Pendahuluan: Membuka Gerbang Wahyu Ilahi
Dalam khazanah keilmuan Islam, sumber ajaran utama setelah Al-Qur'an adalah hadis. Hadis, sebagai segala perkataan, perbuatan, ketetapan, dan sifat Nabi Muhammad ﷺ, menjadi penjelas dan pelengkap bagi wahyu Allah yang termaktub dalam Kitab Suci. Namun, di antara Al-Qur'an yang murni firman Allah dan Hadis Nabawi yang merupakan sabda Rasulullah ﷺ, terdapat satu kategori istimewa yang menjembatani keduanya. Kategori ini dikenal sebagai Hadis Qudsi. Jadi, hadis qudsi adalah sebuah konsep yang sangat penting untuk dipahami oleh setiap Muslim yang ingin mendalami agamanya.
Hadis Qudsi menempati posisi yang unik dan agung. Ia adalah firman Allah yang disampaikan melalui lisan Nabi Muhammad ﷺ, namun tidak termasuk dalam bagian Al-Qur'an. Ia laksana bisikan Ilahi yang menjelaskan tentang keagungan, rahmat, dan cinta-Nya kepada para hamba, yang diungkapkan dengan redaksi dari Sang Utusan. Mempelajari Hadis Qudsi seolah membuka sebuah jendela untuk melihat lebih dekat dialog antara Sang Pencipta dengan makhluk-Nya, memberikan nutrisi bagi jiwa, dan memperkuat ikatan spiritual seorang hamba dengan Tuhannya. Artikel ini akan mengupas secara mendalam dan komprehensif tentang apa itu Hadis Qudsi, mulai dari pengertian, perbedaan fundamentalnya dengan Al-Qur'an dan Hadis Nabawi, ciri-ciri khasnya, hingga contoh-contohnya yang sarat akan hikmah.
Pengertian Mendalam Hadis Qudsi
Untuk memahami hakikat Hadis Qudsi, kita perlu membedahnya dari dua sudut pandang: etimologi (bahasa) dan terminologi (istilah syar'i). Pemahaman dari kedua sisi ini akan memberikan gambaran yang utuh dan presisi.
1. Pengertian Secara Etimologi (Bahasa)
Istilah "Hadis Qudsi" terdiri dari dua kata: "Hadis" (الحديث) dan "Qudsi" (القدسي).
- Al-Hadis (الحديث): Secara bahasa, kata ini berarti "sesuatu yang baru" (al-jadid), "kabar" atau "berita" (al-khabar), dan "perkataan". Dalam konteks ilmu hadis, ia merujuk pada segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad ﷺ.
- Al-Qudsi (القدسي): Kata ini merupakan nisbah (sandaran) kepada kata "Al-Quds" (القدس), yang berarti suci, bersih, atau terbebas dari segala kekurangan. Penisbatan ini mengandung makna pengagungan dan pemuliaan.
Jadi, secara harfiah, "Hadis Qudsi" dapat diartikan sebagai "perkataan yang suci" atau "berita yang disandarkan kepada Dzat Yang Maha Suci", yaitu Allah Subhanahu wa Ta'ala. Nama lain untuk Hadis Qudsi adalah Hadis Ilahi atau Hadis Rabbani, yang semuanya merujuk pada sumbernya yang agung.
2. Pengertian Secara Terminologi (Istilah)
Para ulama ahli hadis telah merumuskan berbagai definisi untuk Hadis Qudsi. Meskipun redaksinya sedikit berbeda, substansinya tetap sama. Definisi yang paling masyhur dan komprehensif adalah:
"Sesuatu (firman) yang Allah Ta'ala sampaikan kepada Nabi-Nya ﷺ melalui ilham atau mimpi, kemudian Nabi ﷺ memberitahukan (firman itu) kepada umatnya dengan redaksi dari beliau sendiri."
Dari definisi ini, kita dapat menarik beberapa poin kunci:
- Sumber Makna (Al-Ma'na): Makna, esensi, dan konten dari Hadis Qudsi berasal langsung dari Allah SWT. Ini adalah poin yang membedakannya dari Hadis Nabawi.
