yang tak terhitung jumlahnya, lalu menggerakkan hati untuk bersyukur kepada-Nya.
Dzikir lisan tanpa kehadiran hati ibarat jasad tanpa ruh. Sebaliknya, dzikir hati yang kuat akan secara alami menggerakkan lisan untuk senantiasa basah dengan menyebut nama-Nya. Keduanya saling melengkapi dan menyempurnakan.
3. Dzikir Fi'li (Mengingat dengan Perbuatan)
Dimensi dzikir yang sering terlupakan adalah dzikir melalui perbuatan. Setiap tindakan yang dilakukan oleh seorang muslim, jika diniatkan karena Allah dan sesuai dengan syariat-Nya, maka tindakan itu bernilai sebagai dzikir. Bekerja mencari nafkah yang halal untuk keluarga adalah dzikir. Belajar ilmu yang bermanfaat adalah dzikir. Menjaga amanah, berbuat baik kepada tetangga, tersenyum kepada saudara, bahkan menyingkirkan duri dari jalan, semuanya bisa menjadi dzikir.
Dasar dari dzikir perbuatan ini adalah niat. Ketika setiap aktivitas kita hubungkan dengan Allah, maka seluruh hidup kita, dari bangun tidur hingga tidur kembali, akan menjadi sebuah rangkaian ibadah dan dzikrullah yang tak terputus. Inilah yang dimaksud dalam firman Allah:
قُلْ إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ
"Katakanlah: sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam." (QS. Al-An'am: 162)
Kedudukan Dzikrullah dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah
Pentingnya dzikrullah ditegaskan berulang kali dalam sumber utama ajaran Islam, yaitu Al-Qur'an dan As-Sunnah. Kedudukannya bukanlah ibadah sampingan, melainkan pilar utama yang menopang bangunan keimanan seorang hamba.
Dalam Al-Qur'an
Al-Qur'an memuat banyak sekali ayat yang memerintahkan, menganjurkan, dan menjelaskan keutamaan dzikrullah. Di antaranya:
- Perintah untuk Berdzikir Sebanyak-banyaknya: Allah tidak hanya memerintahkan dzikir, tetapi memerintahkannya dalam jumlah yang banyak, menunjukkan betapa pentingnya hal ini.
"Hai orang-orang yang beriman, berdzikirlah (dengan menyebut nama) Allah, dzikir yang sebanyak-banyaknya. Dan bertasbihlah kepada-Nya di waktu pagi dan petang." (QS. Al-Ahzab: 41-42) - Janji Balasan Langsung dari Allah: Dzikir adalah satu-satunya ibadah yang balasannya disebutkan secara eksplisit: Allah akan mengingat hamba yang mengingat-Nya. Ini adalah sebuah kehormatan yang tak ternilai.
"Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula) kepadamu..." (QS. Al-Baqarah: 152) - Dzikir Lebih Utama dari Segalanya: Allah menegaskan bahwa mengingat-Nya adalah hal yang paling agung dan utama.
"...dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain)." (QS. Al-'Ankabut: 45) - Ancaman bagi yang Lalai dari Dzikir: Sebaliknya, kelalaian dalam mengingat Allah adalah sumber kesesatan dan kerugian yang besar.
"Dan barangsiapa yang berpaling dari pengajaran Tuhan Yang Maha Pemurah (Al Quran), kami adakan baginya syaitan (yang menyesatkan) maka syaitan itulah yang menjadi teman yang selalu menyertainya." (QS. Az-Zukhruf: 36)
Dalam As-Sunnah
Kehidupan Rasulullah ﷺ adalah teladan dzikrullah yang sempurna. Lisan beliau tidak pernah kering dari menyebut nama Allah. Banyak hadits yang menjelaskan keutamaan dzikir, di antaranya:
- Perumpamaan Orang yang Berdzikir dan yang Tidak: Rasulullah ﷺ memberikan perumpamaan yang sangat kuat tentang perbedaan antara orang yang hatinya hidup dengan dzikir dan yang mati karena kelalaian.
