Pembagian warisan dalam Islam dikenal sebagai ilmu faraid, sebuah cabang penting dalam hukum Islam yang mengatur distribusi kekayaan orang yang telah meninggal dunia kepada ahli waris yang berhak. Sistem ini bukan sekadar aturan pembagian harta semata, melainkan sebuah manifestasi keadilan ilahi yang didasarkan pada prinsip-prinsip moral dan etika yang luhur. Keunikan hukum waris Islam terletak pada ketentuannya yang sangat rinci, mempertimbangkan berbagai faktor seperti hubungan kekerabatan, peran individu dalam keluarga, serta tanggung jawab finansial yang diemban. Hal ini bertujuan untuk mencegah perselisihan, menciptakan keharmonisan dalam keluarga, dan memastikan bahwa harta peninggalan dapat dimanfaatkan secara optimal untuk kebaikan dunia dan akhirat.
Inti dari hukum pembagian warisan menurut Islam adalah keadilan dan keseimbangan. Al-Qur'an dan Sunnah Rasulullah SAW menjadi sumber utama yang menjelaskan secara gamblang mengenai siapa saja yang berhak mendapatkan warisan dan berapa bagian yang seharusnya mereka terima. Prinsip dasarnya adalah bahwa harta yang ditinggalkan oleh pewaris adalah hak bagi ahli waris yang hidup setelah ia meninggal dunia. Namun, distribusi harta ini tidak dilakukan secara merata, melainkan berdasarkan kedekatan hubungan dengan pewaris dan peran masing-masing dalam tatanan sosial dan keluarga.
Dalam Islam, pembagian warisan juga mempertimbangkan hak-hak pihak lain sebelum harta dibagikan kepada ahli waris. Terdapat tiga hak yang harus ditunaikan terlebih dahulu sebelum pembagian waris:
Para ulama membagi ahli waris menjadi beberapa tingkatan berdasarkan hubungan kekerabatan dengan pewaris. Secara umum, ahli waris terdiri dari dua kategori utama:
Mereka adalah ahli waris yang bagian warisannya telah ditetapkan secara spesifik dalam Al-Qur'an dan Sunnah. Bagian mereka bersifat pasti dan tidak bisa dikurangi atau ditambah, kecuali dalam kondisi tertentu yang diatur dalam fikih waris. Golongan Dzawi Furud meliputi:
Mereka adalah ahli waris yang berhak menerima sisa harta warisan setelah semua ahli waris Dzawi Furud mendapatkan bagiannya. Jika tidak ada sisa harta setelah pembagian Dzawi Furud, maka Ashabah tidak mendapatkan apa-apa. Namun, jika harta masih tersisa, mereka akan menerimanya secara proporsional. Golongan Ashabah yang utama meliputi:
Dalam beberapa kasus, perempuan juga bisa menjadi Ashabah. Misalnya, seorang anak perempuan bersama dengan anak laki-laki, maka anak laki-laki akan menjadi Ashabah dan mengambil sisa harta setelah anak perempuan mendapatkan bagiannya. Atau seorang saudara perempuan kandung bersama dengan saudara laki-laki kandung, maka saudara laki-laki menjadi Ashabah.
Ketentuan pembagian warisan dalam Islam bukanlah sekadar penentuan besaran bagian, melainkan mengandung hikmah yang mendalam. Pertama, sistem ini menempatkan laki-laki mendapatkan bagian ganda dari perempuan dalam kasus tertentu (misalnya, anak laki-laki dan anak perempuan) bukan karena diskriminasi, melainkan karena dalam ajaran Islam, laki-laki memiliki tanggung jawab finansial yang lebih besar terhadap keluarga, seperti menafkahi istri, anak, dan terkadang orang tua. Sebaliknya, perempuan tidak dibebani kewajiban tersebut, sehingga bagian warisannya lebih diarahkan pada kebutuhan pribadinya atau keluarganya.
Kedua, sistem faraid ini dirancang untuk mencegah penumpukan harta pada satu atau segelintir individu, melainkan mendistribusikannya kepada kerabat yang lebih luas, sehingga dapat menopang kehidupan banyak orang. Hal ini selaras dengan semangat keadilan sosial dan kepedulian terhadap sesama anggota keluarga besar.
Ketiga, aturan yang rinci dan jelas dalam faraid bertujuan untuk meminimalkan potensi konflik dan perselisihan di antara ahli waris. Dengan adanya pedoman yang pasti, diharapkan proses pembagian warisan dapat berjalan lancar, adil, dan sesuai dengan syariat Islam, menciptakan ketenangan dan kerukunan dalam keluarga. Mempelajari dan memahami hukum pembagian warisan menurut Islam adalah sebuah keniscayaan bagi setiap Muslim untuk dapat menjalankan amanah harta peninggalan orang tua atau kerabat dengan cara yang diridhai oleh Allah SWT.