- Sumber Redaksi (Al-Lafazh): Redaksi, susunan kata, dan gaya bahasa yang digunakan untuk menyampaikan makna tersebut berasal dari Nabi Muhammad ﷺ. Ini adalah poin krusial yang membedakannya dari Al-Qur'an.
- Penyandaran Ganda: Hadis Qudsi memiliki penyandaran ganda. Dari sisi makna, ia disandarkan kepada Allah. Dari sisi periwayatan dan pengucapan, ia disandarkan kepada Nabi Muhammad ﷺ.
Sebagai contoh, ketika Rasulullah ﷺ menyampaikan sebuah Hadis Qudsi, beliau seringkali memulainya dengan frasa seperti, "Allah 'Azza wa Jalla berfirman..." atau "Sebagaimana yang aku riwayatkan dari Tuhanku...". Frasa pembuka ini secara eksplisit menunjukkan bahwa konten yang akan disampaikan bukanlah berasal dari pemikiran beliau pribadi, melainkan wahyu langsung dari Allah.
Perbedaan Fundamental: Hadis Qudsi, Al-Qur'an, dan Hadis Nabawi
Memahami perbedaan di antara ketiganya adalah kunci untuk menempatkan Hadis Qudsi pada posisinya yang tepat dalam struktur sumber hukum dan ajaran Islam. Ketiganya adalah wahyu atau bersumber dari wahyu, namun memiliki karakteristik yang sangat berbeda.
A. Perbedaan Antara Al-Qur'an dan Hadis Qudsi
Meskipun sama-sama merupakan firman Allah, perbedaan antara Al-Qur'an dan Hadis Qudsi sangatlah fundamental dan mencakup banyak aspek.
-
Lafaz dan Makna:
- Al-Qur'an: Lafaz (redaksi) dan makna (substansi) Al-Qur'an seluruhnya berasal dari Allah SWT. Jibril menurunkannya kepada Nabi Muhammad ﷺ persis seperti apa adanya, tanpa perubahan sedikit pun. Nabi hanya bertugas menerima dan menyampaikannya.
- Hadis Qudsi: Maknanya berasal dari Allah SWT, namun lafaznya berasal dari Nabi Muhammad ﷺ. Beliau mengungkapkan makna ilahi tersebut dengan gaya bahasa beliau sendiri.
-
Status Kemukjizatan (I'jaz):
- Al-Qur'an: Merupakan mukjizat terbesar Nabi Muhammad ﷺ. Keindahan bahasanya, kedalaman maknanya, dan kebenaran ilmiahnya menantang seluruh manusia dan jin untuk membuat satu surat pun yang sebanding dengannya, dan tantangan itu berlaku hingga akhir zaman.
- Hadis Qudsi: Tidak memiliki status sebagai mukjizat yang menantang. Meskipun bahasanya indah dan maknanya agung, ia tidak dimaksudkan untuk menjadi bukti kenabian yang bersifat menantang seperti Al-Qur'an.
-
Status dalam Ibadah (Shalat):
- Al-Qur'an: Membaca Al-Qur'an, khususnya Surah Al-Fatihah, adalah rukun dalam shalat. Shalat tidak sah tanpanya. Membaca ayat-ayat Al-Qur'an dalam shalat bernilai ibadah dan berpahala.
- Hadis Qudsi: Tidak boleh dan tidak sah dibaca di dalam shalat sebagai pengganti ayat Al-Qur'an. Membacanya di luar shalat tentu berpahala karena mengandung zikir dan ilmu, namun tidak memiliki status ibadah ritual khusus seperti membaca Al-Qur'an.
-
Status Periwayatan (Transmisi):
- Al-Qur'an: Seluruhnya diriwayatkan secara mutawatir, yaitu oleh sejumlah besar perawi di setiap generasi yang mustahil mereka bersepakat untuk berdusta. Ini menjamin keotentikan absolut Al-Qur'an.
- Hadis Qudsi: Periwayatannya mengikuti kaidah periwayatan hadis pada umumnya. Ada yang berstatus sahih (otentik), hasan (baik), bahkan ada yang dha'if (lemah). Tidak semua Hadis Qudsi berderajat mutawatir.