"Perumpamaan orang yang berdzikir kepada Rabbnya dan orang yang tidak berdzikir, adalah seperti orang yang hidup dan orang yang mati." (HR. Bukhari) - Amalan Paling Dicintai Allah: Ketika ditanya tentang amalan apa yang paling utama, dzikrullah sering kali disebut sebagai salah satunya.
Seorang sahabat bertanya, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya syariat-syariat Islam telah banyak bagiku, maka beritahukanlah kepadaku sesuatu yang bisa aku pegang teguh." Beliau bersabda, "Hendaklah lisanmu senantiasa basah karena berdzikir kepada Allah." (HR. Tirmidzi) - Majelis Dzikir Dikelilingi Malaikat: Rasulullah ﷺ menggambarkan kemuliaan perkumpulan orang-orang yang berdzikir.
"Tidaklah suatu kaum duduk dalam suatu majelis untuk berdzikir kepada Allah, melainkan mereka akan dikelilingi oleh para malaikat, diliputi oleh rahmat, diturunkan kepada mereka ketenangan, dan Allah akan menyebut-nyebut mereka di hadapan (para malaikat) yang ada di sisi-Nya." (HR. Muslim) - Kalimat yang Ringan di Lisan, Berat di Timbangan: Beliau mengajarkan dzikir yang mudah diucapkan namun memiliki pahala yang sangat besar.
"Ada dua kalimat yang ringan di lisan, berat dalam timbangan, dan dicintai oleh Ar-Rahman: Subhanallahi wa bihamdihi, Subhanallahil 'azhim (Maha Suci Allah dan segala puji bagi-Nya, Maha Suci Allah Yang Maha Agung)." (HR. Bukhari dan Muslim)
Ragam dan Bentuk Dzikir dalam Keseharian
Dzikir dapat diklasifikasikan menjadi dua kategori besar berdasarkan waktu dan ketentuannya: dzikir muqayyad (terikat) dan dzikir muthlaq (bebas).
1. Dzikir Muqayyad (Dzikir yang Terikat Waktu dan Tempat)
Ini adalah dzikir-dzikir yang telah ditentukan lafaz, jumlah, dan waktunya oleh syariat. Mengamalkannya sesuai tuntunan adalah bentuk ketaatan dan ittiba' (mengikuti) sunnah Nabi ﷺ. Contohnya antara lain:
- Dzikir setelah Shalat Fardhu: Membaca istighfar 3 kali, dilanjutkan dengan "Allahumma antas salam wa minkas salam...", lalu membaca tasbih (33x), tahmid (33x), takbir (33x), dan ditutup dengan tahlil. Ini adalah amalan rutin yang sangat dianjurkan.
- Dzikir Pagi dan Petang (Al-Ma'tsurat): Kumpulan doa dan dzikir yang dibaca pada waktu pagi (setelah Subuh hingga terbit matahari) dan petang (setelah Ashar hingga terbenam matahari). Dzikir ini berfungsi sebagai perisai dan benteng bagi seorang muslim dari segala keburukan sepanjang hari dan malam.
- Dzikir Sebelum Tidur dan Bangun Tidur: Seperti membaca Ayat Kursi, tiga surat terakhir Al-Qur'an (Al-Ikhlas, Al-Falaq, An-Nas), dan doa-doa spesifik sebelum tidur. Begitu pula saat bangun, ada doa khusus yang diajarkan untuk mengawali hari dengan mengingat Allah.
- Dzikir dalam Aktivitas Tertentu: Terdapat dzikir-dzikir khusus yang diajarkan untuk dibaca saat hendak makan, selesai makan, masuk dan keluar rumah, masuk dan keluar kamar mandi, mengenakan pakaian, dan berbagai aktivitas lainnya. Ini bertujuan agar setiap gerak-gerik seorang muslim selalu terhubung dengan Allah.
2. Dzikir Muthlaq (Dzikir yang Tidak Terikat)
Ini adalah dzikir yang bisa dilakukan kapan saja, di mana saja (selama bukan di tempat yang najis atau tidak pantas), dan dalam jumlah berapa pun. Inilah ladang pahala yang sangat luas bagi seorang mukmin. Saat berjalan, berkendara, menunggu, bekerja, atau bersantai, lisan dan hati dapat senantiasa sibuk dengan dzikrullah.
