Representasi visual hubungan antar konsep dalam studi ilmu komunikasi filosofis.
Filsafat ilmu komunikasi merupakan landasan fundamental yang mengkaji hakikat pengetahuan, realitas, dan nilai dalam proses komunikasi. Studi ini tidak hanya berfokus pada bagaimana pesan ditransfer, tetapi lebih dalam lagi, ia mempertanyakan asumsi dasar yang menopang seluruh disiplin ilmu komunikasi. Memahami filsafat ilmu komunikasi pengantar sangat krusial bagi peneliti dan praktisi untuk membangun kerangka berpikir yang kokoh. Tiga pilar utama yang menjadi inti kajian ini adalah ontologi, epistemologi, dan aksiologi.
Ontologi, dalam konteks filsafat ilmu, membahas hakikat keberadaan atau realitas. Ketika diterapkan pada ilmu komunikasi, ontologi bertanya: "Apa itu komunikasi? Apa yang menjadi objek studi kita?"
Dalam studi komunikasi, terdapat perdebatan ontologis yang signifikan. Apakah komunikasi itu sesuatu yang objektif, terukur, dan dapat diamati secara independen dari pengamat (pandangan positivistik), ataukah komunikasi adalah konstruksi sosial yang diciptakan melalui interaksi simbolik antarmanusia (pandangan interpretif/konstruktivis)?
Jika kita mengadopsi ontologi realisme, kita berasumsi bahwa realitas komunikasi (misalnya, makna) ada di luar sana, menunggu untuk ditemukan. Sebaliknya, ontologi nominalisme menyatakan bahwa realitas komunikasi hanyalah label atau konstruksi yang kita berikan. Pemahaman ontologis ini akan sangat memengaruhi metode penelitian apa yang akan digunakan, seperti apakah peneliti berusaha mencari hukum universal komunikasi atau justru mendeskripsikan fenomena unik dari sudut pandang partisipan.
Epistemologi adalah cabang filsafat yang menyelidiki tentang pengetahuan—bagaimana kita memperolehnya, apa batasannya, dan apa yang memvalidasinya. Pertanyaan sentral dalam epistemologi ilmu komunikasi adalah: "Bagaimana kita bisa mengetahui tentang komunikasi secara sah?"
Pendekatan epistemologis sangat bervariasi. Kaum empiris cenderung menggunakan metode ilmiah—pengamatan, eksperimen, dan pengujian hipotesis—untuk menghasilkan pengetahuan yang bersifat umum dan dapat direplikasi. Mereka percaya bahwa kebenaran tentang komunikasi dapat dicapai melalui data kuantitatif.
Di sisi lain, epistemologi interpretif menolak asumsi objektivitas tersebut. Mereka berargumen bahwa karena komunikasi melibatkan subjek yang sadar dan interpretif, satu-satunya cara untuk mengetahui komunikasi adalah melalui pemahaman mendalam (verstehen) terhadap makna yang diciptakan oleh aktor komunikasi itu sendiri. Studi kualitatif, etnografi, dan analisis naratif seringkali berakar pada epistemologi ini. Peneliti mencari pemahaman kontekstual, bukan generalisasi universal.
Aksiologi berkaitan dengan nilai, etika, dan tujuan. Dalam filsafat ilmu komunikasi, aksiologi mempertanyakan: "Untuk tujuan apa ilmu komunikasi dikembangkan? Apa peran peneliti dalam proses tersebut?"
Aksiologi menyoroti isu objektivitas dan netralitas peneliti. Apakah seorang peneliti komunikasi harus benar-benar bebas nilai saat melakukan studi? Pandangan positivistik sering menekankan netralitas, di mana tujuan ilmu adalah deskripsi dan prediksi yang bebas intervensi nilai.
Namun, banyak teori komunikasi kritis (misalnya, teori Frankfurt School atau studi budaya) menantang pandangan ini. Mereka berpendapat bahwa ilmu komunikasi, secara inheren, memiliki fungsi emansipatoris. Pengetahuan yang dihasilkan harus digunakan untuk mengkritik ketidakadilan sosial, membebaskan kelompok tertindas, atau meningkatkan kualitas interaksi manusia. Oleh karena itu, hasil penelitian tidak pernah netral; ia membawa tanggung jawab moral untuk perubahan sosial.
Memahami hubungan antara ontologi epistemologi aksiologi adalah kunci untuk menempatkan penelitian komunikasi dalam konteks yang lebih luas. Ketika seorang akademisi menyusun proposal penelitian, pilihan ontologisnya (misalnya, menganggap komunikasi sebagai realitas yang dapat diukur) secara otomatis menentukan epistemologinya (misalnya, menggunakan survei skala besar) dan, pada akhirnya, tujuan aksiolgisnya (misalnya, memprediksi perilaku massa).
Untuk pembahasan yang lebih mendalam mengenai topik ini, Anda dapat mencari referensi lengkap mengenai filsafat ilmu komunikasi pengantar ontologi epistemologi aksiologi pdf di repositori akademik terpercaya.
Di era digital saat ini, filsafat ilmu komunikasi menjadi semakin relevan. Bagaimana kita memandang ontologi media sosial? Apakah 'interaksi' di platform digital adalah realitas yang sama dengan interaksi tatap muka? Epistemologi yang digunakan dalam menganalisis Big Data akan berbeda secara fundamental dibandingkan dengan yang digunakan dalam wawancara mendalam tentang pengalaman pengguna.
Pada akhirnya, filsafat ilmu komunikasi adalah panggilan untuk refleksi kritis. Ia memaksa kita untuk tidak hanya menerima alat dan metode yang ada, tetapi untuk selalu mempertanyakan fondasi tempat kita membangun bangunan pengetahuan komunikasi. Refleksi ini memastikan bahwa ilmu komunikasi tetap relevan, etis, dan mampu memberikan wawasan yang bermakna tentang kehidupan sosial kita yang semakin terkoneksi.