-
Kodifikasi dan Penamaan:
- Al-Qur'an: Terkumpul dalam satu mushaf yang utuh dengan nama dan urutan surah serta ayat yang telah ditentukan (tauqifi). Setiap bagiannya disebut ayat atau surah.
- Hadis Qudsi: Tidak terkumpul dalam satu kitab khusus pada masa awal, melainkan tersebar di berbagai kitab hadis primer seperti Shahih Bukhari, Shahih Muslim, Sunan Tirmidzi, dan lain-lain.
-
Kesucian dan Adab Menyentuh:
- Al-Qur'an: Menurut mayoritas ulama, dilarang bagi orang yang berhadas (kecil maupun besar) untuk menyentuh mushaf Al-Qur'an secara langsung.
- Hadis Qudsi: Tidak berlaku hukum yang sama. Boleh disentuh oleh orang yang berhadas, karena ia termaktub dalam kitab hadis yang tidak dihukumi sama dengan mushaf Al-Qur'an.
B. Perbedaan Antara Hadis Nabawi dan Hadis Qudsi
Keduanya seringkali berada dalam satu kitab yang sama, namun perbedaannya terletak pada sumber asal maknanya.
-
Sumber Makna dan Penyandaran:
- Hadis Qudsi: Maknanya dari Allah, dan Nabi Muhammad ﷺ secara eksplisit menyandarkan perkataan tersebut kepada Allah Ta'ala. Oleh karena itu, ia disebut Hadis Rabbani atau Ilahi.
- Hadis Nabawi: Merupakan perkataan, perbuatan, atau ketetapan yang berasal dari Nabi Muhammad ﷺ. Meskipun beliau tidak berbicara menurut hawa nafsu dan selalu dalam bimbingan wahyu (wahyu ghairu matlu atau wahyu yang tidak dibacakan), namun perkataan tersebut disandarkan langsung kepada pribadi beliau sebagai seorang Rasul.
-
Redaksi Periwayatan:
- Hadis Qudsi: Memiliki redaksi periwayatan yang khas. Perawi akan berkata, "Rasulullah ﷺ bersabda sebagaimana yang beliau riwayatkan dari Tuhannya (fīmā yarwīhi 'an Rabbih)," atau "Rasulullah ﷺ bersabda, 'Allah Ta'ala berfirman... (Qāla Allahu Ta'ālā)'".
- Hadis Nabawi: Redaksi periwayatannya langsung, seperti, "Aku mendengar Rasulullah ﷺ bersabda... (Sami'tu Rasulullah ﷺ yaqūl...)" atau "Rasulullah ﷺ bersabda... (Qāla Rasulullah ﷺ...)".
-
Fokus dan Tema Konten:
- Hadis Qudsi: Temanya cenderung lebih fokus pada aspek-aspek ketuhanan, keagungan Allah, rahmat-Nya yang luas, hubungan batin antara hamba dan Tuhan, motivasi spiritual, akhlak, dan tazkiyatun nafs (penyucian jiwa).
- Hadis Nabawi: Cakupan temanya jauh lebih luas, meliputi seluruh aspek kehidupan: akidah, ibadah, muamalah (transaksi sosial), hukum-hukum syariat (fiqh), adab, sejarah, tafsir Al-Qur'an, dan lain-lain.
Ciri-Ciri Khas dan Cara Mengenali Hadis Qudsi
Ada beberapa ciri khas yang dapat membantu kita mengidentifikasi sebuah hadis sebagai Hadis Qudsi, terutama dari sisi redaksi atau sanadnya.
1. Frasa Periwayatan yang Spesifik
Ciri yang paling jelas adalah penggunaan frasa-frasa tertentu oleh Nabi Muhammad ﷺ atau oleh perawi yang meriwayatkan dari beliau. Terdapat dua bentuk utama:
- Bentuk Pertama: Rasulullah ﷺ meriwayatkan langsung firman Allah. Beliau akan bersabda, "Allah Ta'ala berfirman..." (قَالَ اللهُ تَعَالَى), lalu beliau melanjutkan dengan isi firman tersebut.