Lafaz-lafaz seperti Subhanallah, Alhamdulillah, La ilaha illallah, Allahu Akbar, La hawla wa la quwwata illa billah, Astaghfirullah, dan shalawat kepada Nabi ﷺ dapat terus diulang-ulang. Dzikir muthlaq inilah yang menjadikan seseorang termasuk dalam golongan yang disebut Allah:
الَّذِينَ يَذْكُرُونَ اللَّهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَىٰ جُنُوبِهِمْ
"(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring..." (QS. Ali 'Imran: 191)
Dzikir muthlaq adalah cara paling efektif untuk mengisi waktu-waktu luang yang sering terbuang sia-sia. Ia mengubah momen-momen hampa menjadi ladang investasi untuk akhirat.
Manfaat dan Buah Manis Dzikrullah
Mengamalkan dzikrullah secara konsisten akan mendatangkan buah-buah manis yang dapat dirasakan baik di dunia maupun di akhirat. Manfaatnya tidak hanya bersifat spiritual, tetapi juga merambah ke aspek psikologis, mental, bahkan sosial.
Manfaat Spiritual dan Keimanan
- Ketenangan Hati (Sakinah): Ini adalah buah utama dan yang paling dijanjikan, sebagaimana ditegaskan dalam QS. Ar-Ra'd: 28. Di tengah badai kehidupan, hati yang dipenuhi dzikir akan tetap kokoh dan tenang laksana gunung.
- Mendekatkan Diri kepada Allah: Semakin sering seorang hamba mengingat Allah, semakin dekat pula ia dengan-Nya. Kedekatan ini akan membuahkan rasa cinta, pengagungan, dan ma'rifatullah (mengenal Allah).
- Mengusir Setan dan Melemahkan Bisikannya: Dzikir adalah benteng terkuat dari godaan setan. Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah menyatakan bahwa dzikir bagi hati laksana air bagi ikan; tanpa air, ikan akan mati. Demikian pula hati tanpa dzikir.
- Menghapus Dosa dan Kesalahan: Banyak lafaz dzikir yang secara khusus dijanjikan dapat menghapus dosa-dosa, bahkan jika dosa itu sebanyak buih di lautan.
- Mendatangkan Rahmat dan Ampunan Allah: Majelis dzikir adalah majelis yang diliputi rahmat. Orang yang lisannya basah dengan istighfar akan dibukakan baginya pintu-pintu ampunan dan solusi atas masalahnya.
- Memberatkan Timbangan Amal di Akhirat: Seperti yang disebutkan dalam hadits, kalimat-kalimat dzikir yang ringan di lisan memiliki bobot yang sangat berat di Mizan (timbangan amal).
Manfaat Psikologis dan Mental
- Mengurangi Stres, Kecemasan, dan Depresi: Fokus pada keagungan Allah mengalihkan pikiran dari kekhawatiran duniawi yang fana. Mengingat bahwa segala urusan berada di tangan-Nya akan meredakan beban pikiran dan menumbuhkan tawakal.
- Meningkatkan Fokus dan Kesadaran (Mindfulness): Dzikir melatih pikiran untuk hadir pada saat ini (present moment) dan terhubung dengan kesadaran yang lebih tinggi, yaitu kesadaran akan kehadiran Allah. Ini adalah bentuk mindfulness spiritual yang paling luhur.
- Menumbuhkan Rasa Syukur dan Optimisme: Dengan sering mengucapkan "Alhamdulillah", seseorang terlatih untuk fokus pada nikmat, bukan pada musibah. Ini akan melahirkan pandangan hidup yang positif dan penuh rasa syukur.
- Memberi Kekuatan dalam Menghadapi Musibah: Ketika ditimpa kesulitan, seorang ahli dzikir akan segera kembali kepada Allah dengan mengucapkan "Inna lillahi wa inna ilaihi raji'un". Dzikir memberinya kekuatan untuk sabar dan ridha atas ketetapan Allah.