- Bentuk Kedua: Seorang perawi (biasanya sahabat) meriwayatkan dari Rasulullah ﷺ, dan menjelaskan bahwa apa yang disabdakan oleh Nabi itu berasal dari Tuhannya. Contoh redaksinya adalah, "Rasulullah ﷺ bersabda, mengenai apa yang beliau riwayatkan dari Tuhannya 'Azza wa Jalla..." (قَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ فِيمَا يَرْوِي عَنْ رَبِّهِ عَزَّ وَجَلَّ).
Setiap kali kita menemukan salah satu dari dua bentuk redaksi ini dalam sebuah matan hadis, kita dapat memastikannya sebagai Hadis Qudsi.
2. Penggunaan Kata Ganti Orang Pertama ("Aku") oleh Allah
Salah satu gaya bahasa yang sangat menonjol dalam Hadis Qudsi adalah penggunaan kata ganti orang pertama tunggal yang merujuk kepada Allah SWT, seperti "Aku" (أَنَا), "hamba-Ku" (عَبْدِي), "bagi-Ku" (لِي). Ini menciptakan nuansa dialog yang sangat personal dan intim antara Allah dan hamba-Nya. Gaya bahasa ini seolah-olah Allah sedang berbicara langsung kepada kita, menasihati, memotivasi, dan menunjukkan kasih sayang-Nya.
3. Tema yang Agung dan Spiritual
Seperti yang telah disinggung, tema-tema Hadis Qudsi biasanya berpusat pada hal-hal yang agung dan menyentuh sisi spiritualitas manusia. Topik-topik utamanya meliputi:
- Keagungan, Kekuasaan, dan Kedermawanan Allah: Menjelaskan betapa tidak terbatasnya kekuasaan dan kekayaan Allah.
- Rahmat dan Ampunan Allah yang Tanpa Batas: Memberikan harapan dan mendorong hamba untuk tidak pernah putus asa dari rahmat-Nya.
- Pentingnya Ikhlas: Menekankan bahwa Allah hanya menerima amalan yang murni dilakukan untuk-Nya.
- Motivasi untuk Bertaubat dan Kembali kepada-Nya: Menggambarkan betapa gembiranya Allah dengan taubat seorang hamba.
- Ganjaran dan Balasan Amal: Menjelaskan secara langsung dari sisi Allah mengenai balasan bagi amal baik dan buruk.
- Cinta Allah kepada Hamba-Nya: Menggambarkan bagaimana seorang hamba bisa meraih cinta Allah.
Contoh-Contoh Populer Hadis Qudsi beserta Penjelasannya
Untuk memberikan pemahaman yang lebih konkret, berikut adalah beberapa contoh Hadis Qudsi yang sangat terkenal, lengkap dengan terjemahan dan penjelasan mendalam tentang hikmah di baliknya.
1. Hadis tentang Prasangka Hamba kepada Allah
يَقُولُ اللَّهُ تَعَالَى: أَنَا عِنْدَ ظَنِّ عَبْدِي بِي، وَأَنَا مَعَهُ إِذَا ذَكَرَنِي، فَإِنْ ذَكَرَنِي فِي نَفْسِهِ ذَكَرْتُهُ فِي نَفْسِي، وَإِنْ ذَكَرَنِي فِي مَلَإٍ ذَكَرْتُهُ فِي مَلَإٍ خَيْرٍ مِنْهُمْ، وَإِنْ تَقَرَّبَ إِلَيَّ بِشِبْرٍ تَقَرَّبْتُ إِلَيْهِ ذِرَاعًا، وَإِنْ تَقَرَّبَ إِلَيَّ ذِرَاعًا تَقَرَّبْتُ إِلَيْهِ بَاعًا، وَإِنْ أَتَانِي يَمْشِي أَتَيْتُهُ هَرْوَلَةً
Allah Ta'ala berfirman: "Aku sesuai dengan persangkaan hamba-Ku kepada-Ku. Aku bersamanya jika ia mengingat-Ku. Jika ia mengingat-Ku dalam dirinya, Aku akan mengingatnya dalam diri-Ku. Jika ia mengingat-Ku di tengah keramaian, Aku akan mengingatnya di tengah keramaian yang lebih baik dari mereka. Jika ia mendekat kepada-Ku sejengkal, Aku akan mendekat kepadanya sehasta. Jika ia mendekat kepada-Ku sehasta, Aku akan mendekat kepadanya sedepa. Dan jika ia datang kepada-Ku dengan berjalan, Aku akan datang kepadanya dengan berlari."
(HR. Bukhari dan Muslim)
Penjelasan dan Hikmah:
Hadis ini adalah salah satu Hadis Qudsi yang paling memberikan harapan dan optimisme. Poin utamanya adalah konsep husnuzhan billah (berbaik sangka kepada Allah). Allah menegaskan bahwa perlakuan-Nya kepada seorang hamba sangat bergantung pada bagaimana hamba itu memandang-Nya. Jika seorang hamba yakin bahwa Allah Maha Pengampun, Maha Pengasih, dan akan menolongnya, maka itulah yang akan ia dapatkan. Sebaliknya, jika ia berputus asa dan menyangka Allah tidak akan mengampuninya, maka ia telah menutup pintu rahmat itu untuk dirinya sendiri.
Bagian kedua hadis ini menggambarkan betapa cepat dan besarnya balasan Allah terhadap setiap usaha hamba untuk mendekat kepada-Nya. Perbandingan "sejengkal dibalas sehasta", "sehasta dibalas sedepa", dan "berjalan dibalas berlari" adalah kiasan yang luar biasa indah untuk menunjukkan bahwa rahmat dan sambutan Allah selalu lebih besar dan lebih cepat daripada langkah yang diambil oleh hamba-Nya. Ini adalah motivasi tertinggi untuk tidak pernah berhenti berzikir, berdoa, dan melakukan ketaatan, sekecil apapun itu di mata kita.
2. Hadis tentang Larangan Berbuat Zalim
يَا عِبَادِي، إِنِّي حَرَّمْتُ الظُّلْمَ عَلَى نَفْسِي وَجَعَلْتُهُ بَيْنَكُمْ مُحَرَّمًا فَلَا تَظَالَمُوا... يَا عِبَادِي، كُلُّكُمْ ضَالٌّ إِلَّا مَنْ هَدَيْتُهُ، فَاسْتَهْدُونِي أَهْدِكُمْ. يَا عِبَادِي، كُلُّكُمْ جَائِعٌ إِلَّا مَنْ أَطْعَمْتُهُ، فَاسْتَطْعِمُونِي أُطْعِمْكُمْ. يَا عِبَادِي، كُلُّكُمْ عَارٍ إِلَّا مَنْ كَسَوْتُهُ، فَاسْتَكْسُونِي أَكْسُكُمْ...
"Wahai hamba-Ku, sesungguhnya Aku telah mengharamkan kezaliman atas diri-Ku dan Aku telah menjadikannya haram di antara kalian, maka janganlah kalian saling berbuat zalim... Wahai hamba-Ku, kalian semua sesat kecuali orang yang Aku beri petunjuk, maka mintalah petunjuk kepada-Ku, niscaya akan Aku berikan. Wahai hamba-Ku, kalian semua lapar kecuali orang yang Aku beri makan, maka mintalah makan kepada-Ku, niscaya akan Aku berikan. Wahai hamba-Ku, kalian semua telanjang kecuali orang yang Aku beri pakaian, maka mintalah pakaian kepada-Ku, niscaya akan Aku berikan..."
(HR. Muslim)
Penjelasan dan Hikmah:
Hadis yang panjang dan agung ini dimulai dengan sebuah deklarasi ilahi yang fundamental: Allah, Dzat Yang Maha Kuasa, mengharamkan kezaliman atas diri-Nya sendiri. Ini menunjukkan puncak keadilan dan kesempurnaan-Nya. Jika Sang Pencipta saja mengharamkan kezaliman bagi diri-Nya, maka betapa lebih utamanya bagi makhluk yang lemah untuk menjauhinya.