Adab dan Penghalang dalam Berdzikir
Agar dzikir dapat memberikan dampak yang maksimal, ada beberapa adab yang perlu diperhatikan. Sebaliknya, ada pula hal-hal yang dapat menjadi penghalang dan mengurangi kualitas dzikir kita.
Adab dalam Berdzikir
- Ikhlas: Niat berdzikir harus murni karena Allah semata, bukan untuk pamer (riya') atau mencari pujian dari manusia.
- Hudhurul Qalb (Kehadiran Hati): Berusaha sekuat tenaga untuk menyertakan hati saat lisan berucap. Menghayati setiap makna dari kalimat dzikir yang diucapkan. Meskipun dzikir lisan saja tetap berpahala, dzikir yang disertai hati akan memberikan dampak yang jauh lebih dahsyat.
- Memahami Makna: Mengetahui arti dari lafaz dzikir yang diucapkan akan membantu menghadirkan hati dan kekhusyuan.
- Khusyu' dan Tadabbur: Merendahkan diri di hadapan keagungan Allah, merasakan betapa kecilnya diri kita dan betapa Maha Besarnya Dia.
- Memilih Waktu dan Tempat yang Tepat: Meskipun dzikir bisa dilakukan di mana saja, memilih waktu-waktu mustajab (seperti sepertiga malam terakhir) dan tempat yang tenang akan membantu meningkatkan kualitas dzikir.
Penghalang dalam Berdzikir
- Ghaflah (Kelalaian): Hati yang terlalu sibuk dengan urusan dunia hingga lupa kepada Pemberi dunia itu sendiri. Ini adalah penyakit utama yang harus dilawan.
- Dosa dan Maksiat: Perbuatan dosa akan meninggalkan noda hitam di dalam hati, membuatnya keras dan sulit untuk merasakan lezatnya berdzikir. Istighfar adalah pembersihnya.
- Banyak Bicara yang Sia-sia: Lisan yang terbiasa dengan ghibah (menggunjing), namimah (adu domba), dan perkataan yang tidak bermanfaat akan terasa berat untuk diajak berdzikir.
- Makan dan Minum dari yang Haram: Makanan haram akan menggelapkan hati dan membuat doa serta ibadah menjadi sulit diterima.
- Ketergantungan pada Dunia: Ketika hati telah dipenuhi oleh cinta pada harta, tahta, dan popularitas, maka ruang untuk mengingat Allah akan menjadi sangat sempit.
Kesimpulan: Menjadikan Dzikrullah Napas Kehidupan
Dzikrullah bukanlah sekadar amalan tambahan, melainkan kebutuhan primer bagi ruhani kita. Ia adalah makanan bagi hati, obat bagi jiwa, dan cahaya bagi akal. Tanpanya, hati akan menjadi gersang, jiwa akan merana, dan hidup akan terasa hampa. Ia adalah bekal terbaik dalam perjalanan kita menuju akhirat dan sumber kekuatan terbesar dalam menghadapi ujian dunia.
Rasulullah ﷺ telah mengajarkan kita jalan untuk menghidupkan setiap detik dalam hidup kita dengan dzikir. Mulai dari dzikir-dzikir yang terikat waktu setelah shalat, di pagi dan petang, hingga dzikir muthlaq yang tak terbatas ruang dan waktu. Kuncinya adalah pembiasaan. Mulailah dari yang sedikit namun konsisten, lalu tingkatkan secara bertahap. Lawanlah rasa malas dan bisikan setan yang selalu ingin kita lalai.
Mari kita basahi lisan kita, hidupkan hati kita, dan hiasi perbuatan kita dengan senantiasa mengingat Allah. Jadikan dzikrullah sebagai sahabat karib dalam kesendirian, teman setia dalam keramaian, penenang di saat gelisah, dan sumber syukur di saat bahagia. Karena sesungguhnya, kehidupan yang sejati adalah kehidupan hati, dan hati hanya akan hidup dengan mengingat Penciptanya.
فَاذْكُرُونِي أَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوا لِي وَلَا تَكْفُرُونِ
"Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula) kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku." (QS. Al-Baqarah: 152)