Selanjutnya, hadis ini menegaskan ketergantungan mutlak manusia kepada Allah. Manusia pada hakikatnya "sesat", "lapar", dan "telanjang" secara spiritual maupun material, kecuali jika Allah memberikan petunjuk, rezeki, dan perlindungan. Pesan utamanya adalah untuk menanggalkan kesombongan dan mengakui kefakiran diri di hadapan Allah. Solusinya pun diberikan secara langsung: "mintalah kepada-Ku, niscaya akan Aku berikan." Ini adalah pelajaran tauhid yang murni, yaitu mengesakan Allah sebagai satu-satunya sumber segala kebaikan dan pertolongan.
3. Hadis tentang Wali Allah (Kekasih Allah)
إِنَّ اللَّهَ قَالَ: مَنْ عَادَى لِي وَلِيًّا فَقَدْ آذَنْتُهُ بِالْحَرْبِ، وَمَا تَقَرَّبَ إِلَيَّ عَبْدِي بِشَيْءٍ أَحَبَّ إِلَيَّ مِمَّا افْتَرَضْتُ عَلَيْهِ، وَمَا يَزَالُ عَبْدِي يَتَقَرَّبُ إِلَيَّ بِالنَّوَافِلِ حَتَّى أُحِبَّهُ، فَإِذَا أَحْبَبْتُهُ كُنْتُ سَمْعَهُ الَّذِي يَسْمَعُ بِهِ، وَبَصَرَهُ الَّذِي يُبْصِرُ بِهِ، وَيَدَهُ الَّتِي يَبْطِشُ بِهَا، وَرِجْلَهُ الَّتِي يَمْشِي بِهَا، وَإِنْ سَأَلَنِي لَأُعْطِيَنَّهُ، وَلَئِنْ اسْتَعَاذَنِي لَأُعِيذَنَّهُ
Sesungguhnya Allah berfirman: "Barangsiapa yang memusuhi wali (kekasih)-Ku, maka Aku telah mengumumkan perang kepadanya. Tidaklah hamba-Ku mendekatkan diri kepada-Ku dengan sesuatu yang lebih Aku cintai daripada amalan yang telah Aku wajibkan kepadanya. Hamba-Ku senantiasa mendekatkan diri kepada-Ku dengan amalan-amalan sunnah (nawafil) hingga Aku mencintainya. Apabila Aku telah mencintainya, maka Aku menjadi pendengarannya yang ia gunakan untuk mendengar, penglihatannya yang ia gunakan untuk melihat, tangannya yang ia gunakan untuk memukul, dan kakinya yang ia gunakan untuk berjalan. Jika ia meminta kepada-Ku, pasti Aku akan memberinya. Dan jika ia meminta perlindungan kepada-Ku, pasti Aku akan melindunginya."
(HR. Bukhari)
Penjelasan dan Hikmah:
Hadis ini adalah panduan lengkap bagi siapa saja yang ingin meraih derajat tertinggi di sisi Allah, yaitu menjadi seorang waliyullah (kekasih Allah). Jalan menuju cinta Allah dimulai dengan pondasi yang kokoh: menunaikan segala kewajiban (amalan fardhu) seperti shalat lima waktu, puasa Ramadhan, zakat, dan lain-lain. Inilah amalan yang paling dicintai Allah.
Setelah pondasi kuat, bangunan spiritual ditinggikan dengan amalan-amalan sunnah (nawafil), seperti shalat rawatib, dhuha, tahajud, puasa senin-kamis, sedekah, dan zikir. Konsistensi dalam melakukan amalan sunnah inilah yang akan mengantarkan seorang hamba kepada cinta Allah.
Buah dari cinta Allah sangatlah luar biasa. Frasa "Aku menjadi pendengarannya, penglihatannya..." bukanlah bermakna penyatuan (hulul), melainkan kiasan yang menunjukkan bahwa seluruh indra dan pergerakan hamba tersebut akan selalu berada dalam bimbingan, taufik, dan penjagaan Allah. Pandangannya akan terjaga, pendengarannya akan terhindar dari yang haram, dan perbuatannya akan selalu lurus di jalan yang diridhai-Nya. Puncaknya, doanya menjadi mustajab dan ia selalu berada dalam perlindungan-Nya.
4. Hadis tentang Rahmat Allah yang Mendahului Murka-Nya
لَمَّا قَضَى اللَّهُ الْخَلْقَ، كَتَبَ فِي كِتَابِهِ، فَهُوَ عِنْدَهُ فَوْقَ الْعَرْشِ: إِنَّ رَحْمَتِي غَلَبَتْ غَضَبِي
"Tatkala Allah selesai menciptakan makhluk, Dia menuliskan dalam kitab-Nya, yang berada di sisi-Nya di atas 'Arsy: 'Sesungguhnya rahmat-Ku mengalahkan murka-Ku'."
(HR. Bukhari dan Muslim)
Penjelasan dan Hikmah:
Ini adalah hadis yang sangat menenangkan jiwa. Ia merupakan sebuah proklamasi ilahi yang abadi, tertulis di tempat tertinggi, yang menegaskan sifat dasar Allah SWT. Sifat utama yang mendominasi adalah Rahmat (kasih sayang), bukan Ghadab (murka). Murka Allah ada, namun itu adalah konsekuensi dari pelanggaran hamba. Sedangkan rahmat-Nya adalah sifat asal-Nya yang meliputi segala sesuatu.
Memahami prinsip ini akan mengubah cara pandang seorang Muslim. Ia akan melihat dunia dan segala ketetapan Allah dengan kacamata rahmat. Ia akan lebih mudah bertaubat setelah berbuat dosa, karena yakin pintu rahmat jauh lebih lebar daripada pintu murka. Ia tidak akan mudah berputus asa, karena tahu bahwa kasih sayang Allah selalu mendahului dan mengalahkan kemurkaan-Nya. Ini adalah pondasi dari optimisme dan harapan dalam beragama.
Kedudukan dan Urgensi Hadis Qudsi dalam Kehidupan Muslim
Hadis Qudsi bukanlah sumber hukum fiqh primer seperti Al-Qur'an atau Hadis Nabawi yang berisi detail tata cara ibadah. Posisinya lebih sebagai sumber inspirasi, motivasi, dan nutrisi rohani. Urgensinya terletak pada beberapa hal:
- Memperdalam Ma'rifatullah (Mengenal Allah): Hadis Qudsi memberikan kita gambaran yang lebih personal dan intim tentang sifat-sifat Allah, seperti kasih sayang, kemurahan, kecemburuan, dan keagungan-Nya, langsung dari "lisan"-Nya.
- Sarana Tazkiyatun Nafs (Penyucian Jiwa): Kontennya yang sarat dengan ajakan untuk ikhlas, bertaubat, berbaik sangka, dan mencintai-Nya merupakan materi terbaik untuk membersihkan hati dari berbagai penyakit seperti sombong, riya', dan putus asa.
- Memperkuat Hubungan Hamba dengan Tuhan: Gaya bahasanya yang bersifat dialogis membuat seorang hamba merasa sedang diajak bicara langsung oleh Tuhannya, sehingga memperkuat ikatan emosional dan spiritual.
- Sumber Harapan dan Motivasi: Di saat seorang hamba merasa lemah atau berputus asa, membaca Hadis Qudsi tentang luasnya ampunan dan rahmat Allah dapat membangkitkan kembali semangat untuk beribadah dan memperbaiki diri.
Kesimpulan
Sebagai penutup, dapat kita simpulkan bahwa hadis qudsi adalah firman Allah dari segi makna, yang diungkapkan dengan lafaz atau redaksi dari lisan mulia Nabi Muhammad ﷺ. Ia menempati posisi istimewa di antara Al-Qur'an dan Hadis Nabawi, berfungsi sebagai jembatan yang menghubungkan keagungan wahyu Al-Qur'an dengan penjelasan praktis dari sunnah Nabawiyah.
Dengan memahami perbedaannya yang fundamental dengan Al-Qur'an dan Hadis Nabawi, serta merenungi kandungan maknanya yang agung melalui contoh-contoh yang telah dipaparkan, seorang Muslim dapat mengambil manfaat spiritual yang luar biasa. Hadis Qudsi adalah undangan langsung dari Allah untuk mengenal-Nya lebih dekat, merasakan luasnya rahmat-Nya, dan menapaki jalan untuk meraih cinta-Nya. Ia adalah cahaya suci yang menerangi perjalanan batin setiap hamba yang merindukan perjumpaan dengan Rabb-nya.